Bab 87 Alasan Mas Aryo Ku coba melepas paksa pelukan dari Mas Hilman, sayangnya tenaga suami mudaku lebih kuat. Alhasil aku masih berada di pelukannya."Kamu kenapa, sih, Mas?" tanyaku.Terdengar Mas Hilman menghela napasnya. Lalu dengan suara lirih ia mengatakan sesuatu yang membuatku tercengang tak percaya."Saat Mas Aryo memutuskan untuk pergi, itu semua karena dia ingin melupakanmu. Menghilangkan perasaan cintanya padamu."Aku betul-betul dibuat tak percaya dengan apa yang Mas Hilman katakan. Jika betul Mas Aryo masih menyimpan rasa padaku, tapi itu kan dulu. Sekarang Mas Aryo telah menikah dengan Sarah. Dan dari cerita bagaimana Mas Aryo berusaha keras untuk mendapatkan Sarah, aku yakin pasti saat ini pun perasaan Mas Aryo hanya ada Sarah di hatinya.Ku paksa Mas Hilman untuk melepas pelukannya. Ku tatap dalam suami mudaku itu. Lantas dengan suara bergetar aku membalas pernyataan Mas Hilman yang tak masuk akal itu."Terus apa hubungannya sama masalah yang sekarang? Kenapa aku m
Bab 88 Banyaknya Pertanyaan "Katanya aku boleh ikut dengan syarat. Syarat apaan?"Mas Hilman terdiam sejenak. Lalu menghela napasnya dan memegangi kedua bahuku dengan kedua tangannya. Ia tampak serius menatapku hingga membuat jantungku deg-degan. Kira-kira mau bilang apalagi suami mudaku itu?"Syaratnya harus nurut sama suami," kata Mas Hilman."Iyaa, tapi apa?""Di rumah aja."Kedua alisku seketika mengernyit mendengar ucapan Mas Hilman. Syarat macam apa yang ia berikan itu? Bukankah itu artinya sama saja aku tidak boleh ikut? Astagaaah!"Itu bukan syarat, Maaas!" protesku."Siapa bilang? Itu syarat, kok," balas Mas Hilman.Ku tarik napasku dalam-dalam. Berjalan sedikit menjauh lalu membelakangi suami mudaku yang mulai lagi dengan sikap tengilnya itu."Yaudah, terserah kamu. Tapi, beneran ya kamu harus dapetin jawabannya. Soalnya aku penasaran kenapa aku masih dibawa-bawa dalam masalah mereka. Lagian, kejadian itu udah berlalu lama. Kok, ya bisa-bisanya sekarang di bahas lagi? Kala
Bab 89 Alasan Siska "Boleh kita bicara empat mata aja, Mbak?" tanya Sarah yang membuatku bertanya-tanya.Bukannya menjawab pertanyaanku, kali ini Sarah malah meminta waktu untuk berdua saja denganku. Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan? Adakah hubungannya dengan pertanyaanku sebelumnya? Jika iya, mengapa harus berdua saja? Mengapa pula dirinya lah yang menjelaskan? Mengapa bukan Mas Aryo yang mana dia lah yang menjalani ini semua.Mengapa?Ku ulas senyum tipis lalu mengiyakan pertanyaan dari Sarah barusan.Aku dan Sarah lantas meninggalkan ruang tamu menuju teras belakang. Dengan posisi duduk berseberangan Sarah mulai membuka pembicaraannya."Mbak, aku tau alasan Mas Aryo pergi ke Arab Saudi dulu karena menerima tawaran dari Siska demi kamu. Dan aku juga tau kalau sampai sekarang Mas Aryo masih peduli sama Mbak Halimah," ujar Sarah dengan wajah sendu."Maafkan aku, ya. Jujur, aku juga baru tau alasan itu belum lama ini. Dan seandainya pun aku tau dari awal, aku mungkin juga gak bi
Bab 90 Fakta BaruSebuah pertanyaan yang sejak tadi masih menghinggapi pikiranku pun akhirnya bisa ku ungkapkan.Sarah terdiam mendengar beberapa pertanyaan yang ku ajukan barusan. Raut wajahnya terlihat sedang kebingungan untuk menjawab pertanyaan yang menurutku cukup sederhana itu. Atau jangan-jangan benar jika Mas Hilman dan Bulik Erni tak boleh mengetahui hal ini. Tapi jika demikian, mengapa?"Hey!" Sarah tersentak melihat tanganku yang melambai di depan wajahnya. "Kok, malah diam, sih?" tanyaku. "Maaf, Mbak. Kenapa tadi?" Betul tebakanku, Sarah nampak linglung seakan tak bisa menemukan jawabannya. Apa mungkin benar jika hal ini tidak boleh diketahui Mas Hilman dan Ibu mertuaku."Aku yang minta!"Seketika aku dan Sarah kompak menoleh ke arah sumber suara. Ternyata sudah ada Mas Aryo dan Mas Hilman serta Bulik Erni. Dan sedikit menjauh di sana juga ada adik ipar kesayanganku yang berdiri di ambang pintu belakang rumah. Mas Aryo dan lainnya berjalan mendekat dimana aku dan Sarah
