Wanita itu mengamati ponsel di tangannya. Entah apa yang dimakan para wartawan sehingga otak mereka bisa mengendus sesuatu yang tidak beres pada pernikahannya, bahkan situs berita online yang cukup terkenal di Ibu kota, menulis bahwa banyak kejanggalan yang terjadi pada pernikahan Grace, dilengkapi sebuah foto saat mereka diwawancara ketika Rudolf memasang ekspresi bosan dan Grace dengan senyum terpaksanya.Di sana ditulis, ada dugaan pernikahan itu hanya sensasi semata, untuk mendongkrak popularitas. Walaupun itu benar, Grace tak ingin publik tau kenyataan itu.Grace melempar ponselnya itu ke atas mejanya, hatinya begitu kesal. Semuanya ini gara gara Rudolf, laki- laki itu mengacaukan segalanya saat ini. Dari awal laki-laki itu susah diajak untuk bekerjasama.Grace mengikat asal rambutnya, perhatiannya teralih pada benda yang baru saja dilemparkan beberapa saat tadi. Benda itu meraung raung berisik. Saat melihat nama siapa yang tertera, Grace semakin kesal."Apa?""Beb, nyalakan tel
Apalah daya Rudolf selain menuruti perintah nona angkuh itu. Wanita itu tanpa peduli melemparkan kunci mobil dan menyuruh Rudolf menyetir ke Jakarta malam ini juga. Sedangkan dia merebahkan badannya di kursi belakang dan langsung tertidur pulas.Rudolf melihat, wanita itu terlihat kelelahan. Pada hakikatnya dia adalah orang yang baik, hanya saja tidak pandai menggunakan bahasa yang lebih manis. Hanya satu orang di dunia ini yang membuat Grace bisa tunduk, Raihan. Laki-laki yang masih sangat dicintai wanita itu walaupun dia sudah memilki istri dan calon anak. Bertahun-tahun Grace berusaha bangkit dari keterpurukannya walaupun belum berhasil sampai saat ini.Grace kerap kali melamun saat barang-barang yang diberikan Raihan dulu terlihat kembali olehnya. Bahkan foto mereka berdua masih setia berada di atas nakas di kamarnya.Di satu sisi, Rudolf kasihan pada Grace. Tapi di sisi lain, tak bisa disalahkan Grace tak memiliki teman yang dekat. Wataknya keras dan moodnya cendrung berubah-ubah
Grace meminum jusnya dengan tersenyum puas yang tak lepas dari bibirnya, ternyata target lebih cepat tercapai dari yang dia duga. Salah satu media online sudah menuliskan berita tentang klarifikasi dan wawancara tadi siang.Wanita yang memiliki rambut panjang indah terawat itu bangga dengan kerja kerasnya hari ini. Tak sia-sia dia mengikuti saran Timmy agar sedikit mengalah dan kembali memperkerjakan Rudolf. Grace kini bersenandung kecil walaupun terkesan sumbang. Dia menghentikan senandungnya saat handphonenya menjerit tak sabaran."Hallo?""Hallo sayang." Terdengar kekehan di seberang sana.Grace mengerutkan keningnya, rasanya suara itu tidak asing. Tapi siapa dan di mana dia pernah mendengarnya?"Siapa ini?" Nada Grace mulai ketus. "Oh sayang, begitu cepat kau melupakanku." Laki-laki itu terkekeh lagi."Jangan bertele-tele!" bentak Grace."Grace sayangku, apa kau melupakanku begitu saja setelah malam berkesan beberapa tahun lalu yang kita lalui bersama?"Grace terdiam, otaknya
