"Panggilkan Nona Leah." Ken memberi perintah pada seorang karyawan.
"Baik." Karyawan itu masuk ke dalam.
Tak lama Leah muncul, dia sudah mengenakan pakaian lengkap.
"Kamu datang menjemputku?" Leah bertanya.
"Tidak. Aku kebetulan lewat sini." Nero berkilah tapi matanya mengedarkan pandanganny ke sekeliling.
"Kalau sudah sebaiknya kau pulang." Nero memberikan titahnya, seperti seorang raja yang tidak bisa dibantah.
Leah menggangguk pelan. Lalu berjalan melewati Nero dan Ken. Wajah Leah tak tertebak, apakah dia sudah bertemu Vero atau belum, Nero tidak tahu.
"Cari wanita itu, mobilnya masih ada." Nero berjalan menyusul Leah yang sudah lumayan jauh.
Ken mengangguk, pria itu mengambil ponselnya, menelepon seseorang. "Cari Nyonya Vero di seluruh tempat."
"Nyonya sudah pergi sebelum tuan memerintahkan untuk berjaga." Seorang pria berjas hitam dengan alat komunikasi di telinganya berbicara.
Ken mengerutkan keningnya. "Kau
Sedikit perdebatan terjadi karena Leah belum melihat lokasi pernikahan. Bagaimana tidak, Nero benar-benar memberitahu di mana mereka akan menikah pada malam sebelum pernikahan. Sehingga tidak sempat bagi Leah untuk ke sana."Ini sudah malam. Kau mau apa di sana." Nero tegas melarang Leah untuk datang ke lokasi pernikahan."Tapi kamu tidak bisa memutuskan sepihak seperti ini, yang menikah kita berdua bukan dirimu sendiri." Suara Leah terdengar kesal.Tapi di balik itu, alasan Nero sebenarnya adalah tidak ingin pernikahannya kacau. Meski ada tujuan dalam pernikahan ini, Nero tidak akan menceraikan Leah meski tujuannya tercapai. Ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhirnya. Itu janji Nero yang sudah dia ikrarkan dalam hatinya."Kenapa kau ini keras kepala sekali." Nero menghela nafas kasar. Ayah dan ibu Leah saja bisa mengerti, kenapa anaknya tidak."Besok pagi tim MUA akan datang untuk merias dirimu dan ibu. Sekarang istirahatlah, jangan
"Apa yang anda lakukan di sini, Nyonya." Ken bertanya tanpa basa-basi pada Vero yang tiba-tiba membuka pintu."Aku ingin menyapa menantuku. Apa tidak boleh?" Vero mencoba mendekati Leah yang masih duduk di kursi. Tetapi tubuh tegap Ken menghalanginya."Kau! Beraninya kau seperti itu padaku. Kau lupa siapa aku?" Vero berbicara dengan nada kesal."Perlihatkan wajah asli anda, Nyonya." Sungguh, Ken tidak takut pada wanita di depannya ini. Meskipun dia adalah istri dari pemilik perusahaan, tetapi tidak membuat Ken gentar sedikit pun.Leah berdiri karena bingung dengan keadaan yang dilihatnya. "Kalian ini kenapa?""Nyonya, tolong keluar dari sini. Anda dilarang untuk berada di sini. Undangan untuk anda hanya formalitas," kata Ken yang membuat Vero mengepalkan tangannya. Tidak ada kesempatan bagi Vero untuk berbicara pada Leah. Lalu bagaimana dia bisa melancarkan aksinya. Vero harus memikirikan langkah selanjutnya, karena hanya Leah yang bisa membantunya
"Kau pikir aku akan melakukan apa?" tanya Nero. Pria itu kini ini membuka resleting gaun yang dipakai Leah.Leah hanya bisa menghela napas pelan sambil memejamkan mata."Memangnya kau tidak gerah memakai gaun ini? Ganti bajumu dengan pakaian tidur yang sudah disiapkan di lemari." Nero hanya membantu membuka resleting, setelah itu dia meninggalkan Leah sendiri di sana."Apa yang kau lakukan di sana? Kau mau mematung sampai pagi?" Nero melirik sekilas Leah yang masih berdiri di dekat bathtub."Ah, iya." Leah bergegas membuka Lemari yang ada di sisi sebelah kanan ranjang. Dia melirik Nero yang sekarang sedang duduk dan menonton televisi."Kenapa semua bajunya seperti ini?" Mata Leah membelalak saat melihat baju tidur yang berjejer rapi namun memiliki model yang sama. Semua piyama tidur itu terbuat dari sutra lembut."Apa aku harus memakainya?" tanya Leah dalam hati tapi tetap diambilnya satu piyama yang berwarna biru muda."Ah, terserah.
