Claire adalah wanita cerdas. Potongan-potongan memori berhasil ia rangkum sendiri. Ia juga mendesak otaknya untuk bekerja sama memulihkan ingatan.Ya. Kini, Claire paham apa yang sedang terjadi. Apa yang ia lakukan di daerah Conrad. Bagaimana ia bisa mengalami kecelakaan dan penyebabnya.Satu yang ia sesali. Dari semua keadaan, Rainer memilih bungkam tentang kenyataan pernikahan mereka. Apa pun alasannya, Claire tidak terima.“My Lady, dengarkan …. ““Stop,” potong Claire. “Jangan panggil aku dengan nama itu. Aku tidak suka!”“Aku sudah memanggilmu seperti itu sehari sebelum kita menikah.” Rainer menolak santun.“Masa bodoh!”Perasaan Claire terluka. Ia kini tak tau harus percaya pada siapa. Yang ia inginkan adalah kembali ke tempat tinggalnya sendiri.Wanita itu beranjak ke lemari pakaian. Mengangkat dan membuka kopernya. Lalu, dengan cepat menjejalkan semua pakaian miliknya ke dalam koper.Saat sedang bergegas, sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang. Claire memberontak. Namu
Malam itu adalah kali pertama, Rainer tidur di sofa. Perdebatan dengan Claire selesai dengan keputusan yang tetap dianggap tidak sesuai dengan keinginan. Claire melempar bantal dan meminta Rainer tidak tidur seranjang dengannya.Sebenarnya, Claire tidak tega. Sofa itu ternyata kecil untuk menampung tubuh besar Rainer. Lagipula, bukankah ini rumah tinggal pribadi milik Rainer dan ia berbuat semena-mena pada sang pemilik.Claire mengembuskan napas kasar. Kenapa Rainer tidak pindah saja tidur di kamar lain? Claire bertanya-tanya di dalam hati.Pagi harinya, Rainer bangun lebih dulu. Ia langsung menuju kamar mandi. Lelaki itu berdiri di bawah pancuran air dingin.Rainer keluar dengan telah menggunakan pakaian. Saat itu, Claire sudah bangun. Ia tampak sibuk dengan telepon genggamnya.Melihat Rainer telah selesai menggunakan kamar mandi, Claire masuk ke kamar mandi. Setengah jam kemudian, wanita keluar.Pakaian yang dikenakan Claire membuat Rainer terpana. Blus halus polos lengan pendek den
“Tolong kau usut ini. Tindak yang tegas jika memang benar terjadi kecurangan. Siapa pun dia!” Rainer berkata tegas pada Dion.Lelaki itu baru saja sampai kantor. Ia langsung menuju ruang kerja pengacara perusahaan. Dion, sahabatnya mengerutkan kening menerima data dari sang atasan.Tak lama kemudian, Dion terlihat serius. Matanya menatap teliti satu demi satu bukti yang diberikan Rainer. Kepalanya menggeleng keras.“Ini bukan saja kecurangan, King. Orang yang terlibat bisa diadili dengan berlapis-lapis kejahatan.”“Kalau begitu, lakukan prosesnya diam-diam.”“Diam-diam? Kenapa?”“Jangan sampai dia tau bahwa kita sudah curiga.”Dion menatap sang sahabat. Ia baru saja sampai pada lembar terakhir. Matanya terbelalak melihat data tersebut.“Stella?” ucapnya kaget.“Ssstttt ...!” Rainer mendelik dengan meletakkan telunjuknya di bibir.Pengacara perusahaan itu menutup mulutnya. Ia kemudian mengutak-atik laptop lalu menatap layar. Lelaki itu bernapas lega.“Aman. CCTV di depan ruang ini koso
Rainer termenung. Sesekali mengembuskan napas berat. Ia tak sadar seseoang sudah duduk di sampingnya.“Aku berharap kamu tidak lama di luar negeri.”Suara wanita menyadarkan Rainer dari lamunannya. Lelaki itu menoleh dan menahan napas beberapa detik saat tau Stella sudah berada di sisinya.“Tidak tau.” Rainer menjawab singkat.“Sebenarnya aku ingin ikut, tetapi Papa minta aku menjaga perusahaan di sini.”Lelaki itu mendengus kesal dalam hati. Menjaga yang dimaksud Stella mungkin berbuat lebih banyak kelicikan. Sayang, saat ini ia harus berpura-pura tidak ada masalah yang ia temukan pada perusahaannya.“Papa benar.” Rainer membalas pelan.“Aku rela melakukannya bertahun-tahun demi kamu, King.”“Dan aku memintanya secara profesional. Kamu dibayar cukup besar untuk jabatan yang kamu dapatkan di perusahaan Conrad di sini.”Terdengar hembusan napas panjang dari hidung Stella. Ia mulai meracau, mengatakan selalu merindukan Rainer. Hadirnya ia di rumah ini merupakan caranya untuk melampiaska