Cukup lama pelukan itu, Rudolf memberikan bahunya sampai wanita itu benar-benar tenang, sepertinya belum ada keinginan bagi Grace untuk melepaskan laki-laki yang baru saja dibuangnya di jalan tol beberapa saat yang lalu."Jonathan, dia lebih menakutkan dari pada malaikat pencabut nyawa bagiku." Grace melanjutkan ucapannya dengan sedikit lebih tenang, tapi lengannya masih setia bergayut pada leher kokoh milik Rudolf. Matanya sudah terbuka dan menatap lurus jendela apartemen yang masih terbuka dan tirainya bergoyang ditiup angin."Setelah menghilang begitu lama, sekarang dia kembali.""Saya pernah mendengar namanya." Rudolf menanggapi. Grace merenggangkan tubuh mereka, tapi belum menjauh dari laki-laki itu. Untuk pertama kalinya bagi Rudolf melihat ekspresi yang berbeda dari wanita itu. Mata basah yang pasrah dan ketakutan."Dia pernah bekerjasama denganku beberapa kali. Mungkin kau sering bertemu dengannya."Grace menatap lurus mata Rudolf, dia bisa melihat bagaimana bola mata biru ke
Rudolf melepaskan wanita itu saat mereka hampir kehabisan nafas. Grace langsung mengisi oksigen ke paru-parunya dengan rakus. Nafasnya tersengal, dengan mata menatap Rudolf yang disertai sinar permusuhan. Sedangkan Rudolf bangkit dengan santai merapikan kemejanya yang kusut karena perlawanan wanita itu. Entah kenapa, dia melakukan hal gila yang tidak direncanakan sama sekali. Semua itu di luar kendali dan kekuasaannya. Akhir-akhir ini dia mulai tak bisa mengontrol emosi jika berkaitan dengan wanita itu, padahal dari dulu Grace sudah memiliki sifat seenaknya padanya. Tapi tidak begitu mengganggunya."Apa-apaan kau?" Jerit Grace yang berusaha bangkit sempoyongan, lututnya lemas seakan berubah menjadi jeli. Dia sampai berpegangan ke dinding kamar untuk menjaga ke dua kakinya agar tetap tegak berdiri, jujur saja, energinya terkuras habis karena melakukan perlawanan dan meluapkan emosinya yang tak pernah kunjung berakhir jika bersama pria di depannya.."Mulut anda perlu diberi pelajaran, N
Rudolf tak begitu peduli dengan darah segar yang mengucur cukup banyak melewati kening dan hidungnya. Setelah tiang besi itu berhasil diamankan, seorang wanita yang baru datang bernama Bella membantu mengangkat baju-baju yang berserakan di lantai dan dibantu oleh Timmy."Ya ampun, lukamu cukup parah," ujar wanita yang bekerja sebagai penata busana itu dengan wajah khawatir, Timmy yang tadi ikut terpekik sudah muncul kembali dengan kotak P3K di tangannya. Bella buru-buru mengambil kotak itu dan mendekat pada Rudolf."Luka anda harus diobati, kita lakukan pertolongan pertama dulu. Mudah-mudahan tak butuh jahitan." Rudolf menurut sambil mengusap darah dengan sapu tangannya. Sedangkan Grace hanya melongo melihat Bella yang lebih panik dari siapa pun. Dia mendecih melihat Rudolf menurut dan duduk di sofa merah maroon itu. Menurutnya tindakan Rudolf terlalu berlebihan.Bella akhirnya menyadari keadaan, lalu memandang Grace tidak enak."Ups! Sorry Grace ...." Bella buru-buru menyodorkan kot
Grace merenggangkan badannya dari kenyamanan pelukan Rudolf, mencoba menyelam ke mata laki-laki yang memiliki jabatan sebagai suami sekaligus bodyguardnya. Hanya kebingungan dan tanda tanya yang tak terucap tergambar dari bola mata biru keabu-abuan itu. Sejenak Grace merasa kecewa, apa dirinya saja yang terlalu berlebihan dan membawa perasaan. Karena setelah diamati, laki-laki itu tak membalas pelukannya, dia tak juga menolak, tapi lebih tepat dikatakan bingung."Apa kau memang begini?"Grace mencoba menggali isi hati Rudolf. Sejenak kening laki-laki itu berkerut."Saya tak mengerti."Grace mengambil nafas sejenak, lalu mencoba menyentuh dadanya. Kinerja jantung yang tak biasa, untuk menuntaskan rasa penasarannya, Grace melabuhkan telapak tangannya pada dada liat berotot milik Rudofl.Grace kembali merasa hatinya kecewa, detak itu terasa normal, biasa saja, malah dikatakan tak ada bedanya. Berbeda dengannya yang seperti selesai mengangkat beban berat.Grace tersenyum pahit. Lalu menj
