“Emm … itu, Mas, aku bisa jelaskan semuanya nanti,” cicit Kaira pelan karena merasa bersalah sudah ketahuan berbohong.Dipta tak menjawab ucapan Kaira melainkan memberikan kode melalui kepalanya agar istrinya masuk ke dalam rumah.Paham dengan kode yang diberikan oleh Dipta, Kaira langsung menurut masuk ke dalam menuju ke lantai atas. Dipta sendiri mengekori langkah kaki istrinya dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana samping.Tepat saat Kaira baru masuk ke dalam kamar, Dipta yang memang dibelakangnya langsung menutup pintu dengan sedikit kencang. Tak lupa langsung mengunci pintu yang membuat Kaira mengerut heran.“Kenapa dikunci?” tanya Kaira dengan dahi mengerut ke atas.“Ada hubungan apa kamu sama Wawan?”“Kenapa kamu tahu nama itu?” Kaira tak menjawab pertanyaan dari Dipta, tapi ia justru memberikan pertanyaan yang membuatnya penasaran dari tadi.“Jangan mengalihkan pertanyaan dengan memberikan pertanyaan baru, Kaira,” jawab Dipta menggeram menahan kesal.Kaira y
“Kenapa rasanya sesakit ini merindukan orang yang telah tiada. Apalagi hanya bisa membayangkan saja tanpa bisa melihat secara nyata,” rancau Kaira dengan sisa tangisnya.Dipta yang tahu bagaimana perasaan Kaira mencoba mengusapi punggung istrinya pelan-pelan. Apalagi deru napas milik istrinya terdengar tak beraturan.Melihat sudah mulai tenang, Dipta mengambilkan air minum yang berada di sampingnya, di atas meja nakas.“Minum dulu biar rileks,” ujar Dipta memberikan perhatian kepada istrinya. “Papa sama Mama mungkin senang melihat kamu bisa bertahan kuat sampai sejauh ini dengan baik. Makanya mereka kasih senyum ke kamu,” lanjutnya memberikan pengertian kepada Kaira agar tidak usah berpikiran yang macam-macam.Kaira yang mendengar segala bentuk ucapan dari Dipta hanya bisa terdiam mencerna saja setiap kata.Sampai akhirnya mereka berdua kembali melanjutkan tidur yang sempat terganggu akibat mimpi dari Kaira.Waktu terus berjalan, matahari mulai muncul dari ufuk timur, suara kicauan bu
Setelah menjenguk Wisnu di penjara, baik Kaira maupun Dipta kini melanjutkan tujuannya untuk pergi ke kantor.Selama di perjalanan, Kaira tampak terbengong menatap ke arah jalanan, yang membuat Dipta sesekali melirik ke samping untuk memastikan jika istrinya baik-baik saja.“Kamu mikirin apa?” tanya Dipta sambil fokus menyetir, namun sesekali tatapannya melirik ke samping, memperhatikan Kaira yang dari tadi menghela napas terus-terusan.“Nggak mikirin apa-apa,” jawabnya berbohong, namun Dipta bisa memaklumi jika istrinya belum mau terbuka saat ini, mungkin Dipta harus sabar dulu agar Kaira mau bercerita dengannya.Tak mau membuat istrinya tidak nyaman, Dipta kembali fokus ke jalanan tanpa bertanya apa-apa lagi.Lain hal dengan Kaira yang tampak duduk dengan gelisah. Bahkan beberapa kali wanita itu mengubah posisi duduknya, namun tetap saja ujung-ujungnya menyandarkan kepala ke arah jendela mobil.Tak terasa perjalanan mereka akhirnya sampai di gedung kantor Archery Group, Dipta sebelu
