Share

Bab 79

Penulis: Wening
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-07 18:22:40

Kereta api malam membawa Dian dalam perjalanan menyusul Sang Suami ke rumah mantan istrinya. Hati wanita menginjak usia kepala empat itu sudah mantap ingin mengakhiri duka yang selama hampir lima tahun kebersamaan dengan Marwan merantai jiwanya.

Lelah menangis sendirian Dian menyeret koper kecil dan mengisinya dengan beberapa potong pakaian lalu menyeretnya ke luar rumah. Tanpa dandanan dan pakaian layak bepergian wanita itu hanya mengenakan jilbab instan asal juga jaket di luar piyama panjang berwarna biru langit dengan list putih di setiap pinggirannya.

Mobil yang dipesannya lewat aplikasi di ponsel membawa Dian menuju stasiun kereta dan memesan tiket kereta malam lintas Jawa menuju kota di mana suaminya kini berada. Duduk mencangkung dengan lebih banyak mengisi waktu untuk melamun wanita yang terlihat layu tanpa make up itu menghiraukan orang-orang yang lalu-lalang di sekitarnya.

Hingga duduk di suatu gerbong dengan k

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami Mudaku   Bab 80

    “Di-Dian kamu sadar yang barusan diucapkan?” tanya Marwan tergagap.“Sangat sadar, Mas.Selama lima tahun ini sebenarnya aku hanya pelengkap dalam hidupmu.Memenuhi kebutuhan batinmu, keutuhan sebuah keluarga untukmu dalam rumah kita bersama Syifa.Selebihnya tak ada.Hatimu?Bahkan aku tak tahu kau tempatkan di mana namaku di dalam sana,” kata Dian sambil menyentuh dada dengan ujung telunjuknya.“Kau tak bisa mempermainkan pernikahan, Dian.Kalau merasa tak nyaman bisa bubar begitu saja?Itu kekanakan namanya,” kata Marwan sok bijak. Dian terkekeh pelan dalam tangis.“Kau sudah gagal sekali, Mas … dan sekarang kau mengulanginya lagi padaku.Laki-laki payah!” Kata-kata Dian tidak keras tetapi ditekan dalam. Itu terdengar sangat tidak enak bagi Marwan.Lelaki yang masih berbalut sarung itu me

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-07
  • Suami Mudaku   Bab 81

    *Syifa*Aku senang sekali ada Mama Dian menyusul ke rumah kakek dan nenek. Walaupun mama kelihatan jadi pendiam itu tak apa-apa. Syifa tak mau banyak tanya karena mungkin saja mama sedang lelah. Beliau juga tak banyak bicara sama ayah bahkan kelihatan mereka saling menghindar.“Apa Mama marahan sama Ayah?” tanyaku.Mama Dian diam sebentar dengan wajah seperti gugup. Ada apa, ya? Pasti ada rahasia tapi senyumnya merekah sebelum menjawab. Aku jadi lega melihatnya.“Tidak, Sayang … mama cuma capek.”Orang dewasa selalu begitu. Kalau marahan tidak mengaku tapi Syifa tahu kalau mereka lagi marahan. Suasana jadi seram biarpun ada mereka berdua suasana jadi kaku. Syifa tidak suka.“Sudah jangan marahan lagi! Syifa nggak suka. Ayo salaman!” Mereka menurut saja. Lucu jadi pingin tertawa.“Ha, ha, ha

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Suami Mudaku   Bab 82

    Aku bingung melihat sikap semua orang. Mereka semua aneh, Mama Dian mencubitku tapi waktu kutanya kenapa malah nyengir doang sambil bilang ‘maaf’. Sebenarnya tidak sakit soalnya dicubil pelan tapi kaget. Salah apa Syifa?“Ayah sedang bingung karena bunda sakit. Syifa sama mama saja sini.” Mama Dian menarik tangan Syifa lembut.Papa tampak bicara dengan Ayah Dio dan mengangguk-angguk. Sepertinya ada masalah yang sangat besar.“Ayo pakai ini dulu, kita akan masuk melihat Bunda.”Mama Dian memakaikan baju rumah sakit warna biru padaku juga dirinya sendiri. Lalu menarik tanganku memasuki ruangan. Ayah Dio ikut masuk mendampingi kami. Di dalam Bunda tertidur dengan banyak selang. Syifa takut dan memeluk Mama.“Jangan menangis ya … nanti Bunda sedih.Panggil Bunda lembut.Beliau pasti bisa mendengarnya.Bilangin Bund

