"Mas tuh kenapa sih, dateng-dateng malah cari gara-gara aja!" seru Tasya kesal dengan kelakuan sang suami.Mendapat tamparan dari Tasya, Varo pun nampak geram dan tangannya mulai kembali naik keatas. Saat Varo hendak melayangkan pukulan, saat itu juga Revan datang dan berhasil menahan lengan Varo."Jangan main tangan! Kalau ada masalah selesaikan baik-baik," ucap Revan berusaha menengahi perdebatan antara kedua adiknya.Varo pun segera menurunkan tangannya dan Revan pun langsung melepaskan cekalannya juga."Kedaimu kenapa, Neng?" tanya Revan kepada sang adik.Tasya tak menjawab, hanya menunjuk saja, menyuruh sang kakak untuk melihat sendiri.Revan pun segera meninggalkan kedua adiknya dan melihat keadaan kedai sang adik. Rasa sakit dan marah pun mulai hinggap di hati Revan saat melihat kedai yang nampak kacau balau."Astagfirullah, ulah siapa ini, Neng? Kamu ada masalah sama orang?" tanya Revan kemudian."Neng gak tau, Bang. Neng juga bingung, ada masalah sama siapa. Perasaan Neng ja
Tatapan mata elang Varo begitu menusuk di relung hati Tasya yang paling dalam hingga membuatnya menciut seketika mendengar ucapan itu. Apalagi, Varo pun sudah mulai menggunakan kata 'saya' dan memanggil nama, itu berarti Varo benar-benar marah."Terus, kalau misalnya aku laper gimana? Kan dirumah gak ada makanan," ucap Tasya sedikit memelas."Ada gofud, kan? Uang yang kemaren masih kurang?" tanya Varo kembali."Ma -- masih, sih," ucap Tasya ragu."Ya udah, gak usah ribet! Makan tinggal pesen aja, duit ada, diem dirumah ntar juga dateng sendiri," gerutu Varo seraya beranjak dari kamarnya beralih menuju ruang tamu dan segera mulai memakai sepatunya.Tasya pun menghela napasnya berat lalu segera bangkit dan mengikuti lelakinya itu."Bentar,Mas," ucap Tasya."Apa lagi?" tanya Varo sambil menghentikan aktifitasnya itu.Tasya pun berjongkok didepan suaminya, setelah itu ia mengecup pelan area leher sang suami. Awalnya hanya mengecup dan menghisap, namun lama kelamaan ia gigit, sehingga memb
Varo pun iseng membuka status WeAnya, ternyata Tasya baru saja membuat status sekitar 5 menit yang lalu.'Cek, ngga, cek, nggak? Argh, gini amat sih perasaan,' gerutu Varo kembali.Namun, ia penasaran, akhirnya ia pun membuka status Tasya itu. Tasya membuat 3 buah status, pertama tentang keadaan kedainya yang hancur, lalu screenshot percakapan antara Tasya dan juga Key, terakhir sebuah caption yang setidaknya mampu menyindir Varo.["Kalau kangen tuh, ya chat, jangan munter aja sendiri! Kesel sendiri, gegara gak di chat. Suru chat duluan ... malu, gengsi, huh, dasar aku!"]'Ya ilah, ternyata sama - sama gengsi, gimana mau kelar ini masalah,' kekeh Varo saat melihat status Tasya.Varo berniat mengetik pesan, untuk membalas status Tasya namun tak jadi.Beberapa kali ia menulis namun dihapusnya lagi, sampai ia pun kesal sendiri lama-lama.'Bodo ah! Mending gua ke resto aja,' putus Varo akhirnya sambil melempar hp miliknya ke jok sebelahnya.***Sementara itu, setelah Varo pergi tadi, Tasy
