Share

Chapter 145 - Denial Dengan Keadaan

"Ma, ayo kita pulang," ajak Dipta kepada Mamanya yang masih saja terus menangis tergugu di samping pusaran makam sang suami.

"Papa, Dip, Papa."

"Iya, aku tahu. Papa pasti udah bahagia di sana. Papa udah nggak ngerasain sakit lagi sekarang."

Vania tampak diam saja ketika Dipta terus merayunya untuk pulang ke rumah. Yang dilakukan Vania terus mengusapi batu nisan yang tertulis atas nama suaminya dengan lembut.

Sungguh Vania masih tak menyangka kalau waktu kebersamaan dengan sang suami akan sesingkat dan secepat ini.

Rasanya baru kemarin saling mengungkapkan rasa cinta, dan diberi kado terindah, melahirkan Dipta, namun kini mereka harus berpisah karena sebuah takdir.

Yang membuat lebih sakit lagi, Vania tidak bisa menemani saat-saat terakhir suaminya hidup di dunia ini.

"Maafin Mama, Pa, maaf," lirih Vania penuh dengan rasa penyesalan. "Maaf nggak bisa nemenin Papa saat terakhir," lanjutnya sambil mencium nama suaminya yang tertera di batu nisan.

Dipta yang melihat kesedihan Mamanya iku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status