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-09
  • Suami Mudaku   Bab 83

    Kutatap dua wanita beda usia yang sedang terlelap sambil berpelukan. Baru kusadari betapa Dian begitu menyayangi Syifa dengan tulus meski bukan anak kandungnya. Dian tak pernah bermasalah dengan keluarga besar juga anak-anakku yang lain.Seharusnya aku bersyukur dan berusaha muve on dari Enjang setelah mendapatkannya. Belajar mengikhlaskan karena semua juga salahku sendiri bukan justru rasa bersalah ini berkepanjangan dan kembali menyakiti orang lain.Aku benar-benar naif. Semoga belum terlambat untuk memperbaiki semuanya. Entah apa yang kupikirkan sehingga bisa melakukan begitu banyak hal untuk Enjang. Ingin menunjukkan bahwa diri sudah berubah? Untuk apa? Bahkan kembali padanya, sekarang jelas sudah tidak mungkin apa pun alasannya. Batinku terus berperang.“Kenapa aku begini bodoh,” kataku sendirian sambil menepuk dahi.Perasaan yang kalut membuatku tak sadar seseorang sed

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Suami Mudaku   Bab 84

    “Syifa terluka kalau sampai kita berpisah, Dian.Dia sangat menyayangimu jadi kau tidak akan menggugat, Mas ke pengadilan agama, kan?” Kulihat Dian tak sedikitpun bergerak. Aku mulai kesal.“Aku kan sudah minta maaf! Memangnya aku harus apa!?” tanyaku keras.“Ssstt. Nanti Syifa terbangun, Mas.” Kini Dian telah duduk menghadapku dengan wajah cemberut.Dian wanita yang sebenarnya tak kalah cantic dan shalihah dari Enjang. Tetap menarik meski dengan wajah tanpa polesan. Hanya aku saja yang jarang memperhatikannya setelah menjadikannya istri karena terlalu menyesali keputusan melepas ibu dari anak-anak. Aku memang sedikit brengsek kurasa. Bukankah seharusnya aku banyak bersyukur diberi anugrah oran- orang baik di sekitarku?Dian Nampak jengah terus kutatap intens. Aku mendekat dan merengkuhnya dalam pelukan. Awalnya istriku yang ke dua ini memberot

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Suami Mudaku   Bab 85

    “Sayang, bereskan barang kita juga punya Syifa.Kita pulang setelah menemui keluarga Enjang di rumah sakit sekali lagi.”“Iya, Mas. Tapi tanya Syifa dulu takutnya mau nunggu bundanya sampai sadar.”“Kamu bicaralah.Syifa juga harus sekolah dan lagi pula semua orang di sini masih focus ke ibu juga perkembangan dua adiknya.Takutnya Syifa merasa tersisih kalau di sini sendirian.”“Ya, Mas.” Aku mengelus kepalanya lembut sebelum meninggalkannya untuk bersiap diri.Dian istri yang penurut juga ibu yang handal dalam membujuk seorang anak. Dengan mudah Dian bisa memberikan pengertian pada putriku hingga sekarang Syifa sudah duduk manis di antara kami dalam mobil menuju rumah sakit.“Nanti lihat adek bayi dulu ya, Pa.”“Siap Tuan Putri,” kataku samb

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Suami Mudaku   Bab 86

    “Sayang, bereskan barang kita juga punya Syifa.Kita pulang setelah menemui keluarga Enjang di rumah sakit sekali lagi.”“Iya, Mas. Tapi tanya Syifa dulu takutnya mau nunggu bundanya sampai sadar.”“Kamu bicaralah.Syifa juga harus sekolah dan lagi pula semua orang di sini masih focus ke ibu juga perkembangan dua adiknya.Takutnya Syifa merasa tersisih kalau di sini sendirian.”“Ya, Mas.” Aku mengelus kepalanya lembut sebelum meninggalkannya untuk bersiap diri.Dian istri yang penurut juga ibu yang handal dalam membujuk seorang anak. Dengan mudah Dian bisa memberikan pengertian pada putriku hingga sekarang Syifa sudah duduk manis di antara kami dalam mobil menuju rumah sakit.“Nanti lihat adek bayi dulu ya, Pa.”“Siap Tuan Putri,” kataku samb