Pria yang berdiri di pojok itu hanya bisa mengamati dua orang yang tengah berdebat. Memperdebatkan dirinya tanpa merasa risih dan hormat. Terlebih wanita cantik yang sudah siap di depan kamera dengan dress yang melekat sempurna di tubuhnya."Yang benar saja, Alexander Tidak datang. Aku tak mungkin melanjutkan sesi foto ini." Wanita cantik itu melirik sinis pada laki-laki muda yang sudah siap dengan penampilannya. Sang lawan bicara, yang merupakan fotografer hari ini, mencoba memberi alasan."Ini tak bisa ditunda Grace. Fotomu harus sudah berada di sampul majalah besok pagi. Menunggu Alex sangat tidak mungkin. Laki-laki itu mendapatkan kecelakaan, dan tidak tau pasti kapan bisa pulih."Wanita yang ternyata Grace mengusap keningnya."Aku tak biasa bekerja sama dengan model amatir. Kau tau sepak terjangku selama ini, memasangkan orang baru denganku hanya akan membuat pamorku menjadi turun." Grace membalas sengit "Aku tak punya pilihan lain, dia memang baru lolos audisi, tapi dia cukup
Satu bulan kemudianTidak terhitung jam yang telah berlalu, sepanjang satu bulan ini komunikasi Rudolf dan Grace berjalan lancar. Namun satu hal yang belum juga terucap dari mulut pria kaku itu, kata cinta dan kata rindu.Grace bangun memijit kepalanya. Beberapa hari ini dia merasa tidak sehat. Pusing dan mual mendera setiap saat, dia merasa lelah padahal Tidak melakukan apa-apa di rumah maminya.Grace menyeret kakinya ke kamar mandi, memuntahkan cairan dari mulutnya. Sang mami muncul, wanita yang masih cantik itu, sebenarnya sudah menaruh curiga pada kondisi Grace. Sebagai orang tua yang sudah dua kali mengandung, dia yakin anaknya itu sedang hamil muda."Mual lagi?" Mami Grace duduk di atas ranjang, memperhatikan wajah pucat Grace. Beberapa hari ini Grace lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tidur."Iya, semakin menjadi." Grace mengikat rambutnya asal. Dia meneguk paksa air putih yang terletak di atas nakas."Sudah berapa lama kamu telat, Grace?"Grace terdiam, dia tidak tau p
"Aku akan pulang saat kau merindukanku dan menyatakan cinta padaku." Kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Rudolf bahkan setelah seminggu berlalu. Apa maksud dari perkataan Grace, dia bukan laki-laki yang berpengalaman dalam merayu wanita, apa lagi sampai berbohong supaya tujuannya tercapai.Rudolf kembali membuka pintu kamar utama yang dihuni Grace selama ini, menghirup sisa aroma Grace yang tertinggal. Baju-baju Grace masih terlipat dalam lemari serta beberapa alat-alat pribadinya seperti charger handphone dan alat kosmetik.Jika dilihat dari barangnya yang tertinggal, sepertinya Grace tak berniat pergi lama, dia hanya membawa baju yang melekat di badannya serta tas kecil. Tapi kenapa wanita itu belum juga pulang?Mengatakan cinta dan mengatakan rindu? Rudolf memang senang dengan keberadaan Grace akhir-akhir ini, jika bersama wanita itu, dia lebih bersemangat, lebih betah di rumah. Padahal dulu, jika mendapatkan cuti, dia begitu bersyukur tak bertemu dengan wanita itu.Sekarang a
