Akh. Di mana-mana ada Stella.Senyum Claire langsung memudar. Rainer menyadari ketegangan sang istri. Tangannya langsung mengusap lembut punggung Claire.“Stella di sini, Bibi?” Rainer bertanya pada Bibi-nya.Agnes menggeleng. “Oh, tidak. Tetapi ia akan datang berkala untuk mengantar sayuran. Terkadang kalau kemalaman, ia menginap. Itu sebabnya Stella memiliki stok pakaian di sini.”Setelah mendengar penjelasan Agnes, Claire menghela napas lega. Ia merasa lebih baik menghindari Stella.“Begitu. Aku pikir salah satu pekerja yang mengantar sayuran ke sini.” Rainer bertanya penasaran.“Awalnya begitu. Tetapi, sejak kamu ke luar negeri, ia mengantar sendiri. Untuk mengurangi kebosanan katanya.” Agnes tersenyum sedikit sambil melirik Claire.“Aku tidak tau.” Rainer membalas sambil menggandeng tangan istrinya masuk ke restoran.“Anak itu rajin sekali. Setelah mengantar, ia juga yang akan mengurus pembayaran. Semua dilakukan sendiri.”Pujian Agnes untuk Stella justru membuat Rainer curiga. T
Rainer tersentak kaget. Ia langsung menepikan kendaraannya. Kemudian duduk menyamping menghadap Claire.“Kapan ia berkata begitu, My Lady?”“Tadi pagi. Kami bertemu di toilet. Aku bertanya kenapa ia terlihat sangat tidak menyukaiku.”“Lalu?”“Stella bilang karena kamu adalah calon suaminya. Semua orang terkejut ketika kamu kembali dengan membawa seorang istri.”“Kamu tau, Stella terlampau dekat dengan keluargaku sehingga membuat ia dan orang-orang berpikiran begitu. Sesungguhnya, aku tidak pernah melamarnya untuk menjadi istriku,” jelas Rainer panjang lebar.“Ya. Stella memang selalu ada di mana-mana di dekat keluargamu,” gumam Claire.Wanita itu lalu mengungkapkan bahwa ia merasa seperti wanita yang merebut kekasih wanita lain. Rainer dengan cepat menggeleng dan menghibur sang istri. Berkali-kali mengatakan bahwa tidak ada perasaan apa-apa untuk Stella.“Tetapi, Stella bilang bahwa kamu juga mengatakan bahwa kamu mencintainya.” Claire kini menatap tajam mata sang suami.Gelengan kepa
Claire adalah wanita cerdas. Potongan-potongan memori berhasil ia rangkum sendiri. Ia juga mendesak otaknya untuk bekerja sama memulihkan ingatan.Ya. Kini, Claire paham apa yang sedang terjadi. Apa yang ia lakukan di daerah Conrad. Bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan dan penyebabnya.Satu yang ia sesali. Dari semua keadaan, Rainer memilih bungkam tentang kenyataan pernikahan mereka. Apa pun alasannya, Claire tidak terima.“My Lady, dengarkan …. ““Stop,” potong Claire. “Jangan panggil aku dengan nama itu. Aku tidak suka!”“Aku sudah memanggilmu seperti itu sehari sebelum kita menikah.” Rainer menolak santun.“Masa bodoh!”Perasaan Claire terluka. Ia kini tak tau harus percaya pada siapa. Yang ia inginkan adalah kembali ke tempat tinggalnya sendiri.Wanita itu beranjak ke lemari pakaian. Mengangkat dan membuka kopernya. Lalu, dengan cepat menjejalkan semua pakaian miliknya ke dalam koper.Saat sedang bergegas, sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang. Claire memberontak. Namu
Malam itu adalah kali pertama, Rainer tidur di sofa. Perdebatan dengan Claire selesai dengan keputusan yang tetap dianggap tidak sesuai dengan keinginan. Claire melempar bantal dan meminta Rainer tidak tidur seranjang dengannya.Sebenarnya, Claire tidak tega. Sofa itu ternyata kecil untuk menampung tubuh besar Rainer. Lagipula, bukankah ini rumah tinggal pribadi milik Rainer dan ia berbuat semena-mena pada sang pemilik.Claire mengembuskan napas kasar. Kenapa Rainer tidak pindah saja tidur di kamar lain? Claire bertanya-tanya di dalam hati.Pagi harinya, Rainer bangun lebih dulu. Ia langsung menuju kamar mandi. Lelaki itu berdiri di bawah pancuran air dingin.Rainer keluar dengan telah menggunakan pakaian. Saat itu, Claire sudah bangun. Ia tampak sibuk dengan telepon genggamnya.Melihat Rainer telah selesai menggunakan kamar mandi, Claire masuk ke kamar mandi. Setengah jam kemudian, wanita keluar.Pakaian yang dikenakan Claire membuat Rainer terpana. Blus halus polos lengan pendek den