Setelah acara sarapan dalam diam selesai, kini Nero sudah mengganti pakaiannya. Setelan jas berwarna abu-abu dengan kaos berwarna putih di dalamnya, membuat Nero terlihat menawan."Apa yang kau lihat?" tanya Nero saat melihat Leah tidak berkedip saat memandangnya."Tidak." Leah menggeleng dengan cepat."Silakan tuan dan nona." Ken mempersilahkan Leah dan Nero masuk ke dalam lift."Kita mau ke mana?" tanya Leah."Ke rumah," jawab Nero singkat."Rumah siapa?" tanya gadis itu lagi."Kau ini kenapa berisik sekali. Tidak bisakah kau kau hanya diam dan ikut saja," kata Nero yang tampak kesal."Aku kan hanya bertanya." Leah protes karena sejak tadi dia disuruh diam.Kali ini Nero tidak menanggapi istrinya. Dia hanya menggelengkan kepala. Lift terbuka dan beberapa orang yang kenal dengan Nero nampak memberi hormat."Sebenarnya dia sehebat dan sekaya apa sih?" batin Leah."Kita tidak pisah mobil lagi kan?" Lea
Leah sudah memegang handle pintu sebelum membaca tulisan 'Dilarang Masuk Tanpa Izin'."Eh, pintunya menggunakan password," Leah akhirnya mengetuk pintu itu. Tak lama Nero keluar."Ada apa?" tanya Nero dingin."Ya aku mau masuk." Leah masuk ke kamar itu tanpa persetujuan Nero.Leah tampak memperhatikan sekeliling, desain interior kamar tersebut sangat elegan meskipun beberapa perabotan terlihat sederhana tapi pasti sangat mahal, di sisi sebelah kanan ranjang terdapat sebuah pintu lagi."Ada apa di sana?" tanya Leah penasaran."Ruang kerjaku," jawab Nero singkat."Bolehkah aku masuk?" tanya gadis itu.Nero tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan.Leah membuka pintu, ruangan itu sama seperti ruangan kerja pada umumnya. Terdapat meja dengan setumpuk buku dan berkas serta laptop, ada kursi kerja yang nyaman dan perpustakaan mini dengan deretan buku yang rapi berjajar.Di dalam ruangan itu juga terdapat sebuah sofa b
"Apa?" Vero bingung dengan apa yang dikatakan anaknya."Penulis, Bu. Penulis novel. Aku ingin jadi penulis sekaligus editor." Leon memandang taman yang ada di belakang ibunya.Vero tak menjawab, dia kini menatap tajam anak kandungnya. Selama ini dia mengupayakam segala usaha untuk membuat Leon menjadi ahli waris utama tapi sekarang anaknya hanya ingin jadi penulis novel. Sangat tidak bisa dibiarkan."Aku harap ibu mendukungku." Leon menghela napas, pria itu bahkan sudah diam-diam menjadi penulis dan editor di salah satu platfrom yang lumayan terkenal. Tanpa diketahui ibunya tentu saja, jika ibunya tahu pasti dia akan dipanggang hidup-hidup.Semua itu terjadi karena kecintaan Leon pada buku dan membaca. Dia akan marah saat sebuah tulisan terutama buku atau novel dibuat dengan kalimat yang salah dan tidak tersusun dengan rapi.Bagi Leon mengedit naskah atau buku itu adalah hal yang menyenangkan karena membaca adalah hobinya sejak dulu. Tugasnya bukan
"Kakak ipar?" Nero duduk di sofa, memandang adiknya dengan tatapan menyelidik."Iya, dia kan istrinya kakak tentu saja harus aku panggil kakak ipar. Bukankah begitu?" Leon ikut duduk di sofa mensejajari kakaknya."Aku sudah cuci tangan." Leon seolah mengerti arti tatapan kakaknya."Di mana kakak ipar?" tanya Leon."Di kamar." Nero menjawab singkat."Kenapa di kamar?" Kini tatapan Leon yang menyelidik, dia tersenyum seolah mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang membuat kakak iparnya berada di dalam kamar."Jadi bagaimana?" Leon mendekati kakaknya, meminta review atas malam pertama semalam."Apa?" Nero manatap sinis."Itu," jawab Leon."Itu apa? Bicara yang benar." Nero berkata ketus."Malam pertamanya lah, Kak." Leon menyerah, dia baru sadar jika kakaknya adalah manusia paling kaku di dunia."Ya, begitulah." Nero tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi, karena memang tidak ada yang terjadi diantara me
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Nero keluar dari dalam kamar. Sebelum keluar, sekali lagi dia menoleh ke belakang, memastikan Leah tidak mengikutinya.Nero menatap Ken seolah memberi isyarat jika keadaan sudah aman dan mereka bisa meletakkan barang-barang itu ke dalam kamar.“Satukan saja dengan pakaianku,” perintah Nero yang ditanggapi dengan tatapan bingung Ken. Namun, pria bertubuh tinggi itu menganggukkan kepalanya, menuruti apapun yang tuannya inginkan.Hanya seorang karyawan laki-laki yang berstatus sebagai menager di galeri tersebut dan Ken beserta kepala pelayan yang masuk untuk menyusun semua barang-barang yang akan menjadi milik nyonya rumah. Leon yang mencoba untuk ikut masuk ditahan oleh Nero di depan pintu.“Mau apa kau masuk?” Nero menatap sinis adiknya.“Aku mau bertemu kakak ipar,” kata Leon, pria itu melirik ke arah kamar yang pintunya terbuka.“Aku akan memanggilnya na