Grace mondar-mandir di luar ruangan operasi. Suasana hatinya saat ini begitu kalut. Sudah dua jam, dokter belum keluar menyampaikan kabar berkaitan dengan kondisi Rudolf. Yang Grace ingat, laki-laki itu kehilangan darah cukup banyak, sedikit saja mereka terlambat, nyawa Rudolf tak akan selamat. Semua terjadi begitu saja, pertemuan itu, tembakan dan rubuhnya Rudolf karena menyelamatkan nyawanya. Semua itu tak pernah diprediksikan sama sekali. Jika saja laki-laki itu tidak membalikkan posisi, maka Grace lah yang akan berada di ruang operasi malam ini. Laki-laki itu berbuat tak terduga, menjadikan punggungan sebagai santapan peluru demi melindunginya.Beberapa menit kemudian, Timmy datang dengan beberapa orang di belakangnya, laki-laki itu memeluk Grace dan mengungkapkan rasa khawatirnya."Beb, maaf aku baru datang. Dia pasti akan baik-baik saja. Polisi sudah bekerja dengan pihak hotel dengan memeriksa CCTV untuk menangkap Jonathan. Besok pagi, polisi juga akan melakukan investigasi de
Grace terjaga dari tidurnya saat dia merasa udara kamar perawatan semakin dingin, wanita itu bangkit mencari remote AC dan menekan tombol plus supaya udara sedikit meningkat. Dia duduk kembali di samping Rudolf, mata sayunya menatap wajah tenang yang masih belum bangun bahkan di hari ke tiga setelah operasi pengangkatan peluru dilakukan.Seperti biasa, Grace melabuhkan kecupan di pipi laki-laki itu. Sebuah kebiasaan akhir-akhir ini yang mulai ditekuninya, menggenggam tangan Rudolf yang masih terpasang selang infus. Sambil sesekali mengamati cairan infus yang menetes dengan teratur.Grace membelai rambut pendek Rudolf, merasakan tekstur lembut di jemarinya. Sungguh! Dia benar-benar memerankan peran seorang istri yang baik dan setia selama tiga hari ini, sebuah sikap yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dia sendiri tak menyangka bisa melakukan itu pada Rudolf."Kapan kau akan bangun, hmmm? Kau tau? Aku sangat kerepotan menghadapi wartawan yang mengerubungiku bagaikan lebah beberapa h
Publish ulangCanggung dan asing. Grace tak mengerti dengan dirinya sendiri. Entah kenapa semuanya jadi serba salah. Grace tak bisa menelaah rasa asing yang baru pertama dirasakannya saat ini.Rudolf sudah kembali berbaring, dia melihat Grace yang masih asik dengan kebungkamannya."Apa anda baik-baik saja, Nona? Anda terlihat tidak seperti biasanya."Grace memandang Rudolf sekilas. Kemudian kembali pada botol minuman air mineral yang berada di genggamannya."Aku sedikit lelah dan kurang tidur. Selebihnya aku baik-baik saja." Grace memaksakan senyum."Terimakasih anda telah menemani saya.""Tidak," sahut Grace. "Aku yang seharusnya berterima kasih padamu. Kalau bukan karenamu, maka aku lah yang akan berbaring di sana."Rudolf tersenyum sekilas. Dan Grace malah mengutuk jantungnya yang berdesir kembali. "Saya sudah berjanji akan melindungi anda. Dan saya sudah membuktikannya bukan?"Grace mengangguk. Bolehkah dia berharap Rudolf melindunginya bukan hanya karena dia adalah pengawal seti
Rudolf masuk ke dalam kamarnya, membuka lagi buku referensi pengolahan tanaman organik yang belum selesai dibacanya. Apa lagi yang bisa dilakukannya selama terkurung di apartemen milik Grace. Kalau biasanya wanita itu lalu lalang, sekarang lebih betah berada di dalam kamar.Susah untuk fokus walaupun Rudolf sudah memusatkan perhatiannya seutuhnya. Terbayang kembali wajah bergairah Grace dan tindakan tak terduganya. Mata sayu yang menuntut balas, serta jemari lentik yang mulai berani merambat.Rudolf mengenal wanita itu luar dalam. Wanita itu penuh kejutan dan tak bisa ditebak. Sikap dan pendiriannya gampang berubah ubah. Setelah cukup lama menghindari dan mendiamkannya, tiba tiba dia muncul dengan ekspresi tak terduga.Keanehan sudah dirasakan oleh Rudolf selama beberapa hari ini. Semburat merah jambu yang merona jika mereka terpaksa berpapasan. Tapi Rudolf tak mau ambil pusing, yang terpenting baginya saat ini adalah Jonathan tertangkap dan urusannya selesai dengan wanita itu. Rudol
Mata terpejam itu terbuka perlahan. Menyerngit tidak nyaman, Grace mencoba mengembalikan kesadaran di tengah sakit kepala yang mendera. Dia meringis memijit kepalanya yang terasa mau pecah. Setelah memaksakan bangkit walau agak terhuyun, dia mulai menyadari ada yang aneh pada dirinya. Pagi ini perutnya masih bergejolak mual, serta bercampur dengan rasa lapar. Dia tak ingat, kapan dia makan terakhir kalinya. Karena semalaman dia sibuk meratapi nasibnya yang tak pernah beruntung.Hal terakhir yang diingatnya adalah pertengkaran dengan Rudolf, aksi mengurung diri dilanjutkan dengan mengacaukan isi kamar. Grace mengingat kembali, gaun malam bewarna merah pekat dan sebotol anggur yang diminum sampai tandas, betul. Terakhir kali yang dipakainya adalah gaun merah pekat.Kesadarannya mulai kembali, Grace kemudian melebarkan mata saat menyingkirkan selimut dari tubuhnya.Gaun ini, adalah gaun yang masih baru dan belum pernah dipakai, yang pasti bukan gaun merah pekat yang dipakainya semalam.