“Tolong kau usut ini. Tindak yang tegas jika memang benar terjadi kecurangan. Siapa pun dia!” Rainer berkata tegas pada Dion.Lelaki itu baru saja sampai kantor. Ia langsung menuju ruang kerja pengacara perusahaan. Dion, sahabatnya mengerutkan kening menerima data dari sang atasan.Tak lama kemudian, Dion terlihat serius. Matanya menatap teliti satu demi satu bukti yang diberikan Rainer. Kepalanya menggeleng keras.“Ini bukan saja kecurangan, King. Orang yang terlibat bisa diadili dengan berlapis-lapis kejahatan.”“Kalau begitu, lakukan prosesnya diam-diam.”“Diam-diam? Kenapa?”“Jangan sampai dia tau bahwa kita sudah curiga.”Dion menatap sang sahabat. Ia baru saja sampai pada lembar terakhir. Matanya terbelalak melihat data tersebut.“Stella?” ucapnya kaget.“Ssstttt ...!” Rainer mendelik dengan meletakkan telunjuknya di bibir.Pengacara perusahaan itu menutup mulutnya. Ia kemudian mengutak-atik laptop lalu menatap layar. Lelaki itu bernapas lega.“Aman. CCTV di depan ruang ini koso
Rainer termenung. Sesekali mengembuskan napas berat. Ia tak sadar seseoang sudah duduk di sampingnya.“Aku berharap kamu tidak lama di luar negeri.”Suara wanita menyadarkan Rainer dari lamunannya. Lelaki itu menoleh dan menahan napas beberapa detik saat tau Stella sudah berada di sisinya.“Tidak tau.” Rainer menjawab singkat.“Sebenarnya aku ingin ikut, tetapi Papa minta aku menjaga perusahaan di sini.”Lelaki itu mendengus kesal dalam hati. Menjaga yang dimaksud Stella mungkin berbuat lebih banyak kelicikan. Sayang, saat ini ia harus berpura-pura tidak ada masalah yang ia temukan pada perusahaannya.“Papa benar.” Rainer membalas pelan.“Aku rela melakukannya bertahun-tahun demi kamu, King.”“Dan aku memintanya secara profesional. Kamu dibayar cukup besar untuk jabatan yang kamu dapatkan di perusahaan Conrad di sini.”Terdengar hembusan napas panjang dari hidung Stella. Ia mulai meracau, mengatakan selalu merindukan Rainer. Hadirnya ia di rumah ini merupakan caranya untuk melampiaska
Maya memeluk Claire. Mengusap lembut punggungnya. Lalu, mencium dahi sang menantu.“Tidurlah, Claire. Besok, kalian berangkat dini hari.” Maya Menggandeng lengan Claire, membawanya keluar dari ruang keluarga.Di dalam kamar, Claire sendirian. Rainer belum selesai berbincang dengan Adam. Atau entah ke mana suaminya tersebut.Koper-koper di depan pintu sudah siap diangkut. Rainer yang membereskan semuanya. Claire menggeleng samar mengingat bagaimana lelaki itu selalu membantunya.Saat Claire sudah berbaring di ranjang, ia mendengar pintu kamar dibuka perlahan. Seseorang, pasti Rainer, terdengar mendorong koper-koper keluar. Setelah itu ia mendengar suara Rainer memerintahkan sesuatu.Setelah itu, pintu kembali tertutup. Claire merasakan ranjang bergerak sedikit saat Rianer naik ke atasnya. Lelaki itu terdengar mengembuskan napas panjang.Dini hari, saat alarm berbunyi, Claire bangun. Perlahan ia menoleh ke samping tempat tidur dan tidak menemukan Rainer di sana. Wanita cantik itu segera
Claire merasa Rainer menatapnya aneh. Ia memang seperti sedang bergumam sendiri. Namun, ia yakin Rainer mengerti maksudnya.“Terus-terang saja setelah menjalaninya, aku sama sekali tidak menyesal.” Rainer akhirnya menjawab.Wanita itu menyandarkan kepalanya. Matanya menatap langit-langit pesawat. Sama seperti Rainer, ia merasa pernah menikmati hari-hari kebersamaannya bersama Rainer.“Apa rencanamu setelah ini?” tanya Claire tanpa menatap Rainer.“Masih sama. Menjalankan bisnis keluarga. Kamu?”Bahu Claire naik dan turun. “Entahlah. Rasanya aku ingin pergi jauh dari kesibukan sebagai pebisnis.”Sontak, kepala Rainer menoleh cepat pada Claire. Dengan nada khawatir bertanya apa maksud dari perkataannya. Claire hanya menggeleng samar.“Konsekuensi yang akan aku dapatkan jelas, Rainer. Lunar akan menjadi pemimpin perusahaan setelah aku mengakui sandiwara ini.” Claire berkata pelan.“Aku tidak setuju!” Rainer berkata dengan nada tinggi.“Sssttt.” Claire mengingatkan Rainer bahwa mereka tid
Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek
Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj
“Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer
“Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m
Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki
Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun
Rainer datang saat ke perusahaan Rischmont untuk menjemput putri-putrinya. Dari jauh ia sudah melihat si kembar yang berlarian di lobi. Sedikit kekacauan mereka buat saat berbagai kertas, alat tulis atau bahkan kabel komputer menjadi mainan.“Nona, nanti kesetrum. Letakkan kabelnya, ya.” Pengasuh Linda melarang nona mudanya menarik-narik kabel.“Kabelnya lucu. Warnanya ungu.” Linda beralasan saat pengasuh bertanya kenapa ia senang sekali pada kabel tersebut.“Nona Rinna, itu kertas penting. Gambar di kertas lain saja, ya.” Kini pengasuh memohon pada nona mudanya agar kertas-kertas yang ia ambil diletakkan ke tempat semula.Kedua pengasuh bernapas lega, saat melihat Rainer masuk. Lelaki dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga sikunya itu tersenyum pada kedua anak perempuan yang menunjuk-nunjuk dirinya.“Papi.” Keduanya lalu berlarian menghampiri Rainer.Kedua tangan Rainer terentang lebar. Ia memeluk kedua putrinya sekaligus kemudian menciuminya satu persatu. Setelah itu ia m
“Grandpa tidak mengerti. Coba ceritakan apa yang terjadi.”Claire membiarkan si kembar bercerita. Bibir mungil kedua putrinya bergerak-gerak tak henti. Cerita mereka sungguh random.Dari kesal karena mereka akan dipisahkan di kelas berbeda. Kemudian melihat Papi mencium Mammy di bibir. Lalu, permainan menarik di playground sekolah. Hingga mereka kemudian kembali pada cerita saat bertemu guru pertama kali di sekolah.“Aku tidak suka gurunya!” Si kembar berkata berbarengan.“Guru itu tidak melakukan apa pun pada kalian.” Claire menimpali ucapan si kembar.“Memangnya kalau memisahkan anak berarti tidak melakukan apa pun?”Umur mereka baru dua tahun. Namun, sungguh, terkadang Claire sampai bingung menjawab pertanyaan atau bahkan terpana dengan ucapan yang meluncur dari bibir putri-putrinya.“Sekolah melakukannya agar kalian bisa mandiri tanpa ketergantungan satu sama lain.”Sejenak si kembar saling menatap wajah masing-masing. Tiba-tiba dua anak kecil perempuan itu saling berpelukan erat.
Dua Tahun Berikutnya.“Erinna Rainclare Conrad dan Erlinda Rainclare Conrad.”Dua anak perempuan berlarian menghampiri seorang wanita yang memanggil nama lengkap mereka. Rainer dan Claire hanya terkekeh dan mengikuti putri-putri mereka.“Yang mana Rinna dan yang mana Linda?” Wanita yang berprofesi guru sekolah itu bertanya pada dua anak cantik di depannya.“Aku Rinna.”“Aku Linda.”Bergantian anak kecil itu menjawab. Wanita di depan mereka melirik Rainer dan Claire yang mengangguk membenarkan. Maklum wajah kedua kembar itu sangat mirip.Rinna dan Linda saat ini sedang trial untuk masuk sekolah playgroup. Keduanya sangat bersemangat. Meskipun menurut Rainer keduanya masih sangat kecil untuk bersekolah, tetapi akhirnya ia menyetujui saat putri-putrinya itu terus merengek.“Rinna di kelas A, dan Linda di kelas B,” ucap guru tersebut.Kedua anak perempuan itu lalu menatap guru mereka. Kemudian menatap Rainer dan Claire. Rinna dan Linda mundur teratur sambil menggelengkan kepala.“Rinna ma