“Kenapa rasanya sesakit ini merindukan orang yang telah tiada. Apalagi hanya bisa membayangkan saja tanpa bisa melihat secara nyata,” rancau Kaira dengan sisa tangisnya.Dipta yang tahu bagaimana perasaan Kaira mencoba mengusapi punggung istrinya pelan-pelan. Apalagi deru napas milik istrinya terdengar tak beraturan.Melihat sudah mulai tenang, Dipta mengambilkan air minum yang berada di sampingnya, di atas meja nakas.“Minum dulu biar rileks,” ujar Dipta memberikan perhatian kepada istrinya. “Papa sama Mama mungkin senang melihat kamu bisa bertahan kuat sampai sejauh ini dengan baik. Makanya mereka kasih senyum ke kamu,” lanjutnya memberikan pengertian kepada Kaira agar tidak usah berpikiran yang macam-macam.Kaira yang mendengar segala bentuk ucapan dari Dipta hanya bisa terdiam mencerna saja setiap kata.Sampai akhirnya mereka berdua kembali melanjutkan tidur yang sempat terganggu akibat mimpi dari Kaira.Waktu terus berjalan, matahari mulai muncul dari ufuk timur, suara kicauan bu
Setelah menjenguk Wisnu di penjara, baik Kaira maupun Dipta kini melanjutkan tujuannya untuk pergi ke kantor.Selama di perjalanan, Kaira tampak terbengong menatap ke arah jalanan, yang membuat Dipta sesekali melirik ke samping untuk memastikan jika istrinya baik-baik saja.“Kamu mikirin apa?” tanya Dipta sambil fokus menyetir, namun sesekali tatapannya melirik ke samping, memperhatikan Kaira yang dari tadi menghela napas terus-terusan.“Nggak mikirin apa-apa,” jawabnya berbohong, namun Dipta bisa memaklumi jika istrinya belum mau terbuka saat ini, mungkin Dipta harus sabar dulu agar Kaira mau bercerita dengannya.Tak mau membuat istrinya tidak nyaman, Dipta kembali fokus ke jalanan tanpa bertanya apa-apa lagi.Lain hal dengan Kaira yang tampak duduk dengan gelisah. Bahkan beberapa kali wanita itu mengubah posisi duduknya, namun tetap saja ujung-ujungnya menyandarkan kepala ke arah jendela mobil.Tak terasa perjalanan mereka akhirnya sampai di gedung kantor Archery Group, Dipta sebelu
“Papa drop, dan saat sedang dilarikan ke rumah sakit, ditengah perjalanan Papa mengembuskan napas terakhirnya.”Kalimat itu masih saja terngiang-ngiang di kepala Kaira. Tidak menyangka apa yang didengarnya barusan. Sungguh Kaira masih tidak percaya dengan ucapan Dipta.Kenapa bisa hal ini terjadi begitu cepat? Bukankah tadi kondisi Papa Wisnu sehat? Kenapa sekarang tiba-tiba ia mendapat kabar kurang enak seperti ini.Sepertinya Dipta sedang berbohong, atau dia sedang ngeprank!? Tapi dari nada suaranya tidak mungkin kalau suaminya bercanda.“Pa, kenapa di saat aku sudah memaafkan Papa dan ingin mencabut tuntutan itu malah seperti ini yang terjadi!?” lirih Kaira yang mulai kembali marah kepada takdir yang menimpanya.Kaira merasa jika takdir selalu saja mengajaknya bercanda seperti ini. Padahal Kaira sudah membayangkan akan hidup bahagia dengan lembaran baru nantinya. Tapi semuanya hancur dalam waktu seketika.Yang dilakukan Kaira hanya melamun dengan kondisi tubuh kaku karena saking sy
"Ma, ayo kita pulang," ajak Dipta kepada Mamanya yang masih saja terus menangis tergugu di samping pusaran makam sang suami."Papa, Dip, Papa.""Iya, aku tahu. Papa pasti udah bahagia di sana. Papa udah nggak ngerasain sakit lagi sekarang."Vania tampak diam saja ketika Dipta terus merayunya untuk pulang ke rumah. Yang dilakukan Vania terus mengusapi batu nisan yang tertulis atas nama suaminya dengan lembut.Sungguh Vania masih tak menyangka kalau waktu kebersamaan dengan sang suami akan sesingkat dan secepat ini. Rasanya baru kemarin saling mengungkapkan rasa cinta, dan diberi kado terindah, melahirkan Dipta, namun kini mereka harus berpisah karena sebuah takdir.Yang membuat lebih sakit lagi, Vania tidak bisa menemani saat-saat terakhir suaminya hidup di dunia ini."Maafin Mama, Pa, maaf," lirih Vania penuh dengan rasa penyesalan. "Maaf nggak bisa nemenin Papa saat terakhir," lanjutnya sambil mencium nama suaminya yang tertera di batu nisan.Dipta yang melihat kesedihan Mamanya iku