Tasya langsung terdiam saat mendengar kata-kata itu. Ia pun hanya mengangguk lalu segera menyalami sang kakak, dan setelah itu, Revan pun pergi. Seperginya Revan, Tasya pun membereskan mangkok bekas makan mereka dan memilih untuk membersihkan rumahnya seperti menyapu dan juga mengepel lantai serta mencuci piring. 'Nah, kan bersih dan rapih. Tinggal mandi yang wangi terus angkat jemuran deh,' ucap Tasya sambil tersenyum. Tasya pun berlalu menuju kamar mandinya dan segera mandi. Setelah mandi, ia pun segera mengganti bajunya dan berdandan tipis - tipis. 'Dah cantik sekarang, tinggal nunggu Mas pulang aja. Eh tapi, Mas Varo pulang kapan ya? Udah mau jam 6 tapi belum ada tanda-tanda pulang,' lirih Tasya pelan. Tasya pun memilih untuk duduk di ruang tamunya dan menyalakan TV. Ia mulai memainkan remote-nya mencari program acara TV yang seru. Namun sayang, tak ada yang program TV yang menarik dan akhirnya ia memilih menonton serial animasi Si Kembar dari Kampung Durian Runtuh saja. Tak
Varo yang kesal pun akhirnya memilih beranjak ke dapur dan mengambil segelas air, lalu ... Byur! Tasya yang saat itu tengah tertidur pun langsung bangun dan gelagepan karena di siram oleh Varo. "Astagfirullah, ya Allah, Mas, emang gak bisa bangunin pelan, kenapa harus diguyur gini? Abang sama Papa aja seumur-umur gak pernah nyiram mukaku," ucap Tasya sedikit sendu sambil mengusap air di wajahnya. "Udah pelan tapi gak bangun-bangun jadi siram aja," ucap Varo ketus sambil menaruh gelas itu di meja depannya. Tasya pun perlahan bangkit dari tidurnya sambil memegangi kepalanya yang sedikit pusing. "Mas udah pulang dari tadi? Pasti capek ya? Mas mau makan dulu gak?" tanya Tasya berusaha lembut. "Nggak!" jawab Varo dengan ketus. Tasya pun hanya menghembuskan napasnya kasar lalu mengusap wajahnya yang masih sedikit basah itu. "Ya udah kalau nggak mah. Jam berapa sih ini? ... Baru jam satu malem rupanya, tidur lagi lah, ngantuk," lirih Tasya seraya bangkit dari tidurnya sambil memegan
"Mas, kamu ngapain sih diem disitu, astagfirullah, ngagetin aja! Tuh liat, jadi pecah kan piring aku," gerutu Tasya kesal sambil memunguti tempenya yang terjatuh."Lah, kamu liat suami sendiri aja kaget, Dek, gimana ceritanya?" tanya Varo sedikit ketus."Gimana gak kaget, kamu diem disitu sambil kacak pinggang, mana rambut sama muka masih awut-awutan gak jelas, udah kek penampakan aja!" gerutu Tasya kembali.Tasya pun segera mengambil sapu dan pengkinya. Lalu, membereskan sisa-sisa pecahan piring tadi. Ia kesal, karena menunya jadi berkurang satu dan terpaksa harus menggoreng kembali.Sementara Varo, ia pun melihat menu yang ada. Menu yang dihidangkan Tasya benar-benar menggugah seleranya. Perasaan lapar pun mulai hinggap di diri Varo. Ia pun lalu membuka magicomnya namun tak lama raut wajahnya mendadak lesu."Ini nasinya ada ikannya, Dek?" tanya Varo pelan."Iya lah, namanya nasi liwet pasti ada ikan terinya," ucap Tasya dengan ketus.Varo pun menghembuskan napasnya kasar lalu segera
Kepingan memori masa lalu Tasya pun seketika berputar. Ia ingat mata itu, mata elang milik seseorang yang ia nanti selama ini. Tapi, kenapa mata itu ada di Mas Varo?"Dek, awas kena mataku," ucap Varo mengingatkan dan mampu menarik kesadaran Tasya kembali."Ah, maaf, Mas," ucap Tasya lirih dan hanya mendapat anggukan dari Varo.Tasya pun kembali meneruskan kegiatannya, membantu menggosok area punggung sang suami yang sedikit sulit di capai sendiri oleh Varo.Setelah 30 menit berendam, Varo pun meminta untuk segera menyudahi acara berendamnya, karena ia mulai sedikit kedinginan."Beneran udah, Mas?" tanya Tasya memastikan."Iya, Dek," jawab Varo singkat.Tasya pun segera mengambil handuk yang baru saja tadi pagi ia cuci dan langsung memberikannya kepada Varo."Pelan - pelan ngelapnya, Mas," ucap Tasya dan hanya mendapat anggukan dari Varo.Setelah itu, keduanya pun segera menuju kamar mereka."Mas, mau pake baju apa pake daleman doang? Biar nanti aku salepin pas kamu tidur," ucap Tasya
