Echa mencoba melupakan kejadian buruk kemarin malam. Hari ini dia dan suaminya berangkat kerja bersama dengan penuh semangat.Sesampai di WARA Corp, mereka bertemu dengan Yono dan Dito yang sedang memegang sebuah maps cokelat.“Rapi banget pakai jas dan dasi segala. Mau melamar kerja? Haha percuma nggak bakalan diterima,” ejek Dito.“Aku saranin ngelamar di posisi ob aja biar peluang diterimanya lebih besar,” sambung Yono dengan tatapan meremehkan. Kemudian kedua orang itu tertawa keras.Niko menghiraukan, tapi tidak dengan Echa. Dia sangat gatal untuk membungkam mulut mereka.“Oh, ya? Teman yang kalian remehkan ini nggak perlu melamar kerja lagi. Teman kalian yang hina-hina ini sudah menjadi asisten direktur WARA Corp.”Dito dan Yono terdiam sejenak, tapi seperkian detik berlalu tawa mereka kembali terdengar keras.“Aduhhh Kak Echa ini bisa aja. Jangan segitunya dong ngebela suaminya,” ejek Dito.“Staff akuntan masih logis. La ini asisten direktur, ya nggak logis sama sekali. Terlalu
“Apa aku bisa mempercayaimu?” tanya Niko tiba-tiba.“A-pa maksudmu?” Danang sedikit gelagapan, merasa Niko berpikiran macam-macam tentang dirinya. “tentu, kamu bisa mempercayaiku. Aku tidak mungkin mengkhianati kepercayaan Pak Abraham dan keturunannya.”“Oke. Kakek tidak mungkin salah memilih seseorang,” ucap Niko sambil melemparkan senyuman kecil. “Oh, ya. Bagaimana dengan perkembangan Permata Bank?”“Untuk saat ini masih dalam proses pembukaan lowongan kerja,” jawab Danang.Niko menjawabnya dengan mengacungkan jempolnya, lalu berbalik pergi meninggalkan ruangan direktur.***Niko mengantongi beberapa nama yang telah dicurigainya. Saat ini dia memilih menemui Abraham, Kakeknya yang masih ada di Nusantara.“Kenapa kamu tidak meminta bantuan kepada Danang? Apa kamu tidak mempercayainya?” tanya Abraham, lalu meminum teh herbal.“Aku tidak tahu.” Niko tampak ragu-ragu. “tapi sejujurnya aku menilai Danang tidak terlalu cukup baik dalam menangani masalah-masalah perusahaan.”Abraham mengan
Niko pergi ke ruangan direktur. Dia duduk di kursi kebesarannya di ruangan ini. Kini dia memainkan pena favoritnya hingga menghasilkan bunyi yang memenuhi ruangan.Namanya Nita Anggreini. Sedari tadi Niko memikirkan wanita itu. Menurutnya wanita itu sangat asyik dan energik. Dan …. Cantik. Niko tersenyum-senyum sendiri memikirkan adik angkatnya itu.TING!Niko menoleh ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka.“Oh, kamu sudah kembali?” tanya Danang sambil berjalan mendekat. “kebetulan sekali. Ini informasi yang kamu inginkan.” dia mengirimkan sebuah file ke email sang atasan.Niko merogoh ponselnya dan membuka email. Di dalamnya ada file yang berisikan informasi mengenai biodata karyawan WARA Corp dan STAR Group.“Hemmm cerdik. STAR Group banyak mengambil eks karyawan sini,” gumam Niko.“Ya begitulah.” Danang tetap berdiri, menunggu instruksi dari Niko. “apa yang kamu rencanakan?”“Belum tahu.” Niko mendongak. “aku pelajari dulu.” saat ini dia masih enggan membocorkan rencananya kepada Dan
“Kamu?” Dia bukan wanita yang menggodanya barusan. “Nita?”“Iya, aku Nita,” sahut Nita sambil mengelus-elus dadanya. “kaget loh aku. Emangnya kenapa wanita tadi kok diseret-seret dari sini?”“Kamu tidak perlu tahu,” ucap Niko sambil membuang emosinya. “Untuk apa kamu ke sini? Aku tidak ingin Danang melihatmu.”“Tenang. Kakek sudah mengaturnya. Pak Danang sekarang pergi menemui Kakek,” jawab Nita sambil melangkah maju dan mendudukkan tubuhnya di kursi depan meja kerja Niko.Niko mendengus kecil. Dia lupa Nita memiliki hak istimewa dari Abraham.“Nggak usah mikir aneh-aneh.” seolah-olah Nita bisa membaca pikiran Niko.“Untuk apa kamu datang menemuiku?” tanya Niko sekali lagi. “jika kamu memerlukan data-data lainnya, cukup menelponku saja.”Nita tak menjawab. Dia meletakkan tas ransel di atas meja dan mengeluarkan sebuah laptop.“Aku sudah mengerjakan tugasku. Informasi yang kamu inginkan sudah aku dapatkan,” kata Nita sambil mengoperasikan laptop miliknya.“Hah? Secepat itu?” Niko terte
