Share

Bab 5

Suara Zhafir berhasil membuat Kanaya terperanjat. Ia pun segera membawa kopernya dan kembali melangkah mengikuti Zhafir.

"Ini kamar kamu. Silahkan bereskan barang-barangmu, dan jika kamu ingin istirahat bisa di kamar ini!"

"Kamu mau kemana?" Kanaya langsung bertanya ketika Zhafir hendak pergi setelah menunjukkan kamar untuknya.

"Aku... Aku akan menyiapkan makanan untukmu. Kamu tunggulah sampai aku selesai memasak," jawab Zhafir dingin. Lalu pergi meninggalkan Kanaya yang masih diam di tempatnya.

Usai mengemasi semua barang miliknya. Kanaya langsung menyusul suaminya itu menuju dapur.

Kanaya melangkah pelan, menyusuri setiap sudut rumah suaminya itu. Barang-barang mewah dan barang-barang antik tersusun rapi disetiap sudut rumah suaminya.

Kanaya sampai mengernyitkan dahi, berpikir apakah barang-barang ini palsu atau asli.

Melihat dari segi kualitas, semua barang-barang antik ini seperti barang asli yang dapat Kanaya tafsir harganya mencapai ratusan juta per-satu barang.

"Apa yang kamu lihat?"

Kanaya tersentak mendengar suara Zhafir yang tiba-tiba.

"A-aku.... Aku hanya sedang melihat-lihat," Jawab Kanaya.

"Makanan sudah siap diatas meja. Makanlah! setelah itu kamu istirahat!" Zhafir berkata dengan dingin. Bahkan ia langsung pergi setelah mengatakan itu.

Kanaya menatap kepergian Zhafir dengan mendengus sebal.

"Apa seperti itu caranya memperlakukan seorang istri? Dia bahkan sangat dingin dan lebih dingin dari sebuah es kutub utara." Gerutunya. Namun, sesaat kekesalannya itu menghilang karena suara perutnya yang tidak berkompromi dan sudah menuntut jatah makan.

Kanaya pun memegang perutnya yang berbunyi, kemudian pergi ke dapur untuk mencari makanan yang di siapkan oleh suaminya.

\*\*

Di malam hari yang sunyi. Di malam pertama pernikahan. Di sebuah kamar pengantin, sepasang suami-istri terlihat saling diam dan terlihat canggung.

Zhafir diam dan hanya membaca buku, sedangkan Kanaya nampak gelisah di sofanya. Wajahnya menyiratkan keraguan yang tidak bisa ia sembunyikan. Sesuatu yang sangat penting ingin ia katakan kepada suaminya itu, namun dia masih ragu untuk mengatakannya kepada Zhafir.

"Jika ingin tidur, tidurlah dahulu. Kamu boleh tidur di kasurku, dan aku akan tidur di sofa ini." Zhafir mulai bersuara kala menyadari kegelisahan Kanaya.

"Apa? Bisa-bisanya dia menikahi ku, tapi tidak ingin tidur bersamaku. Apa dia tidak benar-benar menerima pernikahan ini?" Batin Kanaya.

"Ada apa? Apa ada masalah lain? Atau kamu belum mengantuk?" Tanya Zhafir lagi.

"Aku belum mengantuk," Jawab Kanaya agak kesal.

"Malam pertama pernikahan, apakah seperti ini?" Kanaya masih bergumam dengan kesal di hatinya.

Zhafir mengangkat wajahnya, dan sekilas menatap wajah istrinya itu.

"Baiklah," Jawabnya singkat dan terkesan dingin, kemudian ia kembali membaca buku di tangannya tanpa bertanya lagi.

"Hanya itu?" Kanaya benar-benar tak habis pikir, kenapa Zhafir sedingin ini?

Lama, setelah mereka kembali saling diam. Kanaya pun terlihat menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

"Kak!" Kanaya menyeru.

Zhafir yang merasa di panggil mengangkat wajahnya dan menatap Kanaya.

"Aku... Aku ingin bicara sesuatu," Lanjut Kanaya.

"Katakanlah!"

"Aku tahu, sebenarnya kakak tidak menginginkan pernikahan ini bukan?"

Zhafir masih diam dan mengangkat sebelah alisnya.