Apa yang menyebalkan bagi Grace? setelah dia tidak tidur semalaman memikirkan kemesraan berujung hubungan suami istri bersama Rudolf yang gagal kemaren pagi, dan pagi ini dia malah mendapati laki-laki itu berwajah tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa pada mereka. Laki-laki itu menatapnya sekilas, kemudian kembali menekuni koran di hadapannya. Harapan Grace setidaknya dia merasa sedikit terpengaruh padanya, tapi mungkin itu hanya tinggal harapan yang takkan terkabulkan.Grace mengikat rambutnya asal, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Lalu duduk di depan laki laki itu. Dua puluh empat jam mereka tak bertemu, sepanjang hari kemaren Grace menghabiskan waktu di tempat tidur karena nyeri haid yang melanda. Mereka baru bertemu kembali pagi ini, setelah Grace tak mampu meredam rindunya.Rudolf tampak tak terganggu sedikitpun, dia tengah seperti biasa, datar dan dingin. Grace merasa, laki- laki itu beribu kali lebih tampan pagi ini, rambut rapi yang ditata dengan gel, kemeja y
Wanita itu menatap nanar ke luar jendela apartemennya. Di bawah sana, segerombolan wartawan tampak bertahan berdiri menunggu sang narasumber untuk memberikan keterangan dan klarifikasi.Sudah tiga hari berturut-turut, dimulai dari pagi-pagi sekali, bahkan ini sudah jam lima sore, para pemburu berita bertahan di depan Apartemennya.Selama tiga hari itu juga Grace tak keluar rumah, Grace tak keluar dari kamarnya. Hari ini saja, dia bahkan tidak mandi dan tidak makan.Otaknya terasa melambat dan berhenti bekerja. Dia sendiri tak tau mana yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Semua ini, terlalu mengejutkan, pamor yang diraih susah payah selama ini, hancur dalam sekejap mata.Grace mematikan handphonenya yang meraung tak henti-henti sejak tadi pagi. Sempat dia menyalakan televisi, namun dia semakin pusing, setiap acara televisi memberitakan tentang dirinya. Malah kebanyakan ada ditambah-tambahi, atau menyerempet pada hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan video itu.Dunia hiburan me
Grace mengedarkan pandangan pada rumah sederhana itu. Terdapat ruang tamu berukuran enam kali lima meter, dua kamar dengan kamar utama lebih besar ukurannya. Satu ruang makan dan dapur kecil, minimalis sekali. Luas bangunan tak lebih dari seukuran ruang tamu apartemen Grace.Satu yang dituju Grace, kamar utama. Terdapat tempat tidur dari kayu dan kasur kapuk. Sebuah lemari dua pintu dan meja kecil, serta jendela yang langsung menghadap ke persawahan."Aku mau kamar yang ini,"kata Grace sambil menggeret kopernya dan mencoba duduk di ranjang yang akan menjadi miliknya beberapa hari. Agak keras, mungkin karena kasur itu tidak dijemur dan sudah lama tidak dipakai. Namun kondisi rumah masih bisa dikatakan baru, sekitar enam tahunan setelah selesai dibangun.Rudolf tak menolak. Dia hanya mengangguk setuju."Mana kamar mandinya?" Grace mencoba mencari pintu yang menghubungkan ke kamar mandi di kamar itu, tapi tak terlihat sama sekali."Kamar mandi cuma satu, Nona. Dan itu pun berada di dekat