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-16
  • Suami Mudaku   Bab 87

    Genap sudah satu bulan Enjang berada di rumah sakit. Anak kembarku juga sudah cukup kuat jantungnya hingga berbagai peralatan di tubuhnya sudah dilepas oleh dokter yang menangani. Jantung kedua bayi itu belum cukup kuat sewaktu dilahirkan karena masih kurang bulan. Lahir premature.“Kita sudah bisa pulang hari ini, Sayang,” kataku pada istri dengan suara selembut mungkin.“Enjang nunggu saja sampai bayi kita bisa keluar juga, Mas … biar ASInya tidak terlewat,” jawabnya lesu.“Alhamdulillah si kembar juga sudah bisa kita bawa,” kataku tersenyum.Kulihat binar di matanya. Kehangatan itu menulari dada ini. Sungguh aku merasa damai dan bahagia melihat kebahagiaan wanita yang juga mengalirkan ketenangan saat menatap wajahnya saja. Tekad yang kuat dalam diriku untuk berusaha mengembalikan sebagian ingatanku yang hilang. Kehilangan ini membuatku juga menderita kare

    Terakhir Diperbarui : 2021-12-20

Bab terbaru

  • Suami Mudaku   Bab 128. Musibah atau Berkah?

    Prosesi pemakaman papa berjalan lancar dihadiri segelintir tetangga yang mengenal keluarga mama. Rumah yang ditinggali sekarang memang rumah warisan nenek untuk anak perempuannya itu dan keluarga nenek dulu termasuk orang baik di lingkungan.Kak Dio dan keluarga besar Pratama juga hadir termasuk Azka dan … Enjang.Aku mengabari Kak Dio berharap mendapatkan simpatinya tak menyangka mereka datang rombongan termasuk wanita itu.Mama Salma memelukku dengan tangis lirih. Aku tahu beliaulah yang paling menerimaku dalam keluarga itu. Ayah mertua yang dulu juga sangat mendukung aku dan putranya menjadi keluarga utuh monogamy sekarang acuh tak acuh karena kepercayaannya telah ternodai oleh perbuatan jahat orang tuaku di masa lalu.“Mama … ayo pulang.”Mama masih bergeming menatap kosong pada gundukan tanah merah di mana jasad papa beristirahat untuk selamanya. Wanita itu seperti punya naluri bahwa keluarganya tengah berkabung. Meski tidak menangis tapi terus-terusn berwajag sendu. Sangat penu

  • Suami Mudaku   Bab 127. Sah sebagai Janda

    Hari sudah malam ketika aku berjalan lunglai menuju pintu rumah. Lampu ruang tamu masih menyala seperti saat kutinggalkan mengikuti Kak Dio tadi. Dari balik kaca aku masih bisa melihat dengan jelas tubuh kurus Papa yang terduduk membisu di depan TV. Aku tahu beliau tidak sedang menonton karena layar datar di depannya terlihat gelap.Apakah yang sedang dipikirkannya?Kalah oleh tubuh ringkihnya pikiran papa masih normal untuk memahami banyak hal. Tentu itu penyiksaan tersendiri bagi beliau. Beda dengan mama yang sekarang bahkan tak mengingat aku sebagai putrinya.“Papa ….”Rupanya papa duduk sambil memejamkan mata. Mungkin tertidur saat menungguku pulang karena sejak aku datang lelaki yang dulu selalu lembut pada keluarga itu tak melepas pandangan dari putri kesayangannya ini. Bagaimanapun jahatnya papa di luar sana dia tetap seorang suami dan ayah terbaik.Aku tersentak mendapati tubuh papa yang sangat panas. Kuraba dahi untuk memastikan dan ternyata benar kalau papa demam tinggi. Su

