Tasya menjauhkan ponselnya dari telinganya karena suara Varo yang begitu kencang."Apaan sih, Mas? Udah tau aku lagi goreng cemilan, kenapa disuru pulang? Baru juga di tinggal setengah jam," gerutu Tasya sedikit kesal.["Iya, emang cuma setengah jam, tapi kamu udah mesra - mesraan ama cowok lain. Masih kurang apa sama suami sendiri?"] tuduh Varo kembali "Apaan sih? Gak jelas banget!" gerutu Tasya lalu segera menutup telponnya.Tasya pun nampak menggeleng pelan dan segera menaruh hpnya kembali di dalam tasnya.Ponsel itu terus berdering, namun tak dihiraukan kembali oleh Tasya, karena ia lebih memilih mengurus makanannya daripada ocehan Varo yang tak jelas.Sementara Varo dirumah nampak sedikit kesal dan uring-uringan sendiri. Foto Tasya bersama Rangga mampu membuatnya begitu cemburu dan sedikit kalap.Hingga tak sadar, dua orang teman Varo pun sudah tiba disana."Oi, lu ngapa pagi-pagi udah uring-uringan aja," ucap Reno saat tiba di dekat Varo."Keknya jatah semalem kurang, Ren, haha
"Ntar gua telpon buat lebih jelasnya," ucap Varo dan mendapat anggukan dari Dani.Setelah itu, Dani segera pamit dari sana, dan Varo pun segera menghampiri sang istri yang telah menunggunya di depan teras."Langsung pulang? Apa mau makan dulu?" tanya Varo kepada Tasya."Aku pingin mandi dulu, Mas, gerah, abis itu baru kita makan gimana?" tanya Tasya dan mendapat anggukan dari Varo.Varo pun segera menggandeng lengan sang istri dan membawanya ke dalam mobilnya. Setelah itu mereka pun kembali ke kostannya.Hanya sebentar mereka berada di kostan itu. Hanya untuk mandi dan membereskan pakaian. Pakaian Varo sendiri tidaklah banyak dan masih bisa dihitung.Untuk peralatan disana semuanya adalah milik ibu kost, jadi Varo pun keluar hanya cukup membawa baju - bajunya saja."Berarti, kostan itu udah gak dipake, Mas?" tanya Tasya saat keduanya sudah berada di mobil kembali hendak pulang kerumahnya."Iya. Paling ditempatin Dani nanti, sayang soalnya masih ada 6 bulan lagi waktunya. Kamu mau maka
Glek!Satu kalimat yang langsung membuat Dani disana nampak sedikit ragu dan memucat.Dani sendiri sudah tau dari awal jika teman satu bandnya itu bukanlah orang biasa. Namun, ia tak menyangka, bahwa Varo akan sekejam itu. Varo yang terlihat paling lemah dan dingin, ternyata jika sudah cemburu tak kenal ampun. Bahkan, kekejamannya tak mengenal siapa pun.Setelah mendapatkan perintah dari Varo, Dani pun segera menutup telponnya dan langsung bersiap untuk melakukan aksinya.Sementara Varo disana pun, setelah berbicara seperti itu, ia segera menutup telponnya dan segera kembali tidur di samping istrinya."Maafin, aku, Dek ...,"***Keesokan paginya, Tasya bangun lebih awal dengan perasaan yang lebih segar.Tasya pun mengecup pelan pipi sang suami dan segera bangkit dari tidurnya untuk mandi dan menyiapkan sarapannya.Sekitar pukul 08.30 WIB, barulah Varo bangun dari tidurnya dan sudah tak mendapati Tasya yang yang berada disampingnya."Tasya kemana yah?" tanya Varo lirih sambil mencoba b
"Mas tuh kenapa sih, dateng-dateng malah cari gara-gara aja!" seru Tasya kesal dengan kelakuan sang suami.Mendapat tamparan dari Tasya, Varo pun nampak geram dan tangannya mulai kembali naik keatas. Saat Varo hendak melayangkan pukulan, saat itu juga Revan datang dan berhasil menahan lengan Varo."Jangan main tangan! Kalau ada masalah selesaikan baik-baik," ucap Revan berusaha menengahi perdebatan antara kedua adiknya.Varo pun segera menurunkan tangannya dan Revan pun langsung melepaskan cekalannya juga."Kedaimu kenapa, Neng?" tanya Revan kepada sang adik.Tasya tak menjawab, hanya menunjuk saja, menyuruh sang kakak untuk melihat sendiri.Revan pun segera meninggalkan kedua adiknya dan melihat keadaan kedai sang adik. Rasa sakit dan marah pun mulai hinggap di hati Revan saat melihat kedai yang nampak kacau balau."Astagfirullah, ulah siapa ini, Neng? Kamu ada masalah sama orang?" tanya Revan kemudian."Neng gak tau, Bang. Neng juga bingung, ada masalah sama siapa. Perasaan Neng ja