“Papa drop, dan saat sedang dilarikan ke rumah sakit, ditengah perjalanan Papa mengembuskan napas terakhirnya.”Kalimat itu masih saja terngiang-ngiang di kepala Kaira. Tidak menyangka apa yang didengarnya barusan. Sungguh Kaira masih tidak percaya dengan ucapan Dipta.Kenapa bisa hal ini terjadi begitu cepat? Bukankah tadi kondisi Papa Wisnu sehat? Kenapa sekarang tiba-tiba ia mendapat kabar kurang enak seperti ini.Sepertinya Dipta sedang berbohong, atau dia sedang ngeprank!? Tapi dari nada suaranya tidak mungkin kalau suaminya bercanda.“Pa, kenapa di saat aku sudah memaafkan Papa dan ingin mencabut tuntutan itu malah seperti ini yang terjadi!?” lirih Kaira yang mulai kembali marah kepada takdir yang menimpanya.Kaira merasa jika takdir selalu saja mengajaknya bercanda seperti ini. Padahal Kaira sudah membayangkan akan hidup bahagia dengan lembaran baru nantinya. Tapi semuanya hancur dalam waktu seketika.Yang dilakukan Kaira hanya melamun dengan kondisi tubuh kaku karena saking sy
"Ma, ayo kita pulang," ajak Dipta kepada Mamanya yang masih saja terus menangis tergugu di samping pusaran makam sang suami."Papa, Dip, Papa.""Iya, aku tahu. Papa pasti udah bahagia di sana. Papa udah nggak ngerasain sakit lagi sekarang."Vania tampak diam saja ketika Dipta terus merayunya untuk pulang ke rumah. Yang dilakukan Vania terus mengusapi batu nisan yang tertulis atas nama suaminya dengan lembut.Sungguh Vania masih tak menyangka kalau waktu kebersamaan dengan sang suami akan sesingkat dan secepat ini. Rasanya baru kemarin saling mengungkapkan rasa cinta, dan diberi kado terindah, melahirkan Dipta, namun kini mereka harus berpisah karena sebuah takdir.Yang membuat lebih sakit lagi, Vania tidak bisa menemani saat-saat terakhir suaminya hidup di dunia ini."Maafin Mama, Pa, maaf," lirih Vania penuh dengan rasa penyesalan. "Maaf nggak bisa nemenin Papa saat terakhir," lanjutnya sambil mencium nama suaminya yang tertera di batu nisan.Dipta yang melihat kesedihan Mamanya iku
"Baju kamu basah," ucap Kaira sembari melihat Dipta dengan tatapan pilu."Hm, tadi di sana ujan gede banget.""Sebaiknya kamu mandi biar nggak masuk angin.""Iya, tapi kamu juga ikut basah gara-gara aku." Dipta menunjuk dengan dagunya ke arah pakaian Kaira yang ikut basah akibat adegan pelukan tadi.Kaira sendiri ikut melihat ke arah pakaiannya sendiri, melihat ke arah perut buncitnya.Sampai akhirnya mereka berdua pun kini sama-sama membersihkan diri dengan air hangat. Dipta mengajak Kaira untuk berendam di bathtube. Sesekali pria itu mengusapi perut milik Kaira dengan lembut. Posisi Dipta yang di belakang dengan tubuh Kaira di depannya sambil menyandar di dada bidangnya, membuat gejolak panas dalam tubuh Dipta kian meronta.Namun, pria itu sebisa mungkin menahan keinginannya. Apalagi kondisi istrinya sedang lelah. Lagipula Dipta mengajak berendam bersama untuk merilekskan badan bukan untuk maksud lain, bercinta.Kurang lebih tiga puluh menitan mereka berendam, kini keduanya members
"Mengingat semuanya sudah berkumpul di sini, saya akan menyampaikan beberapa hal soal isi surat wasiat dari mendiang Bapak Wisnu Kertakusuma," jelas notaris yang sudah duduk di depan Vania, Dipta, juga Kaira.Kaira yang takut mendengar isi surat wasiat itu merasa gugup sendiri. Kedua telapak tangannya terasa dingin.Dipta yang memang duduk di tengah-tengah antara Mama dan istrinya, kini menoleh sekilas ke arah Kaira dengan senyuman manis.Tak lupa juga sebelah tangannya meraih telapak tangan milik Kaira yang saat ini sedang memilin-milin ujung pakaiannya.Digenggam erat membuat Kaira menoleh, membalas tatapan dari suaminya dengan pandangan sendu.Lain hal dengan Vania yang masih saja duduk tegak dengan ekspresi wajah angkuh sekaligus jutek. Apalagi wanita paruh baya ini masih belum ikhlas menerima kepergian suaminya, dan terus saja menyalahkan sekaligus menyudutkan Kaira."Saya, Wisnu Kertakusuma membuat surat wasiat ini dalam keadaan sadar dan tidak terpaksa sama sekali. Jika kalian
