Nero masuk ke dalam mobil, meninggalkan Leah yang masih berdiri dengan wajah merah.
"Suamiku sayang. Hih! Apa-apaan itu." Leah memegang tengkuknya yang merinding. Bukan panggilan yang disebutkan Nero yang membuat Leah malu, tapi berada sedekat itu dengan Nero membuat jantung Leah berirama tidak karuan.
"Aku ini kenapa sih? Dengan Kevin dulu saja aku tidak pernah seperti ini." Leah masuk ke dalam rumah. Lalu menghela nafas saat melihat hadiah pernikahan yang berjajar memenuhi rumah.
***
Nero menatap gedung-gedung tinggi dari dalam mobil. Dia menghela nafas pelan.
"Ada apa, Tuan. Anda terlihat tidak senang." Ken menatap Nero dari kaca mobil.
"Tidak."
Mereka tiba di gedung utama Aditama Group. Semua pegawai yang melihat kehadiran Nero dan asistennya tampak menundukkan kepala.
"Silahkan, Tuan." Ken mempersilahkan Nero masuk ke dalam lift khusus, lift yang hanya menuju satu lantai saja, tempat Nero menghabiskan harinya.
"Ruan
Nero merasakan angin berhembus dari jendela yang di buka lebar, saat ini dia sedang merilekskan tubuh dan pikirannya di sebuah ruangan yang atapnya terbuat dari kaca transparan. Melihat langit pekat tanpa dihiasi bintang membuatnya sedikit tenang.Tadi dia mencoba menahan semua rasa takutnya, mencoba menjadi pria kuat saat bertemu Veronica. Tapi Nero hanyalah manusia yang pasti memiliki rasa takut. Dan rasa takut terbesarnya adalah ibu tiri yang tidak pernah dipanggilnya ibu."Aku harus menghindari wanita itu mulai sekarang. Jangan sampai dia bertemu dengan gadis itu nanti." Nero bergumam, dia bertekad tidak akan membuat Leah atau pun Veronica bersinggungan. Tidak akan ada hubungan mertua dan menantu antara dua orang itu.Nero mengambil ponselnya yang ada di meja bundar di samping tempat dia duduk sekarang. "Sedang apa dia? Kenapa tidak ada basa-basinya, padahal sebentar lagi menikah." Nero meletakkan lagi ponselnya yang tidak ada notifikasi dari Leah, mengurung
Leah dibawa ke sebuah salon dan spa terbesar di kota itu. Gadis itu memandang sekeliling, banyak wanita berkelas yang sedang melakukan perawatan. Dari perawatan wajah, rambut hingga kuku."Kita mau apa di sini." Leah berbicara pada Nero yang ada di sebelahnya, tapi matanya masih memandang orang-orang yang ada di sana."Apalagi? Mencangkul? Memang apa yang kau kerjakan di salon kalau bukan perawatan?" Ketus Nero berbicara."Iya maksudku untuk apa?" tanya Leah."Tidak usah kau bilang aku juga tahu kalau tempat ini untuk perawatan." Leah menggerutu dalam hati.Mereka berdua disambut oleh seorang pegawai wanita yang menggunakan seragam berwarna hitam."Bawa gadis ini." Nero melirik Leah yang memasang wajah bingung."Baik, Tuan." Wanita itu membungkukkan badan."Mari nona.""Hei, kamu mau kemana?" Leah bertanya karena melihat Nero yang ingin pergi meninggalkannya."Memangnya aku kurang kerjaan sampai harus menunggumu d
"Panggilkan Nona Leah." Ken memberi perintah pada seorang karyawan."Baik." Karyawan itu masuk ke dalam.Tak lama Leah muncul, dia sudah mengenakan pakaian lengkap."Kamu datang menjemputku?" Leah bertanya."Tidak. Aku kebetulan lewat sini." Nero berkilah tapi matanya mengedarkan pandanganny ke sekeliling."Kalau sudah sebaiknya kau pulang." Nero memberikan titahnya, seperti seorang raja yang tidak bisa dibantah.Leah menggangguk pelan. Lalu berjalan melewati Nero dan Ken. Wajah Leah tak tertebak, apakah dia sudah bertemu Vero atau belum, Nero tidak tahu."Cari wanita itu, mobilnya masih ada." Nero berjalan menyusul Leah yang sudah lumayan jauh.Ken mengangguk, pria itu mengambil ponselnya, menelepon seseorang. "Cari Nyonya Vero di seluruh tempat.""Nyonya sudah pergi sebelum tuan memerintahkan untuk berjaga." Seorang pria berjas hitam dengan alat komunikasi di telinganya berbicara.Ken mengerutkan keningnya. "Kau