"Apa?! Bagaimana bisa?!"Tasya terperanjat kaget mendengar ucapan Pak Devan --- calon mertuanya. Bagaimana tidak, pernikahannya akan terselenggara beberapa hari lagi, akan tetapi, pada malam ini mereka membatalkannya secara sepihak.Dan alasan pembatalan itu, sungguh membuat hati Tasya begitu sakit dan kecewa, karena tenyata, Bagas -- kekasihnya telah menghamili Keysa, yang tak lain adalah sahabat Tasya sendiri.Pak Devan yang ditemani oleh istrinya itu nampak tertunduk dalam sambil memainkan jari jemarinya karena rasa penyesalan yang berkecamuk.Brak!Semua orang pun terperanjat kaget karena gebrakan itu."Semudah itu kalian mempermainkan keluarga saya, hah?! Kenapa kalian tega seperti ini?!" sentak Pak Ega --- orangtua Tasya yang tadi menggebrak meja tersebut lalu menunjuk wajah kedua orang yang ada didepannya.Melihat hal itu, Tasya pun langsung buru-buru mengambil tangan sang Papa dan membelai tangan itu dengan lembut."Pah," lirih Tasya pelan sambil membelai tangan itu.Perasaann
"Sya, kenapa?" tanya Pak Ega lembut sambil membelai punggung sang anak.Namun, bukannya menjawab, Tasya hanya menggelengkan kepalanya saja."Duduk," titah Pak Ega kepada tiga orang yang ada di hadapannya itu.Dengan langkah malas-malasan, Pak Devan dan Bu Dhira yang tadi hendak pergi pun, akhirnya terpaksa duduk kembali karena permintaan lelaki itu."Kamu kenal Tasya?" tanya Pak Ega kepada lelaki itu dan mendapat anggukan darinya."Saya Varo, kebetulan saya sama Tasya satu tempat kerja di food court. Tasya jualan di sana, dan saya mengisi acara musik di sana setiap jumat sampai minggu. Saya sering memperhatikan Tasya, tapi mungkin Tasya yang gak pernah memperhatikan saya, apalagi dia juga sudah punya kekasih," ucap lelaki itu menjelaskan siapa dirinya kepada Pak Ega."Sya, daripada pernikahan ini gagal dan keluarga kita malu juga, lebih baik, izinkan aku yang gantiin Bagas jadi calon suamimu," pinta Varo lembut kepada Tasya.Tasya nampak tertunduk dan menggeleng pelan."Maaf," lirih T
'Tasya,' batin Varo sambil membelalakkan matanya saat mendengar jeritan itu.Dengan langkah perlahan dan sedikit mengendap-endap, Varo pun menghampiri Tasya, dan saat melihat apa yang terjadi."Astagfirullah, Tasyaa ...."***Tasya menyayat pergelangan tangannya dengan sebuah cutter yang tadi ia ambil dari kedai.Perlahan, darah segar pun mulai mengalir dari pergelangan tangannya yang tersayat itu bersamaan dengan air mata yang mengalir deras dari manik matanya.Tak lama Tasya pun ambruk dan terduduk disana."Astagfirullah, Tasya," ucap Varo sambil terkejut.Varo pun segera berjongkok di depan Tasya dan bermaksud mengambil cutter yang di pegang olehnya. Namun, tangannya kalah cepat karena Tasya berhasil mengacungkan cutter itu persis ke hadapan Varo.Varo pun lalu melangkah mundur sambil memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh Tasya."Pergi, sana! Ngapain kamu disini!" seru Tasya menyuruh Varo pergi.Varo pun menggeleng pelan dan hal itu membuat Tasya semakin murka."Pergi, gak!" s
"Tak ada tapi - tapian!" seru Varo dengan sedikit ketus, bahkan tanpa menengok sedikit pun ke arah Tasya.Tasya pun hanya bisa menghembuskan napasnya kasar dan tak berani berontak lagi.Ia membiarkan Varo menggandeng tangannya hingga mereka tiba di parkiran.Setelah menstarter motornya dan menyuruh Tasya untuk naik, perlahan motor pun mulai bergerak meninggalkan kawasan hutan pinus.Hening pun melanda mereka selama di atas motor itu. Baik Tasya maupun Varo tak ada niat untuk memulai obrolan mereka, keduanya nampak kalut dengan pikiran masing-masing.Merasa sedikit jengah dan khawatir, Varo pun membenarkan kaca spion motornya menghadap Tasya agar ia bisa memantau apa yang dilakukan oleh wanita itu.Tak lama, motor pun akhirnya berhenti di sebuah klinik yang berada di sana."Kok berhenti di sini, gak jadi pulang?" tanya Tasya sedikit penasaran."Iya, kita berobatin tanganmu dulu,," jawab Varo sambil memarkirkan motornya."Gak usah, lukaku kecil kok, tenang aja," ucap Tasya berusaha meno