"Kenapa sekarang jadi kamu yang mengancam saya!?" dengkus Vania menatap Kaira sebal.Sedangkan Kaira sendiri memilih tetap tenang dengan menampilkan ekspresi wajah tidak pedulinya.Ternyata setelah berkonsultasi dengan Wawan lewat telepon soal Mama mertuanya, memang harus bertindak tegas seperti ini karena pada dasarnya mereka sedang mencari perhatian saja dan kini benar terbukti.Kaira berhasil mencegah aksi nekat dari Vania dengan sedikit memberikan ancaman."Kalau Mama masih mau nekat terjun silakan saja. Habis itu Klan Kertakusuma juga musnah!" ucap Kaira dengan nada suara tegas juga lugas."Oke, fine! Mama nggak jadi terjun bukan karena kamu, tapi mikirin nasib Dipta dan calon cucu saya pastinya!" jawabnya sedikit lantang agar Kaira bisa mendengar.Kaira mencoba menahan kuluman senyumnya. Setidaknya ia sudah memegang kartu kelemahan dari Vania.Hal ini bisa buat jaga-jaga jika Vania kembali kambuh lagi. Semoga saja setelah ini wanita paruh baya itu bisa menerima dengan lapang apa
Alle yang mendadak khawatir jika Raffa macam-macam kini langsung berjalan ingin keluar dari kamar hotel, namun dicegah oleh para teman-temannya.“Mau ke mana?”“Mau ke kamar sebelah.”“Jangan lah, itukan acaranya Raffa sama teman-temannya. Kita di sini aja seneng-seneng.”“Tapi kalau dia macam-macam gimana, Nin!?”“Iya gapapa dong? Itung-itung kasih free sehari apa salahnya.”“Gila lo semua!”Alle tetap keukeh ingin keluar dan mengecek kamar sebelahnya. Saat digedor-gedor dan dibuka oleh petugas hotel, Alle terkejut ketika di dalam kamar tidak ada siapa-siapa.Justru Alle merasa heran ketika kamar yang dimasuki justru memiliki konsep seperti film Disney. Alle berpikir kalau Nindi salah memberitahukan nomor kamar acara Raffa.Tak lama Nindi dan teman-temannya keluar. Mereka bahkan sudah berganti kostum yang membuat Alle merasa hampir gila sekarang.“Jadi … ini semua kerjaan kalian?” tanya Alle tidak percaya harus terkena jahilan mereka bertubi-tubi meski di dalam hati sangat senang lua
Melihat model gaun yang dipilih oleh Alle membuat Raffa langsung mendelik kaget. Yang benar saja? Bisa-bisanya Alle memilih model yang memiliki belahan panjang dari ujung kaki sampai paha. Ditambah bagian dada yang terbuka. Tentu saja Raffa tidak setuju dan tidak akan memberi kesempatan untuk para mata buaya darat melihat keindahan tubuh istrinya.“Aku nggak setuju!” tolak Raffa tegas.“Lha, kenapa? Bukannya bagus dan seksi?”“Kamu mau sengaja pamer paha sama payudara?” skakmat Raffa yang membuat Alle langsung terdiam. Niat Alle bukan seperti itu, tapi agar terlihat seksi saja. “Pilih yang kalem aja,” lanjut Raffa memberikan sarannya.“Yaudah kamu pilih sendiri aja. Aku bingung semuanya bagus-bagus.”Alle memberikan semua majalah ke arah Raffa. Membiarkan Raffa memilihkan gaun yang pas dan cocok untuknya. Lagian Alle bingung jika harus untuk memilih seperti ini.Pada akhirnya Raffa yang memilihkan gaun untuk Alle pakai di acara resepsi nanti. Tentu saja pilihan Raffa jatuh pada dress
