Wanita itu tak henti-hentinya mendecakkan lidah sambil sesekali menggerutu. Hari berjalan semakin buruk tanpa seorang pengawal, bahkan Timmy yang seharusnya bisa diandalkan dan memiliki kenalan yang sangat luas belum juga berhasil menemukan pengganti Rudolf.Memang, dia memiliki kriteria tersendiri dalam memilih pengawal. Jika yang dicari adalah orang yang jago beladiri atau punya pengalaman militer, mungkin dalam hitungan menit dia akan menemukan pengawal itu. Tapi syarat yang diajukannya cukup gila, dia ingin pengawal yang gay, alias yang tak tertarik dengan lawan jenis. Ini Indonesia dengan budaya timur yang masih sangat kental, jika ada kriteria pengawal seperti itu, maka orang itu takkan berani mengakui dirinya adalah seorang penyuka sesama jenis. Kenapa harus syarat gila itu? Itu yang selalu ditanyakan Timmy. Laki-laki cantik itu merasa frustasi jika harus menanyakan secara langsung kandidat yang diincar, dia bisa membedakan mana pria macho yang memiliki penyimpangan seksual, t
Wanita itu mengamati ponsel di tangannya. Entah apa yang dimakan para wartawan sehingga otak mereka bisa mengendus sesuatu yang tidak beres pada pernikahannya, bahkan situs berita online yang cukup terkenal di Ibu kota, menulis bahwa banyak kejanggalan yang terjadi pada pernikahan Grace, dilengkapi sebuah foto saat mereka diwawancara ketika Rudolf memasang ekspresi bosan dan Grace dengan senyum terpaksanya.Di sana ditulis, ada dugaan pernikahan itu hanya sensasi semata, untuk mendongkrak popularitas. Walaupun itu benar, Grace tak ingin publik tau kenyataan itu.Grace melempar ponselnya itu ke atas mejanya, hatinya begitu kesal. Semuanya ini gara gara Rudolf, laki- laki itu mengacaukan segalanya saat ini. Dari awal laki-laki itu susah diajak untuk bekerjasama.Grace mengikat asal rambutnya, perhatiannya teralih pada benda yang baru saja dilemparkan beberapa saat tadi. Benda itu meraung raung berisik. Saat melihat nama siapa yang tertera, Grace semakin kesal."Apa?""Beb, nyalakan tel
Apalah daya Rudolf selain menuruti perintah nona angkuh itu. Wanita itu tanpa peduli melemparkan kunci mobil dan menyuruh Rudolf menyetir ke Jakarta malam ini juga. Sedangkan dia merebahkan badannya di kursi belakang dan langsung tertidur pulas.Rudolf melihat, wanita itu terlihat kelelahan. Pada hakikatnya dia adalah orang yang baik, hanya saja tidak pandai menggunakan bahasa yang lebih manis. Hanya satu orang di dunia ini yang membuat Grace bisa tunduk, Raihan. Laki-laki yang masih sangat dicintai wanita itu walaupun dia sudah memilki istri dan calon anak. Bertahun-tahun Grace berusaha bangkit dari keterpurukannya walaupun belum berhasil sampai saat ini.Grace kerap kali melamun saat barang-barang yang diberikan Raihan dulu terlihat kembali olehnya. Bahkan foto mereka berdua masih setia berada di atas nakas di kamarnya.Di satu sisi, Rudolf kasihan pada Grace. Tapi di sisi lain, tak bisa disalahkan Grace tak memiliki teman yang dekat. Wataknya keras dan moodnya cendrung berubah-ubah
Grace meminum jusnya dengan tersenyum puas yang tak lepas dari bibirnya, ternyata target lebih cepat tercapai dari yang dia duga. Salah satu media online sudah menuliskan berita tentang klarifikasi dan wawancara tadi siang.Wanita yang memiliki rambut panjang indah terawat itu bangga dengan kerja kerasnya hari ini. Tak sia-sia dia mengikuti saran Timmy agar sedikit mengalah dan kembali memperkerjakan Rudolf. Grace kini bersenandung kecil walaupun terkesan sumbang. Dia menghentikan senandungnya saat handphonenya menjerit tak sabaran."Hallo?""Hallo sayang." Terdengar kekehan di seberang sana.Grace mengerutkan keningnya, rasanya suara itu tidak asing. Tapi siapa dan di mana dia pernah mendengarnya?"Siapa ini?" Nada Grace mulai ketus. "Oh sayang, begitu cepat kau melupakanku." Laki-laki itu terkekeh lagi."Jangan bertele-tele!" bentak Grace."Grace sayangku, apa kau melupakanku begitu saja setelah malam berkesan beberapa tahun lalu yang kita lalui bersama?"Grace terdiam, otaknya