Niko tidak langsung menjawab sehingga Nita harus menanyakan kembali pertanyaannya hingga akhirnya Niko mengangguk.“Kamu tidak ragu untuk mempercayaiku. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk tidak mempercayaimu.” Kali ini Niko mengatakannya dengan penuh kemantapan hati.Nita senang mendengarnya. Mendapat kepercayaan dari Niko itu sudah lebih dari cukup.“Oh ya, Nita. Apa Kakek punya cucu lagi?” Niko masih penasaran, karena dia pikir Nita lebih tahu banyak hal tentang Abraham daripada cucu kandungnya sendiri.“Aku nggak tahu, Kak.” Nita mengedikkan kedua bahunya. “setahuku Kakek nggak mengadopsi cucu lagi selain aku.”‘Semoga Tidak.’ Niko menatap Nita dengan senyuman geli, membayangkan seandainya Abraham mengadopsi 100 cucu seperti Nita. Pasti hidupnya kewalahan.Mata Nita memicing melihat Niko menatapnya dengan senyuman aneh, “Apa yang Kakak pikirkan tentang aku?”“Aku hanya merasa kagum padamu,” kilah Niko dengan senyuman kecil. “hemmm aku penasaran, kenapa kamu bisa mengenalku lebih du
“Bagaimana kalau Echa tahu?” Tessa berbicara dengan seringai dingin. “kamu sudah tertangkap basah, Niko.”Niko segera menguasai situasi. Dia memasang wajah bingung, seolah tidak mengerti apa yang diucapkan Tessa.Dengan santainya Niko kembali menatap Nita dan berpura-pura menjadi seorang pembeli, “Jadi gimana nih, mbak? Mana yang cocok untukku? Maaf ya merepotkan.”Tessa mengernyit.Nita mengerti kode yang diberikan Niko. Dia pun memainkan peran sebagai pelayan toko.“Nggak apa-apa. Ini sudah menjadi tugasku untuk melayani pembeli kami.” Nita tidak kikuk dan murah senyum. Dia memasangkan kemeja berwarna putih ke tubuh Niko. “ini cocok sekali untuk Bapak. Cocok dipakai untuk acara apapun.”Alis Tessa semakin berkerut saat mendengar ini, “Jadi?”Nita menoleh pada Tessa dengan murah senyum, “Mbak silahkan lihat-lihat dulu nggak apa-apa. Kalau bingung milihnya, jangan sungkan minta bantuanku.”Tessa seketika menghembus napas panjang, rupanya dia telah salah paham. Tapi senyum di bibirnya
Niko sengaja ingin mempermalukan Tessa di hadapan umum untuk memberikan efek jera.“Aku sudah beristri. Jangan menggodaku! Mungkin di luar sana ada lelaki hidung belang yang mau menerima jasamu,” seru Niko.Mata Tessa membulat dan mulutnya menganga lebar. Rasa kesal, marah, dan malu bercampur jadi satu. Orang-orang semakin banyak memperhatikannya.Tessa menatap Niko dengan mata tajamnya. Bibir tebalnya bergerak pelan, seperti akan mengatakan sesuatu.Saat ini, terdengar sorakan dari pengunjung untuk Tessa. Para wanita bahkan mulai melemparkan kalimat hinaan.“Wanita nggak tahu malu! Bisa-bisanya dia menjajakan diri di tempat umum.”“Percuma cantik sih kalau milih jadi pelacur. Jadi cewek kok murahan banget. Itunya pasti sudah disodok ribuan batang.”“Awas ibu-ibu. Jauhkan suaminya dari wanita penggoda. Ini nih yang suka merusak rumah tangga orang.”Rahang Tessa mengeras. Giginya bergemelatuk. Wajahnya menegang, tatapannya menyiratkan amarahnya.“Sembarangan kalian! Aku–” Baru saja di
“Niko, mana minumannya?! Si lelet ini, bisa kerja gak, sih? ” Lengkingan suara sang Nyonya seketika memenuhi rumah, membuat pria 20 tahunan itu berjalan cepat menuju ruang tamu sambil membawa nampan dengan tiga gelas di atasnya.Selalu seperti ini, Hesti akan memarahinya tanpa ampun jika tidak sesuai keinginan wanita itu. Padahal, Niko awalnya melamar menjadi sopir di rumah ini untuk membiayai kuliahnya sendiri di kampus yang kebetulan sama dengan Echa–anak Nyonya Hesti. Tapi, perlahan jobdesknya justru terus bertambah akibat sang Nyonya. “Maaf, barusan aku masih meracik minuman, Nyonya,” ucap Niko sembari memindahkan gelas ke atas meja untuk nyonya rumah dan kedua temannya yang baru saja pulang dari acara arisan Ibu-ibu sosialita itu. “Ck! Mau kupecat kamu?”“Udahlah, Hes. Kamu hebat loh bisa menemukan pembantu multitalenta kayak dia!” Salah satu teman sosialita Hesti berbicara. “Penurut kayak seekor anjing,” sambung yang lain dengan nada sarkas. “padahal dia ganteng sih. Tubuh