Setelah acara kelulusan dua hari yang lalu, kini Raffa dan Alle sibuk mempersiapkan diri untuk resepsi pernikahannya. Alle bahkan meminta ijab qobul diulang saat acara resepsi nanti. Alle ingin foto buku nikah sekaligus agar orang-orang tahu kalau mereka menikah resmi.Dan, saat ini mereka berdua telah sampai di butik yang akan mendesain baju pengantin mereka nanti. Sebelum keluar mobil, Raffa mengambil kaca mata hitamnya terlebih dahulu di dalam dashboar dan segera memakainya yang justru semakin menambah akan pesona kadar kegantengannya.Lain hal dengan Alle yang mendecih sebal melihat penampilan Raffa. Bagi Alle sendiri, kalau Raffa terlalu tampan justru membuatnya khawatir karena akan banyak buaya betina untuk menggoda suaminya ini.“Kalau mau memuji nggak usah malu-malu,” celetuk Raffa meledek Alle yang saat ini menatapnya dengan sangat serius. “Percaya kok kalau aku ganteng,” lanjutnya penuh percaya diri.“Cih! Dasar kepedean! Padahal mirip tukang urut!”Beginilah kehidupan Raffa
Selesai hangout bersama Nindi, Alle pamit pulang tanpa menunggu Raffa menjemput terlebih dahulu.Setiba di rumah, Alle selalu melihat pemandangan di mana para adik-adiknya berkumpul dan berantem.“Kak, minta duit dong!” Januar menadahkan tangan di depan Alle, meminta uang untuk top up game.“Buat apaan?”“Beli jajan di mini market depan,” kilah Januar berbohong.Alle yang memang gampang percaya tentu saja memberikan uang dua lembar warna merah. Januar yang sehabis diberi uang langsung kabur pergi dari rumah.Awalnya tadi seperti biasa, lagi berantem sama Oky. Entah rebutan apa mereka berdua. Alle yang sehabis perawatan berjalan menuju ke arah kamar Yupi, ingin mengobrol dengan adiknya yang satu itu.Tok! Tok!“Masuk aja nggak dikunci!” seru dari dalam kamar yang membuat Alle langsung menekan handle pintu dan mendorong ke dalam.Cklek!“Eh, Kak Alle, sini Kak,” ujar Yupi yang menepuk ranjang di sampingnya, menandakan untuk Alle duduk di sana.Ketika Alle sudah duduk, bisa ia lihat kala
Baik Alle maupun Raffa sama-sama kaget mendengar suara cempreng dari Januar yang mirip dengan toa. Apalagi bocil itu tengah berlari-lari sambil teriak ‘Kak Alle ciuman’ dan hal ini membuat Alle sangat malu.Kesal memiliki adik seperti itu membuat Alle gregetan sendiri pengin masukin karung. Namun, melihat Raffa yang tampak santai membuat Alle heran.“Kenapa kamu nggak kesal, Bee?” tanya Alle menatap Raffa yang masih sibuk menikmati teh jahe buatan Alle.“Ngapain kesal sama anak kecil? Buang-buang tenaga aja. Biarkan aja Januar begitu,” lerai Raffa yang terkesan lebih membela Januar dibanding Alle.“Kamu kenapa jadi belain dia!?” sungut Alle semakin kesal.“Aku nggak belain, Sayang, hanya memaklumi tingkahnya yang memang lagi begitu. Nanti juga ada fase-nya dia bakalan nalar dan mengerti kok.” Raffa berkata sangat lembut hingga membuat Alle semakin tidak bisa berkutik untuk marah-marah.“Iya, sih, tapi ngeselin banget mulutnya kayak toa! Bikin heboh pagi-pagi begini.”Raffa yang paham
Pagi ini jika biasanya Alle akan sibuk dan heboh soal urusan sekolahnya, kali ini cewek itu jauh lebih santai. Lebih bisa menikmati hidup dan peran barunya sebagai istri. Terbukti dengan Alle bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan pakaian milik Raffa yang akan digunakan pergi ke kantor Papa Regan.Katanya Raffa akan mengisi waktu luangnya dengan bekerja magang di kantor orang tuanya sendiri. Sebagai istri, Alle hanya bisa mendukung jika itu memang yang terbaik.Alle juga sudah berkutat di dapur hanya untuk memasak menu sarapan untuk Raffa. Alle ingin mencoba memasak menu berat untuk Raffa. Biar kalau sarapan jangan roti oles selai terus. Kasihan suaminya akan bosan jika seperti itu.“Lho, Non Alle masak apa?” tanya asisten rumah tangga yang kaget melihat anak majikannya pagi-pagi sudah berada di depan kompor. Pemandangan yang sangat langka.“Sayur sup, Bi. Buat Raffa sarapan nanti,” jawab Alle sambil mesam-mesem sendiri.“Owalah gitu toh, Non. Kekuatan cinta emang luar biasa sekali y