Wanita itu, masih secantik yang dia ingat. Entah sudah beberapa tahun berlalu, yang jelas sudah lama sekali. Apakah Grace mendapat pelukan? Ah, tidak. Wanita di depannya persis seperti dirinya, keras dan tak pandai mengekspresikan kasih sayang."Bagaimana kabarmu?" Mami Grace berkata datar. Tapi mata tajamnya mampu membuat detak jantung Grace berdetak cepat. Rasanya sungguh emosional, bagaimanapun hubungan ibu dan anak takkan terlepas dari kasih sayang."Mami pasti tau, apa yang menimpaku akhir-akhir ini.""Ya, semua media, bahkan di negara ini, memberitakan tentangmu.""Apa mami juga malu?" Bibir Grace bergetar."Kalau aku malu, mungkin kau takkan berada di sini saat ini." Datar, tanpa ekspresi, khas mami Grace."Aku tak seburuk itu.""Mami tau. Kau tak perlu menjelaskan. Yang jelas, itulah alasannya kami melarangmu selama ini, bukan karena kami tak menyayangimu, dunia hiburan penuh intrik, sesaat kau merasa beruntung, tapi setelah itu kau akan merasa merugi selamanya."Grace terdiam
Setelah kemesraan itu, apakah mereka tidur di kamar yang sama? Tidak, mereka tetap tidur di kamar terpisah. Yang membuat Grace sebal, bagaimana bisa Rudolf kembali menjadi biasa saja setelah berulangkali mereka bermesraan. Laki-laki itu tak ada romantisnya sama sekali. Padahal Grace sudah merendahkan harga dirinya sebagai wanita penggoda. Lama-lama dia bisa menjadi wanita penggoda sungguhan.Saat ini, apa yang dilakukannya? Berdiri seperti orang bodoh dengan dua cup mie instan di depan kamar Rudolf yang tertutup. Ini sama sekali bukan dirinya. Tapi bagaimana lagi, sedetik saja tak melihat mantan pengawalnya itu, membaut Grace disiksa rindu berat."Aku memang sudah tidak waras." Grace menggerutu sendiri, tapi tangan mulusnya mengetok pintu kayu di depannya.Pintu perlahan terbuka, cengiran bodoh Grace disambut dengan wajah datar Rudolf.Tak hilang akal, Grace menyodorkan cup mie instan ke arah laki-laki itu."Aku yakin kau belum makan malam." Tanpa menunggu persetujuan, Grace menerobos
Grace tak kehilangan akal, sambil menyelam minum air, wanita seperti Grace memiliki kemampuan akting yang luar biasa, antara pura-pura dan sebenarnya sulit untuk dibedakan. Padahal tidak sesakit itu, mungkin kakinya hanya keseleo biasa buktinya tak lagi sakit saat dipijakkan, tapi kapan lagi membuat dia bisa menempel dengan suami kakunya itu. Keseleo saja mendapat hadiah digendong. Grace berusaha menahan tawa dalam hati."Ya ampun, itu sakit sekali." Grace pura-pura meringis, saat jari besar Rudolf menyentuh pergelangan kakinya."Tahan sedikit nona." Rudolf menunjukkan wajah prihatin. Dia pun memijat dengan hati-hati, takut menyakiti kaki jenjang itu."Ini sakit sekali." Grace kembali mengeluarkan akting andalannya. Namun dia kurang teliti, yang dipijat Rudolf kaki sebelah kanan, tapi yang diraba Grace malah kaki sebelah kiri. Hampir saja Grace mengumpat dirinya yang hampir ketahuan."Kaki kiri anda terkilir juga nona?" Rudolf menyentuh pergelangan kaki sebelah kiri Grace. Wajahnya s
Jika cinta yang menyusup tanpa bicara, dan hasrat yang berkobar tak terduga, dua insan yang terlena dan tak tau bagaimana cara berhenti , hanya bisa pasrah menikmati kenikmatan duniawi yang akan merubah kehidupan mereka untuk ke depannya. Grace yang jatuh cinta, Rudolf yang terlena, lalu apalagi alasan untuk menghentikan kemesraan yang dianjurkan bagi pasangan sah seperti mereka.Grace yang tak pernah menyangka akan mendapatkan perlakukan spesial dari sang suami, bersyukur dalam hati, Rudolf tak berniat berhenti. Mereka mengayuh kemesraan bersama, berlomba dengan detak jantung yang serasa ingin meledak di dada.Untuk ke dua kalinya, mereka menyatu, mengesahkan hubungan suami istri, memberi dan menerima. Tak memikirkan waktu, tak memikirkan status sosial, yang ada hanya suara sensual yang menggema di kamar kecil mereka.*****Grace menggeliat tak nyaman, sinar matahari masuk menyilaukan melewati ventilasi udara yang tak tertutup.Sejenak Grace membangun kesadarannya, kemudian dengan pi