Tasya nampak terdiam sebentar. Namun, Raut wajahnya seketika lesu dan binar di wajahnya meredup, menandakan bahwa ia tak baik-baik saja."Dek," lirih Varo pelan sambil membelai lembut tangan sang istri."Mas, aku dosa yah, kalau misalnya nentang keinginan kamu itu?" tanya Tasya sendu.Varo pun nampak menghembuskan napasnya kasar, mencoba sedikit menetralkan degup jantungnya. Salahnya kembali kali, ia tau bahwa saat ini keduanya baru berbaikan tapi lagi - lagi ia membuat perkara.Varo membelai lembut wajah sang istri lalu mengecup pelan lengannya."Kenapa, Dek? Ada masalah kah? Apa kamu gak yakin kalau aku bisa ngasih kehidupan yang layak untuk kamu?" tanya Varo memastikan dan mendapat gelengan dari Tasya."Nggak, Mas, bukan itu," lirih Tasya."Terus apa, Dek?" tanya Varo ingin tau "Sebenarnya, kedai itu salah satu penunjang kehidupan Abang dan keluarga juga, Mas. Selama ini, kehidupannya Abang ngandelin dari kedai aku. Abang gak mungkin bisa kerja kek orang-orang yang berangkat sore
"Mbaknya tau lampu ayam yang kuning itu gak?" tanya Key dan mendapat anggukan dari mereka berdua."Lampu ayam itu nanti taruh ditengahnya, Mbak. Posisinya pasin sama perut si dedek. Terus, nanti pas tidur, matanya dikasih penutup mata biar gak silau. Lampunya nyalahin aja jangan dimatiin," jelas Key."Lah, bisa begitu, Mbak?" tanya lelaki itu sedikit tak percaya."Iya. Keponakan saya kebetulan pas lahir kadar bilirubinnya sedikit tinggi dan disuru inkubator terus jadi pake itu. Saya juga tau itu dari anak tetangga yang lahir prematur, Mbak," jawab Key sambil tersenyum."Berarti, emang udah pernah nyoba ya, Mba? Terus hasilnya gimana?" tanya lelaki itu kembali."Alhamdulillah normal semua. Pas kontrol minggu depannya udah normal semua, jadi lampu ayamnya langsung di lepas," jawab Key dan mendapat anggukan dari orang itu.Kedua orang itu pun lalu mengucapkan terimakasih kepada Key karena sudah dibantu.Tak lama setelah itu, Revan pun kembali ke kamar dan mereka pun bersiap untuk pulang.
Revan hanya terkekeh lalu menggelengkan kepalanya pelan. Sementara Key nampak tertawa geli setelah melihatnya."Ciee, ketemu pembacanya Mas Gerry tuh, Mas," ledek Key sambil terkekeh geli."Jadi beneran, Masnya itu Coco Nut?" tanya wanita itu kembali dan langsung mendapat anggukan dari Revan."Wah, seneng banget ketemu penulis aslinya. Bisa dong, minta tanda tangannya," ucap wanita itu kembali."Waduh, jangan lah, Bu. Malu saya," ucap Revan sambil menggelengkan kepalanya pelan."Haha gak apa-apa, Mas. Padahal, saya udah baca ceritanya di aplikasi hijau, tapi tetep pingin baca bukunya juga," ucap wanita itu kembali sambil tersenyum."Masya Allah, makasih ya, Bu, udah mau baca. Terimakasih udah mau beli bukunya juga, soalnya dari sana saya bisa punya uang lebih," ucap Revan merasa bersyukur dan mendapat anggukan dari wanita itu."Iya, Mas, sama-sama. Semangat berkaryanya ya, Mas," ucap wanita itu kembali.***Malam pun mulai menyapa, keadaan Key pun sudah membaik dan diperbolehkan untuk