Setiba di Indonesia, pasangan muda itu disambut sangat meriah dan penuh kasih oleh kedua keluarga yang memiliki pengaruh besar di negara itu.Alle yang kangen dengan Mamanya langsung memeluk Kaira sambil menangis bahagia. Ternyata hidup jauh membuatnya sadar akan pentingnya peran seorang Ibu yang selalu memperhatikan dirinya setiap waktu.Meski terkesan cerewet tapi saat jauh selalu membuat kangen. Alle bahkan masa bodoh ketika menjadi pusat perhatian dari adik-adiknya karena sudah besar masih suka menangis seperti ini.“Kangen,” ucap Alle sambil menatap wajah Kaira yang ikut berkaca-kaca, namun Alle tahu betul kalau Mamanya sedang menahan diri untuk tidak menangis.“Mama juga kangen sama kamu,” balas Kaira sambil mengusap lembut pipi anaknya. Meski sudah menikah, tetap saja di mata Kaira dan Dipta, Alle tetap menjadi putri kecilnya.Alle tersenyum manis ketika Dipta tak mau kalah ingin meminta pelukan darinya. Perhatian Alle pun kini berpindah ke cinta pertamanya, Papa Dipta.Cukup l
“Serius kamu tanya ini?” Raffa tidak percaya kalau Alle bakalan menanyakan hal ini kepadanya. Kalau Raffa tidak normal, mana mungkin minta nambah berkali-kali. Alle ada-ada aja!“Iyakan teman-teman kamu aja gitu semua,” jawab Alle dengan wajah tanpa dosanya. Mukanya benar-benar gemesin sekaligus ngeselin pengin masukin karung.Raffa yang mendapat pertanyaan itu justru merasa bingung sendiri saat ingin menjawab. Yang dilakukan Raffa hanya menggaruk-garuk pelipisnya yang tidak gatal sama sekali.Sampai akhirnya Raffa mengajak Alle untuk benar-benar pergi dari ruang itu. Sebelumnya Raffa berpamitan kepada Noah dan teman-temannya terlebih dahulu.Ketika sudah berada di area parkiran, Raffa kembali menatap Alle yang masih saja menunggu jawabannya.“Gini All, kalau aku nggak normal sudah pasti nggak nafsu sama kamu. Ini lihat kamu begini aja bawaan pengen ajak ke atas ranjang. Ngadon anak tiap waktu. Masa kamu masih berpikiran kalau aku nggak normal, sih!?” jelas Raffa panjang lebar karena
Malam ini Raffa membawa Alle pergi ke salah satu klub malam ternama di kota tersebut. Alle yang baru mengetahui tujuannya ke tempat dugem, langsung ngamuk dan memukuli Raffa ketika baru sampai parkiran.“Tau gini aku nggak mau ikut!” amuk Alle kesal.“Katanya mau lihat Noah udah punya pacar apa belum? Di tempat ini kamu bisa melihat dia secara langsung.”Alle diam tak memberikan komentar ataupun reaksi apapun. Hatinya terlalu kesal kepada Raffa yang tidak mau langsung menjawab pertanyaannya malah justru membawanya ke tempat clubbing seperti ini.“Ayo,” ajak Raffa yang saat ini sudah turun terlebih dahulu dari dalam mobil. “Mau di dalam mobil terus?” lanjutnya menyindir Alle ketika masih saja duduk anteng di kursi penumpang.Sambil menggerutu, Alle mulai membuka pintu mobil dan turun dengan kondisi tubuhnya yang sudah lesu duluan.Seumur hidupnya, Alle tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Hidupnya lurus-lurus saja meski sering mendengar beberapa cerita dari teman-teman kelasnya y