"Aku minta maaf karena sudah membuat kakak dalam masalah. Aku juga tidak berniat untuk menikah saat ini, tapi, aku tidak bisa menolak permintaan kakek. Aku sangat menghormati kakek, jadi, aku tidak bisa menolak permintaan darinya. Dan.... "

"Lalu?" Zhafir langsung memotong ucapan Kanaya dengan pandangan serius.

"A-ku, aku ingin kakak menandatangani surat kontrak pernikahan!" Kedua matanya menatap serius ke arah Zhafir.

"Aku tahu pernikahan ini tidak akan bertahan lama. Jadi, aku tidak ingin kakak merasa tertekan oleh pernikahan ini."

"Di dalam kontrak pernikahan ini tertulis, kalau hubungan pernikahan kita tidak lebih dari sebuah hubungan formalitas saja. Selain itu, aku ingin setelah satu tahun pernikahan, kita segera bercerai dan menjalani kehidupan masing-masing. Aku tidak ingin menjadi beban di dalam hidup kakak. Jadi kakak berhak untuk memilih jalan kehidupan kakak sendiri setelah ini."

"Baiklah, aku setuju." Zhafir langsung setuju dan memutuskan untuk menandatangani surat itu tanpa protes.

Kanaya terkejut dan wajahnya nampak melongo atas respon suaminya.

Ternyata dugaannya benar. Bahwa suaminya sebenarnya tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Tujuan dirinya memberikan surat perjanjian pernikahan ini adalah untuk membuktikan apakah Zhafir, suaminya benar-benar tulus menerima pernikahan. Tidak disangka, ternyata Zhafir benar-benar tidak peduli walaupun dia memberikan surat kontrak pernikahan.

"O-oke...Terimakasih sudah menandatangani kontrak pernikahan ini." Kanaya mengambil surat kontrak pernikahan yang sudah di tanda tangani, lalu kemudian pergi dengan perasaan kesal.

Zhafir hanya menatap kepergian Kanaya dengan wajahnya yang datar, bahkan ia seolah tak bisa melihat kekesalan yang sangat nyata di wajah Kanaya.

Malam hari berlalu dengan semestinya. Keduanya nampak saling acuh seperti yang tertera di surat perjanjian. Bahwa keduanya hanya akan mengurus kehidupan masing-masing dan tanpa ikut campur tentang masalah pribadi masing-masing.

Kanaya terlihat keluar dari kamar dengan pakaian rapi. Seperti biasa, wanita itu akan pergi ke kantor untuk bekerja.

"Kakak masak apa?" Tanya Kanaya, lalu duduk di kursi meja makan.

"Nasi goreng. Ada roti juga."

"Aku gak tahu apa yang kamu suka, jadi aku masak yang ada saja," Jawab Zhafir dengan masih mengunyah makanannya.

Pandangan Kanaya beralih ke baju yang Zhafir kenakan.

"Kakak mau kemana dengan baju itu?" Kanaya langsung bertanya ketika menyadari baju yang dipakai oleh Zhafir.

"Aku juga bekerja," Jawab Zhafir dingin.

"Sebagai montir?" Kanaya mencoba menebak.

"Iya. Aku bekerja sebagai montir di sebuah bengkel di dekat sini," Jawab Zhafir lagi dengan tetap fokus pada makanannya.

Kanaya hanya mengangkat sebelah alisnya setelah sesaat terdiam, "Ternyata dia bekerja juga. Ya, walaupun hanya sebagai montir" Batinnya.

"Oh ya, ini ada kartu ATM untuk mu. Di dalam sana ada uang dua ratus juta untuk biaya kehidupan kamu satu bulan, dan akan saya kirim setiap bulannya dengan jumlah yang sama. Kita memang menikah hanya diatas kertas, tapi secara hukum kamu adalah istriku dan aku akan tetap memberikan uang nafkah untukmu," Ujar Zhafir sebelum pergi meninggalkan tempatnya.

"Hah? Dua satus juta?" Kanaya nampakk terkejut. Menatap kepergian Zhafir dengan mulut menganga.

"Dia hanya montir, tapi memberikan uang bulanan dua ratus juta?" ulangnya lagi tak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status