Cukup lama pelukan itu, Rudolf memberikan bahunya sampai wanita itu benar-benar tenang, sepertinya belum ada keinginan bagi Grace untuk melepaskan laki-laki yang baru saja dibuangnya di jalan tol beberapa saat yang lalu."Jonathan, dia lebih menakutkan dari pada malaikat pencabut nyawa bagiku." Grace melanjutkan ucapannya dengan sedikit lebih tenang, tapi lengannya masih setia bergayut pada leher kokoh milik Rudolf. Matanya sudah terbuka dan menatap lurus jendela apartemen yang masih terbuka dan tirainya bergoyang ditiup angin."Setelah menghilang begitu lama, sekarang dia kembali.""Saya pernah mendengar namanya." Rudolf menanggapi. Grace merenggangkan tubuh mereka, tapi belum menjauh dari laki-laki itu. Untuk pertama kalinya bagi Rudolf melihat ekspresi yang berbeda dari wanita itu. Mata basah yang pasrah dan ketakutan."Dia pernah bekerjasama denganku beberapa kali. Mungkin kau sering bertemu dengannya."Grace menatap lurus mata Rudolf, dia bisa melihat bagaimana bola mata biru ke
Rudolf melepaskan wanita itu saat mereka hampir kehabisan nafas. Grace langsung mengisi oksigen ke paru-parunya dengan rakus. Nafasnya tersengal, dengan mata menatap Rudolf yang disertai sinar permusuhan. Sedangkan Rudolf bangkit dengan santai merapikan kemejanya yang kusut karena perlawanan wanita itu. Entah kenapa, dia melakukan hal gila yang tidak direncanakan sama sekali. Semua itu di luar kendali dan kekuasaannya. Akhir-akhir ini dia mulai tak bisa mengontrol emosi jika berkaitan dengan wanita itu, padahal dari dulu Grace sudah memiliki sifat seenaknya padanya. Tapi tidak begitu mengganggunya."Apa-apaan kau?" Jerit Grace yang berusaha bangkit sempoyongan, lututnya lemas seakan berubah menjadi jeli. Dia sampai berpegangan ke dinding kamar untuk menjaga ke dua kakinya agar tetap tegak berdiri, jujur saja, energinya terkuras habis karena melakukan perlawanan dan meluapkan emosinya yang tak pernah kunjung berakhir jika bersama pria di depannya.."Mulut anda perlu diberi pelajaran, N
Rudolf tak begitu peduli dengan darah segar yang mengucur cukup banyak melewati kening dan hidungnya. Setelah tiang besi itu berhasil diamankan, seorang wanita yang baru datang bernama Bella membantu mengangkat baju-baju yang berserakan di lantai dan dibantu oleh Timmy."Ya ampun, lukamu cukup parah," ujar wanita yang bekerja sebagai penata busana itu dengan wajah khawatir, Timmy yang tadi ikut terpekik sudah muncul kembali dengan kotak P3K di tangannya. Bella buru-buru mengambil kotak itu dan mendekat pada Rudolf."Luka anda harus diobati, kita lakukan pertolongan pertama dulu. Mudah-mudahan tak butuh jahitan." Rudolf menurut sambil mengusap darah dengan sapu tangannya. Sedangkan Grace hanya melongo melihat Bella yang lebih panik dari siapa pun. Dia mendecih melihat Rudolf menurut dan duduk di sofa merah maroon itu. Menurutnya tindakan Rudolf terlalu berlebihan.Bella akhirnya menyadari keadaan, lalu memandang Grace tidak enak."Ups! Sorry Grace ...." Bella buru-buru menyodorkan kot
Grace merenggangkan badannya dari kenyamanan pelukan Rudolf, mencoba menyelam ke mata laki-laki yang memiliki jabatan sebagai suami sekaligus bodyguardnya. Hanya kebingungan dan tanda tanya yang tak terucap tergambar dari bola mata biru keabu-abuan itu. Sejenak Grace merasa kecewa, apa dirinya saja yang terlalu berlebihan dan membawa perasaan. Karena setelah diamati, laki-laki itu tak membalas pelukannya, dia tak juga menolak, tapi lebih tepat dikatakan bingung."Apa kau memang begini?"Grace mencoba menggali isi hati Rudolf. Sejenak kening laki-laki itu berkerut."Saya tak mengerti."Grace mengambil nafas sejenak, lalu mencoba menyentuh dadanya. Kinerja jantung yang tak biasa, untuk menuntaskan rasa penasarannya, Grace melabuhkan telapak tangannya pada dada liat berotot milik Rudofl.Grace kembali merasa hatinya kecewa, detak itu terasa normal, biasa saja, malah dikatakan tak ada bedanya. Berbeda dengannya yang seperti selesai mengangkat beban berat.Grace tersenyum pahit. Lalu menj