Sedikit perdebatan terjadi karena Leah belum melihat lokasi pernikahan. Bagaimana tidak, Nero benar-benar memberitahu di mana mereka akan menikah pada malam sebelum pernikahan. Sehingga tidak sempat bagi Leah untuk ke sana."Ini sudah malam. Kau mau apa di sana." Nero tegas melarang Leah untuk datang ke lokasi pernikahan."Tapi kamu tidak bisa memutuskan sepihak seperti ini, yang menikah kita berdua bukan dirimu sendiri." Suara Leah terdengar kesal.Tapi di balik itu, alasan Nero sebenarnya adalah tidak ingin pernikahannya kacau. Meski ada tujuan dalam pernikahan ini, Nero tidak akan menceraikan Leah meski tujuannya tercapai. Ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhirnya. Itu janji Nero yang sudah dia ikrarkan dalam hatinya."Kenapa kau ini keras kepala sekali." Nero menghela nafas kasar. Ayah dan ibu Leah saja bisa mengerti, kenapa anaknya tidak."Besok pagi tim MUA akan datang untuk merias dirimu dan ibu. Sekarang istirahatlah, jangan
"Apa yang anda lakukan di sini, Nyonya." Ken bertanya tanpa basa-basi pada Vero yang tiba-tiba membuka pintu."Aku ingin menyapa menantuku. Apa tidak boleh?" Vero mencoba mendekati Leah yang masih duduk di kursi. Tetapi tubuh tegap Ken menghalanginya."Kau! Beraninya kau seperti itu padaku. Kau lupa siapa aku?" Vero berbicara dengan nada kesal."Perlihatkan wajah asli anda, Nyonya." Sungguh, Ken tidak takut pada wanita di depannya ini. Meskipun dia adalah istri dari pemilik perusahaan, tetapi tidak membuat Ken gentar sedikit pun.Leah berdiri karena bingung dengan keadaan yang dilihatnya. "Kalian ini kenapa?""Nyonya, tolong keluar dari sini. Anda dilarang untuk berada di sini. Undangan untuk anda hanya formalitas," kata Ken yang membuat Vero mengepalkan tangannya. Tidak ada kesempatan bagi Vero untuk berbicara pada Leah. Lalu bagaimana dia bisa melancarkan aksinya. Vero harus memikirikan langkah selanjutnya, karena hanya Leah yang bisa membantunya
"Kau pikir aku akan melakukan apa?" tanya Nero. Pria itu kini ini membuka resleting gaun yang dipakai Leah.Leah hanya bisa menghela napas pelan sambil memejamkan mata."Memangnya kau tidak gerah memakai gaun ini? Ganti bajumu dengan pakaian tidur yang sudah disiapkan di lemari." Nero hanya membantu membuka resleting, setelah itu dia meninggalkan Leah sendiri di sana."Apa yang kau lakukan di sana? Kau mau mematung sampai pagi?" Nero melirik sekilas Leah yang masih berdiri di dekat bathtub."Ah, iya." Leah bergegas membuka Lemari yang ada di sisi sebelah kanan ranjang. Dia melirik Nero yang sekarang sedang duduk dan menonton televisi."Kenapa semua bajunya seperti ini?" Mata Leah membelalak saat melihat baju tidur yang berjejer rapi namun memiliki model yang sama. Semua piyama tidur itu terbuat dari sutra lembut."Apa aku harus memakainya?" tanya Leah dalam hati tapi tetap diambilnya satu piyama yang berwarna biru muda."Ah, terserah.
Setelah acara sarapan dalam diam selesai, kini Nero sudah mengganti pakaiannya. Setelan jas berwarna abu-abu dengan kaos berwarna putih di dalamnya, membuat Nero terlihat menawan."Apa yang kau lihat?" tanya Nero saat melihat Leah tidak berkedip saat memandangnya."Tidak." Leah menggeleng dengan cepat."Silakan tuan dan nona." Ken mempersilahkan Leah dan Nero masuk ke dalam lift."Kita mau ke mana?" tanya Leah."Ke rumah," jawab Nero singkat."Rumah siapa?" tanya gadis itu lagi."Kau ini kenapa berisik sekali. Tidak bisakah kau kau hanya diam dan ikut saja," kata Nero yang tampak kesal."Aku kan hanya bertanya." Leah protes karena sejak tadi dia disuruh diam.Kali ini Nero tidak menanggapi istrinya. Dia hanya menggelengkan kepala. Lift terbuka dan beberapa orang yang kenal dengan Nero nampak memberi hormat."Sebenarnya dia sehebat dan sekaya apa sih?" batin Leah."Kita tidak pisah mobil lagi kan?" Lea
Leah sudah memegang handle pintu sebelum membaca tulisan 'Dilarang Masuk Tanpa Izin'."Eh, pintunya menggunakan password," Leah akhirnya mengetuk pintu itu. Tak lama Nero keluar."Ada apa?" tanya Nero dingin."Ya aku mau masuk." Leah masuk ke kamar itu tanpa persetujuan Nero.Leah tampak memperhatikan sekeliling, desain interior kamar tersebut sangat elegan meskipun beberapa perabotan terlihat sederhana tapi pasti sangat mahal, di sisi sebelah kanan ranjang terdapat sebuah pintu lagi."Ada apa di sana?" tanya Leah penasaran."Ruang kerjaku," jawab Nero singkat."Bolehkah aku masuk?" tanya gadis itu.Nero tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan.Leah membuka pintu, ruangan itu sama seperti ruangan kerja pada umumnya. Terdapat meja dengan setumpuk buku dan berkas serta laptop, ada kursi kerja yang nyaman dan perpustakaan mini dengan deretan buku yang rapi berjajar.Di dalam ruangan itu juga terdapat sebuah sofa b