Mata terpejam itu terbuka perlahan. Menyerngit tidak nyaman, Grace mencoba mengembalikan kesadaran di tengah sakit kepala yang mendera. Dia meringis memijit kepalanya yang terasa mau pecah. Setelah memaksakan bangkit walau agak terhuyun, dia mulai menyadari ada yang aneh pada dirinya. Pagi ini perutnya masih bergejolak mual, serta bercampur dengan rasa lapar. Dia tak ingat, kapan dia makan terakhir kalinya. Karena semalaman dia sibuk meratapi nasibnya yang tak pernah beruntung.Hal terakhir yang diingatnya adalah pertengkaran dengan Rudolf, aksi mengurung diri dilanjutkan dengan mengacaukan isi kamar. Grace mengingat kembali, gaun malam bewarna merah pekat dan sebotol anggur yang diminum sampai tandas, betul. Terakhir kali yang dipakainya adalah gaun merah pekat.Kesadarannya mulai kembali, Grace kemudian melebarkan mata saat menyingkirkan selimut dari tubuhnya.Gaun ini, adalah gaun yang masih baru dan belum pernah dipakai, yang pasti bukan gaun merah pekat yang dipakainya semalam.
Apa yang menyebalkan bagi Grace? setelah dia tidak tidur semalaman memikirkan kemesraan berujung hubungan suami istri bersama Rudolf yang gagal kemaren pagi, dan pagi ini dia malah mendapati laki-laki itu berwajah tenang seperti tak pernah terjadi apa-apa pada mereka. Laki-laki itu menatapnya sekilas, kemudian kembali menekuni koran di hadapannya. Harapan Grace setidaknya dia merasa sedikit terpengaruh padanya, tapi mungkin itu hanya tinggal harapan yang takkan terkabulkan.Grace mengikat rambutnya asal, membasahi tenggorokannya yang terasa kering. Lalu duduk di depan laki laki itu. Dua puluh empat jam mereka tak bertemu, sepanjang hari kemaren Grace menghabiskan waktu di tempat tidur karena nyeri haid yang melanda. Mereka baru bertemu kembali pagi ini, setelah Grace tak mampu meredam rindunya.Rudolf tampak tak terganggu sedikitpun, dia tengah seperti biasa, datar dan dingin. Grace merasa, laki- laki itu beribu kali lebih tampan pagi ini, rambut rapi yang ditata dengan gel, kemeja y
Wanita itu menatap nanar ke luar jendela apartemennya. Di bawah sana, segerombolan wartawan tampak bertahan berdiri menunggu sang narasumber untuk memberikan keterangan dan klarifikasi.Sudah tiga hari berturut-turut, dimulai dari pagi-pagi sekali, bahkan ini sudah jam lima sore, para pemburu berita bertahan di depan Apartemennya.Selama tiga hari itu juga Grace tak keluar rumah, Grace tak keluar dari kamarnya. Hari ini saja, dia bahkan tidak mandi dan tidak makan.Otaknya terasa melambat dan berhenti bekerja. Dia sendiri tak tau mana yang harus dipikirkan terlebih dahulu. Semua ini, terlalu mengejutkan, pamor yang diraih susah payah selama ini, hancur dalam sekejap mata.Grace mematikan handphonenya yang meraung tak henti-henti sejak tadi pagi. Sempat dia menyalakan televisi, namun dia semakin pusing, setiap acara televisi memberitakan tentang dirinya. Malah kebanyakan ada ditambah-tambahi, atau menyerempet pada hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan video itu.Dunia hiburan me
Grace mengedarkan pandangan pada rumah sederhana itu. Terdapat ruang tamu berukuran enam kali lima meter, dua kamar dengan kamar utama lebih besar ukurannya. Satu ruang makan dan dapur kecil, minimalis sekali. Luas bangunan tak lebih dari seukuran ruang tamu apartemen Grace.Satu yang dituju Grace, kamar utama. Terdapat tempat tidur dari kayu dan kasur kapuk. Sebuah lemari dua pintu dan meja kecil, serta jendela yang langsung menghadap ke persawahan."Aku mau kamar yang ini,"kata Grace sambil menggeret kopernya dan mencoba duduk di ranjang yang akan menjadi miliknya beberapa hari. Agak keras, mungkin karena kasur itu tidak dijemur dan sudah lama tidak dipakai. Namun kondisi rumah masih bisa dikatakan baru, sekitar enam tahunan setelah selesai dibangun.Rudolf tak menolak. Dia hanya mengangguk setuju."Mana kamar mandinya?" Grace mencoba mencari pintu yang menghubungkan ke kamar mandi di kamar itu, tapi tak terlihat sama sekali."Kamar mandi cuma satu, Nona. Dan itu pun berada di dekat