"Abang!" seru Tasya dan Varo secara serempak.Namun, Revan hanya menggendikkan bahunya saja dan segera berlalu menuju mobilnya.Ia pun memilih untuk segera kembali ke rumah sakit karena takut sang istri kenapa - napa.Setibanya di rumah sakit, nampak Key yang masih terlelap. Revan pun membelai lembut pucuk kepala sang istri dan menciumnya perlahan.Key sama sekali tak bergeming, mungkin ia sedikit lelah jadi Revan membiarkannya saja untuk tidur.Revan pun memilih untuk membuka tabnya dan mulai mengetik. Namun, hanya sebentar, karena orang di seberangnya memanggil dirinya."Sibuk, Mas?" tanya pria itu ramah."Ndak, Pak," jawab Revan ramah lalu segera meletakkan tabnya di atas nakas.Revan pun segera mengalihkan pandangannya kepada pasien di samping sang bapak yang masih terlelap sama seperti Key."Siapa yang sakit, Pak?" tanya Revan ramah."Istri saya, Mas, abis keguguran," jawab pria itu sendu.Revan nampak mengernyitkan dahinya saat melihat pasien itu. Istrinya? Tapi kenapa terlihat
"Saya kenapa, Dok?" tanya Key sedikit panik sambil tangannya mengeratkan pegangannya kepada Revan.Revan pun menggeleng pelan sambil melihat layar itu dengan seksama."Seperti ada dua, Dok," jawab Revan cepat dan mendapat anggukan dari sang dokter."Benar, Pak. Sepertinya ada dua, tapi nanti kita pastikan lagi setelah 12 minggu ya, Pak. Karena disini belum terlalu jelas, mungkin karena usia kandungannya masih 8 minggu," jelas Dokter Farel yang langsung membuat Key begitu terkejut."Be -- berarti, apa kemungkinan saya hamil kembar, Dok?" tanya Key memastikan dan mendapat anggukan dari sang dokter.Key pun lalu menutup mulutnya dan lagi, air matanya mulai kembali turun."Ya Allah, kembar, Mas, kembar," lirih Key sambil sedikit tersenyum.Revan hanya mengangguk karena ia pun tak tau harus bilang apa. Ia benar - benar bahagia dengan kabar yang ia dengar saat ini."Selamat ya, Pak, Bu. Nanti, kita pastiin lagi 4 minggu lagi yah. Sekarang, waktunya kita dengar denyut jantungnya si dedek ya,
Setelah semua berkas selesai diurus, keduanya pun kini segera pindah menuju ruang inap.Revan memilih ruang rawat kelas 2 agar mereka ada temannya. Biasanya jika kelas 2 terdiri 4 bed sehingga ada teman mengobrol. Dan benar saja, disana sudah ada 2 orang lainnya yang mungkin sudah terlelap.Sesampainya disana, Revan pun kembali membelai lembut pucuk kepala Key yang sedang rebahan itu dan mengecupnya beberapa kali."Ya Allah, aku masih gak percaya dengan semuanya," lirih Revan pelan.Air matanya kembali keluar tanpa di komando, entah mengapa dirinya menjadi sedikit cengeng saat mengetahui sang istri hamil.Key pun tersenyum lembut dan segera menghapus air mata sang suami."Rejeki anak itu,.gak ada yang tau, Mas. Mungkin, ini balas untuk kita, karena udah belajar ngerawat Yudha, jadi kita dikasih mainan sendiri. Jangan nangis lagi ya, Mas, cengeng banget kamu," lirih Key lembut dan mendapat anggukan dari Revan.Revan pun terdiam sebentar lalu menarik kursinya agar ia bisa duduk tepat di
"Mas," lirih Key pelan sambil membuka matanya.Kepalanya terasa sedikit berat dan juga pusing. Apalagi, ditambah cahaya yang begitu menyilaukan saat dirinya membuka mata.Revan yang saat itu duduk disebelahnya pun segera mengalihkan pandangan ke sang istri dan segera bangkit dari duduknya lalu mencium kening sang istri."Mas disini, Dek. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Revan lembut dan mendapat anggukan dari Key."Apa aku dirumah sakit lagi kah?" tanya Key pelan dan mendapat anggukan dari Revan.Key pun menghembuskan napasnya berat, selalu saja seperti ini. Padahal, ia sudah dinyatakan sembuh dari kanker yang di deritanya, tapi tetap saja, ia kadang masih harus keluar rumah sakit jika kelelahan dan pingsan."Maafin adek, Mas. Adek selalu aja ngerepotin kamu, Mas," lirih Key sendu dan mendapat gelengan dari Revan."Kamu gak pernah sekalipun ngerepotin Mas, Dek. Mas malah bersyukur kalau kamu selalu ngegantungin hidupmu sama Mas. Jangan pikirin yang aneh - aneh lagi ya,"