"Baju kamu basah," ucap Kaira sembari melihat Dipta dengan tatapan pilu."Hm, tadi di sana ujan gede banget.""Sebaiknya kamu mandi biar nggak masuk angin.""Iya, tapi kamu juga ikut basah gara-gara aku." Dipta menunjuk dengan dagunya ke arah pakaian Kaira yang ikut basah akibat adegan pelukan tadi.Kaira sendiri ikut melihat ke arah pakaiannya sendiri, melihat ke arah perut buncitnya.Sampai akhirnya mereka berdua pun kini sama-sama membersihkan diri dengan air hangat. Dipta mengajak Kaira untuk berendam di bathtube. Sesekali pria itu mengusapi perut milik Kaira dengan lembut. Posisi Dipta yang di belakang dengan tubuh Kaira di depannya sambil menyandar di dada bidangnya, membuat gejolak panas dalam tubuh Dipta kian meronta.Namun, pria itu sebisa mungkin menahan keinginannya. Apalagi kondisi istrinya sedang lelah. Lagipula Dipta mengajak berendam bersama untuk merilekskan badan bukan untuk maksud lain, bercinta.Kurang lebih tiga puluh menitan mereka berendam, kini keduanya members
"Mengingat semuanya sudah berkumpul di sini, saya akan menyampaikan beberapa hal soal isi surat wasiat dari mendiang Bapak Wisnu Kertakusuma," jelas notaris yang sudah duduk di depan Vania, Dipta, juga Kaira.Kaira yang takut mendengar isi surat wasiat itu merasa gugup sendiri. Kedua telapak tangannya terasa dingin.Dipta yang memang duduk di tengah-tengah antara Mama dan istrinya, kini menoleh sekilas ke arah Kaira dengan senyuman manis.Tak lupa juga sebelah tangannya meraih telapak tangan milik Kaira yang saat ini sedang memilin-milin ujung pakaiannya.Digenggam erat membuat Kaira menoleh, membalas tatapan dari suaminya dengan pandangan sendu.Lain hal dengan Vania yang masih saja duduk tegak dengan ekspresi wajah angkuh sekaligus jutek. Apalagi wanita paruh baya ini masih belum ikhlas menerima kepergian suaminya, dan terus saja menyalahkan sekaligus menyudutkan Kaira."Saya, Wisnu Kertakusuma membuat surat wasiat ini dalam keadaan sadar dan tidak terpaksa sama sekali. Jika kalian
"Kenapa sekarang jadi kamu yang mengancam saya!?" dengkus Vania menatap Kaira sebal.Sedangkan Kaira sendiri memilih tetap tenang dengan menampilkan ekspresi wajah tidak pedulinya.Ternyata setelah berkonsultasi dengan Wawan lewat telepon soal Mama mertuanya, memang harus bertindak tegas seperti ini karena pada dasarnya mereka sedang mencari perhatian saja dan kini benar terbukti.Kaira berhasil mencegah aksi nekat dari Vania dengan sedikit memberikan ancaman."Kalau Mama masih mau nekat terjun silakan saja. Habis itu Klan Kertakusuma juga musnah!" ucap Kaira dengan nada suara tegas juga lugas."Oke, fine! Mama nggak jadi terjun bukan karena kamu, tapi mikirin nasib Dipta dan calon cucu saya pastinya!" jawabnya sedikit lantang agar Kaira bisa mendengar.Kaira mencoba menahan kuluman senyumnya. Setidaknya ia sudah memegang kartu kelemahan dari Vania.Hal ini bisa buat jaga-jaga jika Vania kembali kambuh lagi. Semoga saja setelah ini wanita paruh baya itu bisa menerima dengan lapang apa
"Kami nggak sekongkol kok, Ma. Lagian Dipta tanya gitu sama Kaira karena penasaran juga pengen tau," kilah Dipta mencoba menutupi rasa gengsi dari Vania."Ohhhh, kirain!"Kaira yang mendengar interaksi Ibu dan anak itu hanya bisa mesam-mesem tanpa banyak berkomentar.Lagipula Kaira takut jika ingin menimbrung ucapan mereka lebih dalam lagi, justru membuat Vania tidak nyaman dan akan semakin membenci dirinya."Besok ke mana sayang?" tanya Dipta sekali lagi kepada Kaira."Niatnya mau datang ziarah ke makam Papa dan Mama sekalian ke makam Papa Wisnu," jawab Kaira penuh hati-hati.Dan, kali ini tumben sekali Vania tidak melarang Kaira agar tak berkunjung ke makam Papa Wisnu. Jika kemarin, wanita paruh baya ini selalu saja marah-marah melarang Kaira ziarah.Dipta yang tidak bisa mengantar istrinya merasa sangat sedih. Alhasil pria itu meminta maaf kepada Kaira karena belum bisa menjadi suami siaga.Tentu saja Kaira tidak masalah soal Dipta tidak bisa menemaninya. Lagipula yang dilakukan su