  • Suami Mudaku   Bab 126. Mengalah untuk Menang

    Telah satu jam lebih lamanya kami tetap duduk berhadapan terhalang sebuah meja kecil dan saling membisu. Di meja itu terdapat dua gelas minuman dingin yang es batunya telah mencair juga sebuah map yang tergeletak begitu saja.Setelah ketegangan di rumah mama dan papa tadi kami sepakat untuk bicara berdua secara pribadi. Café inilah yang dipilih Kak Dio. Lelaki yang kulihat semakin tampan diusia matang itu setia menekuri lantai dibawahnya. Wajah cantic istrinya ini yang telah lima tahun berpisah pun bahkan tak menarik minatnya. Justru lembaran berkas perceraian yang disodorkan di depanku.Keterlaluan!“Sampai kapan kau akan bersikap begitu, Rindi?” tanya, Kak Dio menatapku lelah.Haruskah aku mengalah?“Pikirkan baik-baik. Uang dan waktumu bisa kau gunakan untuk mengurus keluargamu yang sekarang keadaannya memprihatinkan. Juga adik yang perlu perhatianmu. Aku tak mungkin terus mengurus mereka apalagi kau sudah kembali.” Uraian panjang itu justru membuat emosiku menanjak.“Semua itu ka

  • Suami Mudaku   Bab 125. Keluargaku yang Berharga

    “Benar, Pak. Bu Rindi datang ke rumah lama Pak Amir lalu pergi lagi setelah mendapati rumah berpindah pemilik.” “Apa kau tahu ke mana lagi dia pergi setelahnya?” “Ya. Pak. Kami terus mengikutinya dan perkiraan kita tepat sekali. Bu Rindi kemudian mengunjungi rumah lama orang tuanya. Seperti perintah Pak Dio, pengurus rumah tidak bekerja di hari sebelumnya hingga keadaan mereka menjadi sangat menyedihkan.” “Baik. Terus awasi dia! Saya meluncur kesana,” kataku mengakhiri panggilan telephon orang suruhan yang bekerja mengikuti pergerakan Rindi. Aku tak boleh kembali kecolongan. Sikap polos istri pertamaku itu telah melenceng jauh dari harapan agar menjadi wanita yang pantas untuk Azka putra pertamaku bersamanya. Rindi merusak semuanya. Menyakiti anaknya sendiri demi ego, juga bertindak keterlaluan pada Enjang yang nota bene seseorang yang telah menolongnya bertahun-tahun mengasuh seorang anak dari suami dengan wanita lain meski itu adalah istri pertama suaminya. Aku memiliki anak-a

  • Suami Mudaku   Bab 124. Perjuangan Rindi

    Rindi melesat membelah jalanan bersama limousine hitam yang kendarainya. Bentuknya yang panjang sebenarnya sedikit merepotkan mengingat di Indonesia begitu banyak daerah macet lalu lintas dan juga sangat repot ketika mendatangi wilayah padat penduduk dengan gang-gang sempit seperti kota J. “Aku harus segera ganti mobil,” gerutu Rindi sambil berjuang keras mengendalikan kendaraannya. Limousine itu dibelinya menghabiskan tabungan nafkah yang selalu dikirimkan oleh sang suami tetapi tidak terpakai. Dengan harapan menaikkan status social di depan Enjang ketika kembali dari luar negeri. Sayangnya mencari sopir pribadi untuk layaknya pemilik sebuah limousine tidaklah mudah apa lagi dulu Rindi selalu tergantung suami, mama atau papanya untuk segala urusan hidup. Bahkan ketika dirinya telah berstatus istri Dio, peran orang tuanya tetap besar menyetir hidup Rindi. Rindi kesulitan hidup mandiri di Negara ini yang memang armada umum tak sebaik kota terakhir dirinya tinggal di luar sana. Setel