"Ta -- Tasya," panggil Key terbata.Ia pun mengangguk lalu mengelap ingusnya yang keluar dari hidungnya hingga ke pipinya."Iuhh, jorok banget sih, Neng," ucap Key sedikit jijik.Ucapan Key pun ternyata langsung membuat Tasya kembali menangis dan anak yang berada di gendongannya ikut menangis juga."Eh, udah Neng, kamu ngapain nangis juga, haduh," ucap Key sedikit panik.Tanpa berpikir dua kali, Key pun segera mengambil sang bayi lalu menimang - nimangnya agar diam.Sementara Tasya, ia pun segera duduk di kursi meja makan sambil masih sesegukan."Yu -- Yudha rewel aja semaleman. A -- aku bingung harus ngapain, dia gak mau nen, gak mau tidur, maunya di gendong terus. Mana, Mas Varo juga gak mau gantian. A -- aku capek, Kak, aku ngantuk, huaaa," ucap Tasya kembali sambil terus merengek."Astagfirullah," ucap Key sambil menggelengkan kepalanya pelan.Key pun terus menimang sampai Yudha akhirnya tertidur, saat hendak keluar dari dapur, Revan pun muncul dari arah pintu."Kebetulan. Bawa Yu
"Mas, liat deh, cantik gak? Dia temen sekolah aku pas SMA. Udah jadi janda setahun lalu, sama udah punya anak satu," ucap Key sambil menyerahkan hpnya kepada sang suami.Revan pun segera mengambil hp itu dan melihatnya. Ternyata, sang istri menunjukkan foto seorang wanita bersama seorang anak laki-laki berumur sekitar 3 tahun."Gimana, Mas? Suka gak?" tanya Key kembali.Revan tak menjawab, hanya langsung menaruh hp itu diatas nakas samping tempat tidurnya. Dan langsung memeluk tubuh sang istri."Udah, cukup, Dek! Berapa kali aku bilang, aku gak akan mau nikah lagi, aku cuma pingin hidup sama kamu," ucap Revan lembut namun penuh penekanan."Tapi, Mas, aku bukan perempuan sempurna. Nyatanya, sampe usia pernikahan kita yang ke 7 pun, aku gak bisa kasih kamu anak, Mas, " lirih Key sambil mencoba menahan air matanya.Revan menggeleng pelan lalu menghapus air mata sang istri. Pasti akan selalu seperti ini, Key akan terus memaksanya untuk menikah lagi dengan wanita pilihannya. Namun, tetap
"Kenapa pingin nostalgia, Dek?" tanya Varo penasaran."Entah, Mas. Pingin aja, apalagi dulu kita kan gak sempet pacaran," jawab Tasya sambil tersenyum.Varo pun hanya mengangguk lalu segera menarik tubuh sang istri kedalam pelukannya."Kadang, aku ngerasa, bahwa ini tuh kek mimpi, Dek," ucap Varo sendu."Mimpi?" tanya Tasya penasaran.Tasya pun keluar dari pelukan sang suami sambil memegang erat lengannya."Iya. Aku gak percaya bahwa sekarang, kamu adalah istri aku. Ibu dari anak - anakku kelak," ucap Varo.Tasya pun membelai lembut wajah sang suami dan tersenyum. Sementara Varo langsung mengambil lengan sang istri dan mengecupnya sebentar."Dulu, aku cuma bisa ngagumin kamu aja, Dek. Setiap aku manggung, selalu liat kamu, merhatiin kamu. Kadang, aku selalu bawain lagu - lagu untuk kamu. Hanya aja, dulu kamu gak peka. Kamu lah alasan untuk aku tetap bertahan disini, Dek," ucap Varo lembut."Terlepas dari kamu adalah titipan dari Damar atau bukan. Aku bener - bener sayang sama kamu. Ak