Grace mengedarkan pandangan pada rumah sederhana itu. Terdapat ruang tamu berukuran enam kali lima meter, dua kamar dengan kamar utama lebih besar ukurannya. Satu ruang makan dan dapur kecil, minimalis sekali. Luas bangunan tak lebih dari seukuran ruang tamu apartemen Grace.Satu yang dituju Grace, kamar utama. Terdapat tempat tidur dari kayu dan kasur kapuk. Sebuah lemari dua pintu dan meja kecil, serta jendela yang langsung menghadap ke persawahan."Aku mau kamar yang ini,"kata Grace sambil menggeret kopernya dan mencoba duduk di ranjang yang akan menjadi miliknya beberapa hari. Agak keras, mungkin karena kasur itu tidak dijemur dan sudah lama tidak dipakai. Namun kondisi rumah masih bisa dikatakan baru, sekitar enam tahunan setelah selesai dibangun.Rudolf tak menolak. Dia hanya mengangguk setuju."Mana kamar mandinya?" Grace mencoba mencari pintu yang menghubungkan ke kamar mandi di kamar itu, tapi tak terlihat sama sekali."Kamar mandi cuma satu, Nona. Dan itu pun berada di dekat
Wanita itu menatap nanar ke luar jendela apartemennya. Di bawah sana, segerombolan wartawan tampak bertahan berdiri menunggu sang narasumber untuk memberikan keterangan dan klarifikasi.Sudah tiga hari berturut-turut, dimulai dari pagi-pagi sekali, bahkan ini sudah jam lima sore, para pemburu berita bertahan di depan Apartemennya.Selama tiga hari itu juga Grace tak keluar rumah, Grace tak keluar dari kamarnya. Hari ini saja, dia bahkan tidak mandi dan tidak makan.Otaknya terasa melambat dan berhenti bekerja. Dia sendiri tak tau mana yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Semua ini, terlalu mengejutkan, pamor yang diraih susah payah selama ini, hancur dalam sekejap mata.Grace mematikan handphonenya yang meraung tak henti-henti sejak tadi pagi. Sempat dia menyalakan televisi, namun dia semakin pusing, setiap acara televisi memberitakan tentang dirinya. Malah kebanyakan ada ditambah-tambahi, atau menyerempet pada hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan video itu.Dunia hiburan me
Apa yang menyebalkan bagi Grace? setelah dia tidak tidur semalaman memikirkan kemesraan berujung hubungan suami istri bersama Rudolf yang gagal kemaren pagi, dan pagi ini dia malah mendapati laki-laki itu berwajah tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa pada mereka. Laki-laki itu menatapnya sekilas, kemudian kembali menekuni koran di hadapannya. Harapan Grace setidaknya dia merasa sedikit terpengaruh padanya, tapi mungkin itu hanya tinggal harapan yang takkan terkabulkan.Grace mengikat rambutnya asal, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Lalu duduk di depan laki laki itu. Dua puluh empat jam mereka tak bertemu, sepanjang hari kemaren Grace menghabiskan waktu di tempat tidur karena nyeri haid yang melanda. Mereka baru bertemu kembali pagi ini, setelah Grace tak mampu meredam rindunya.Rudolf tampak tak terganggu sedikitpun, dia tengah seperti biasa, datar dan dingin. Grace merasa, laki- laki itu beribu kali lebih tampan pagi ini, rambut rapi yang ditata dengan gel, kemeja y