Maya memeluk Claire. Mengusap lembut punggungnya. Lalu, mencium dahi sang menantu.“Tidurlah, Claire. Besok, kalian berangkat dini hari.” Maya Menggandeng lengan Claire, membawanya keluar dari ruang keluarga.Di dalam kamar, Claire sendirian. Rainer belum selesai berbincang dengan Adam. Atau entah ke mana suaminya tersebut.Koper-koper di depan pintu sudah siap diangkut. Rainer yang membereskan semuanya. Claire menggeleng samar mengingat bagaimana lelaki itu selalu membantunya.Saat Claire sudah berbaring di ranjang, ia mendengar pintu kamar dibuka perlahan. Seseorang, pasti Rainer, terdengar mendorong koper-koper keluar. Setelah itu ia mendengar suara Rainer memerintahkan sesuatu.Setelah itu, pintu kembali tertutup. Claire merasakan ranjang bergerak sedikit saat Rianer naik ke atasnya. Lelaki itu terdengar mengembuskan napas panjang.Dini hari, saat alarm berbunyi, Claire bangun. Perlahan ia menoleh ke samping tempat tidur dan tidak menemukan Rainer di sana. Wanita cantik itu segera
Claire merasa Rainer menatapnya aneh. Ia memang seperti sedang bergumam sendiri. Namun, ia yakin Rainer mengerti maksudnya.“Terus-terang saja setelah menjalaninya, aku sama sekali tidak menyesal.” Rainer akhirnya menjawab.Wanita itu menyandarkan kepalanya. Matanya menatap langit-langit pesawat. Sama seperti Rainer, ia merasa pernah menikmati hari-hari kebersamaannya bersama Rainer.“Apa rencanamu setelah ini?” tanya Claire tanpa menatap Rainer.“Masih sama. Menjalankan bisnis keluarga. Kamu?”Bahu Claire naik dan turun. “Entahlah. Rasanya aku ingin pergi jauh dari kesibukan sebagai pebisnis.”Sontak, kepala Rainer menoleh cepat pada Claire. Dengan nada khawatir bertanya apa maksud dari perkataannya. Claire hanya menggeleng samar.“Konsekuensi yang akan aku dapatkan jelas, Rainer. Lunar akan menjadi pemimpin perusahaan setelah aku mengakui sandiwara ini.” Claire berkata pelan.“Aku tidak setuju!” Rainer berkata dengan nada tinggi.“Sssttt.” Claire mengingatkan Rainer bahwa mereka tid
“Claire, tunggu!”Wanita itu berhenti. Tangannya dicekal Rainer hingga menghentikan langkah. Dengan cepat, Claire menepis genggaman lelaki itu dari tangannya.“Kita akan mengakhiri semua ini, Rainer.”“Kenapa?”“Karena ini tidak benar. Kita menikah bukan karena cinta.”“Kita telah mengaku saling mencintai. Kamu ingat?”Claire terkesiap sejenak. Iya, ia ingat pernah mengucapkan kalimat itu pada Rainer. Wanita itu mengembuskan napas panjang.“Tetapi, saat itu aku sedang kehilangan ingatan,” ucap Claire pelan.“Maksudmu? Saat ini kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan?” desak Rainer.Mata Claire menatap mata emerald itu. Kepalanya menggeleng.“Tidak, aku rasa tidak.”Melihat Rainer terpaku mendengar pernyataannya, Claire langsung berlari masuk ke dalam kamar. Ia mengunci pintu dan langsung menjatuhkan diri ke ranjang besarnya.Tak terasa air mata mengalir dari mata. Dadanya terasa sesak sekarang. Apa yang pernah ia lakukan bersama Rainer terbayang di pikirannya.Batin Claire bertanya,
Selesai makan malam, tiga rombongan membubarkan diri. Brandon, Andrea dan Lunar pergi lebih dulu dengan satu mobil. Adam dijemput Paman Neil menyusul beberapa saat kemudian.Claire memperhatikan Rainer yang berbicara pada petugas valet parking. Lelaki itu benar-benar mengacuhkan dirinya. Tidak seperti biasa, yang selalu perhatian.Perlakuan Rainer membuat Claire semakin yakin ia harus segera menghentikan sandiwara ini. Ia sudah tidak perduli dengan karir dan nama baiknya yang mungkin akan tercemar. Apalagi, Rainer sudah terlihat acuh padanya.Mobil mereka datang saat Claire sedang termenung. Rainer menyentuh lengan Claire untuk menyadarkannya. Wanita itu tersentak dan mengangguk saat Rainer memintanya masuk ke dalam mobil yang sudah dibukakan pintunya oleh petugas valet.“Kamu baik-baik saja?” Rainer berkata sambil menoleh sekilas pada Claire.“Iya. Aku baik-baik saja.” Claire membalas singkat.Wanita itu memang banyak termenung hari ini. Rainer pasti menyadarinya. Apalagi sebenarnya,