Jika cinta yang menyusup tanpa bicara, dan hasrat yang berkobar tak terduga, dua insan yang terlena dan tak tau bagaimana cara berhenti , hanya bisa pasrah menikmati kenikmatan duniawi yang akan merubah kehidupan mereka untuk ke depannya. Grace yang jatuh cinta, Rudolf yang terlena, lalu apalagi alasan untuk menghentikan kemesraan yang dianjurkan bagi pasangan sah seperti mereka.Grace yang tak pernah menyangka akan mendapatkan perlakukan spesial dari sang suami, bersyukur dalam hati, Rudolf tak berniat berhenti. Mereka mengayuh kemesraan bersama, berlomba dengan detak jantung yang serasa ingin meledak di dada.Untuk ke dua kalinya, mereka menyatu, mengesahkan hubungan suami istri, memberi dan menerima. Tak memikirkan waktu, tak memikirkan status sosial, yang ada hanya suara sensual yang menggema di kamar kecil mereka.*****Grace menggeliat tak nyaman, sinar matahari masuk menyilaukan melewati ventilasi udara yang tak tertutup.Sejenak Grace membangun kesadarannya, kemudian dengan pi
Grace tak kehilangan akal, sambil menyelam minum air, wanita seperti Grace memiliki kemampuan akting yang luar biasa, antara pura-pura dan sebenarnya sulit untuk dibedakan. Padahal tidak sesakit itu, mungkin kakinya hanya keseleo biasa buktinya tak lagi sakit saat dipijakkan, tapi kapan lagi membuat dia bisa menempel dengan suami kakunya itu. Keseleo saja mendapat hadiah digendong. Grace berusaha menahan tawa dalam hati."Ya ampun, itu sakit sekali." Grace pura-pura meringis, saat jari besar Rudolf menyentuh pergelangan kakinya."Tahan sedikit nona." Rudolf menunjukkan wajah prihatin. Dia pun memijat dengan hati-hati, takut menyakiti kaki jenjang itu."Ini sakit sekali." Grace kembali mengeluarkan akting andalannya. Namun dia kurang teliti, yang dipijat Rudolf kaki sebelah kanan, tapi yang diraba Grace malah kaki sebelah kiri. Hampir saja Grace mengumpat dirinya yang hampir ketahuan."Kaki kiri anda terkilir juga nona?" Rudolf menyentuh pergelangan kaki sebelah kiri Grace. Wajahnya s
Setelah kemesraan itu, apakah mereka tidur di kamar yang sama? Tidak, mereka tetap tidur di kamar terpisah. Yang membuat Grace sebal, bagaimana bisa Rudolf kembali menjadi biasa saja setelah berulangkali mereka bermesraan. Laki-laki itu tak ada romantisnya sama sekali. Padahal Grace sudah merendahkan harga dirinya sebagai wanita penggoda. Lama-lama dia bisa menjadi wanita penggoda sungguhan.Saat ini, apa yang dilakukannya? Berdiri seperti orang bodoh dengan dua cup mie instan di depan kamar Rudolf yang tertutup. Ini sama sekali bukan dirinya. Tapi bagaimana lagi, sedetik saja tak melihat mantan pengawalnya itu, membaut Grace disiksa rindu berat."Aku memang sudah tidak waras." Grace menggerutu sendiri, tapi tangan mulusnya mengetok pintu kayu di depannya.Pintu perlahan terbuka, cengiran bodoh Grace disambut dengan wajah datar Rudolf.Tak hilang akal, Grace menyodorkan cup mie instan ke arah laki-laki itu."Aku yakin kau belum makan malam." Tanpa menunggu persetujuan, Grace menerobos
Wanita itu, masih secantik yang dia ingat. Entah sudah beberapa tahun berlalu, yang jelas sudah lama sekali. Apakah Grace mendapat pelukan? Ah, tidak. Wanita di depannya persis seperti dirinya, keras dan tak pandai mengekspresikan kasih sayang."Bagaimana kabarmu?" Mami Grace berkata datar. Tapi mata tajamnya mampu membuat detak jantung Grace berdetak cepat. Rasanya sungguh emosional, bagaimanapun hubungan ibu dan anak takkan terlepas dari kasih sayang."Mami pasti tau, apa yang menimpaku akhir-akhir ini.""Ya, semua media, bahkan di negara ini, memberitakan tentangmu.""Apa mami juga malu?" Bibir Grace bergetar."Kalau aku malu, mungkin kau takkan berada di sini saat ini." Datar, tanpa ekspresi, khas mami Grace."Aku tak seburuk itu.""Mami tau. Kau tak perlu menjelaskan. Yang jelas, itulah alasannya kami melarangmu selama ini, bukan karena kami tak menyayangimu, dunia hiburan penuh intrik, sesaat kau merasa beruntung, tapi setelah itu kau akan merasa merugi selamanya."Grace terdiam