  • Suami Mudaku   Bab 123

    Dio melajukan mobil dengan kecepatan sedang ke arah timur kota. Melewati pemukiman yang cukup padat kemudian lurus naik mengarah ke tanah luas berbukit. Suasana asri segera terpampang memanjakan penglihatan. Pepohonan rindang berjejer rapi di kanan kiri jalan. Hingga sampailah pada sebuah gerbang yang lengkap dengan post penjagaan.Bimm!!!Seorang lelaki berseragam biru tua dengan topi di kepala bergegas keluar memeriksa. Setelah dipastikan mengenal mobil dan pengendaranya, kemudian dia bergegas membuka gerbang.Dio melesat masuk bersama kendaraannya menyusuri taman yang cukup luas untuk mencapai rumahnya bersama Rindi.Tampak di kejauhan petugas yang membuka gerbang tengah bicara dengan seseorang.“Benar, Pak Amir. Pak Dio datang sendirian.”“....”“Baik, Pak.”🍀“Ada apa, Pak?” tanya Bu Amir melihat ketegangan di wajah suaminya.“ Den Dio datang sendirian tanpa memberi kabar terlebih dahulu.”“Kita tidak pernah membuat masalah, Pak ... Kenapa harus khawatir?” tanya istrinya lagi de

  • Suami Mudaku   Bab 122

    Denting sendok terdengar berirama di meja makan rumah Enjang dan Dio. Meja oval dengan enam kursi yang mengelilingi telah terisi lima dan menyisakan satu yang kosong. Biasanya kursi itu akan digunakan seorang pengasuh untuk membantu anak-anak. Hanya saja sejak si kembar tiga tahun Enjang memutuskan untuk mengasuh mereka dengan tangannya sendiri. Azka berusia menjelang empat tahun saat itu. Usia pra sekolah adalah masa penting anak banyak belajar dan meniru orang terdekat hingga dirinya rela bersusah payah karena tak ingin anak-anaknya salah didikan. Enjang sangat protektif akan perkembangan anaknya termasuk anak Sang Suami dengan wanita lain sekalipun. “Pergi ke kamar kalian dan kerjakan tugas seperti biasa. Jam sembilan bunda naik untuk memastikan kalian sudah bersiap untuk tidur. Besok sekolah,” kata Enjang begitu ketiga anak itu sudah menyelesaikan makan malam. Mereka bergegas beranjak meninggalkan ruang makan menuju lantai dua di mana kamar mereka berada. Sang ayah membuat sebu

  • Suami Mudaku   Bab 121

    “Bagaimana sebenarnya Ibu menyampaikan pesan Rindi sama perempuan itu?” tanyaku langsung tanpa basa-basi. Tampak dahi wanita berbusana serba hitam itu mengerenyit dalam. Aku tak peduli karena saat ini hati tidak sedang dalam mode baik-baik saja. Hatiku sakit karena ulah mereka semua. Bahkan guru mengaji pribadi yang selalu koar-koar padaku agar menjaga keutuhan keluarga demi surga ini tidak becus mengemban tugas kecil. Menyampaikan pada wanita itu bahwa aku pergi bukan karena tak mencintai suami. Aku dan Kak Dio saling mencintai. “Sepertinya Mak Rindi datang dengan rasa marah. Ada apa?” tanyanya dengan suara lembut. Tak pengaruh bagiku dengan kelembutannya karena hati sedang panas. “Ada apa? Ibu yang kenapa?” Aku menunjuk dengan jemari lentik berhena coklat ini tepat ke arah wajahnya. Dia mundur dengan secara reflek. Kerutan di dahinya semakin bertumpuk. “Rindi minta tolong untuk menyampaikan pesan bahwa kami saling mencintai agar wanita tua itu tidak songong, bukan suruh dia

  • Suami Mudaku   Bab 120

    Rindi tertegun menyaksikan ruang kerjanya sangat berantakan. Perlahan dirinya bangkit dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian penampilannya telah rapi dan segar dengan busana muslim simple melekat ditubuh langsingnya.Rindi melangkah anggun keluar dari ruangan pribadinya melewati para pegawai butik yang segera menyibukkan diri masing-masing.Tak tampak kekacauan yang baru saja terjadi pada dirinya.“Tolong bereskan ruangan atas, ya.Saya mau keluar jadi selesaikan segera sebelum saya kembali.” Perintahnya lugas layaknya bos.“Baik, Bu.”Rindi memang menjadikan lantai dua butiknya sebagai kantor dan tempat tinggal sementara. Dirinya belum kembali ke rumah kediamannya bersama Dio karena cukup jauh dari kantor Sang Suami.Niatnya sebelum kembali ke rumah itu, Rindi akan memantau kehidupan suami bersama madu dan juga anaknya yang dalam pengasuhan istri kedua suaminya itu.Sayang, se

DMCA.com Protection Status