Bab 91 Yang Terjadi Pada Abrisam "Terus sekarang tujuan Siska datang lagi ke sini buat apa? Ganggu kalian lagi? Atau?" Lagi-lagi Ibu mertuaku itu tampak khawatir dengan keadaan kami semua.Jelas lah, orang tua mana yang tak khawatir mengetahui ada orang yang berkemungkinan akan mengganggu ketenangan hidup anak-anak dan keluarganya? Aku pun kalau berada fi posisi Bulik Erni pasti akan merasakan hal yang sama."Enggak, Bu. Tapi Halimah."Mendengar namaku disebut tentu membuatku terkejut. Apa lagi yang kini diinginkan Siska padaku? Astaghfirullah ..."Astagfirullah, Mas, Abrisam, Mas!" pekikku kala mendengar tangisan dari anakku yang berada di dalam rumah.Bergegaslah aku dan lainnya masuk ke dalam rumah guna mengecek keadaan Abrisam. Ketakutan sempat menghampiriku manakala mendengar suara tangisan anak pertamaku itu yang secara tiba-tiba. Takut-takut kalau ia terjatuh dari kasurnya atau ketika masih dalam keadaan tanpa sengaja kepalanya terbentur sesuatu. Atau bahkan hal yang lebih b
Bab 92 Kemunculan Dewi yang Tiba-tiba "Pasti dia!" batinku mengingat satu orang wanita yang selama ini tak suka padaku.Apalagi saat ini wanita jah*t itu berada di sekitar tempat tinggalku. Tentu saja hal itu membuatku semakin yakin kalau dia lah pelakunya. Pasti dia masuk ke dalam rumah ini diam-diam ketika semua anggota berada di belakang rumah tadi.Tanpa berpikir panjang, tanpa memikirkan benar atau tidak, aku pun bangkit dari dudukku dan berlari ke arah luar rumah tanpa seizin suami mudaku. Sontak tindakanku ini membuat suami mudaku serta yang lainnya panik. Baik Mas Hilman maupun Bulik Erni atau yang lainnya terus memanggilku untuk kembali. Tapi sayangnya aku lebih memilih menghiraukan panggilan mereka dan terus berlari keluar rumah."Siska! Keluar kamu!""Siskaaaa! Dasar janda gil*!"Aku terus menggedor-gedor pintu rumah Bu Watik seraya terus-terusan memaki Siska dengan lantang. Aku yakin pasti janda gil* itu yang menyakiti anakku. Siapa lagi kalau bukan dia? Keyakinanku ini
Bab 93 Menarik Tuduhan"Percaya sama aku. Bukan dia pelakunya. Orang lain!" Dewi kembali mencoba meyakinkan Mas Hilman untuk memintaku menarik kembali tuduhanku pada Siska."Lebih baik kamu tarik tuduhamu dan jangan biarkan wanita itu menjebakmu," ujar Dewi padaku sembari melirik tajam sebentar ke arah Siska.Mendengar perkataan Dewi barusan semakin membuatku kebingungan. Ada apa dengannya yang tiba-tiba muncul dan memintaku untuk menarik kembali tuduhanku. Lantas, apa mungkin benar ucapannya itu? Jika iya, darimana ia tahu akan hal ini? Atau jangan-jangan ... Malah dirinya sendiri lah pelaku yang membuat anakku lebam-lebam seperti itu?"Kalau bukan dia pelakunya, siapa? Kamu?!" todongku pada Dewi."Siapa pun pelakunya, sebaiknya kamu cari tau lebih dulu. Jangan asal menuduh yang kalau salah bisa fatal akibatnya!" balas Dewi dengan nada agak meninggi.Aku kembali terdiam mendengar balasan Dewi barusan. Benar yang dia katakan. Kalau sampai aku salah menuduh akan bisa lebih fatal akibat
Bab 94 Ada Apa Denganmu, Siska?Melihat tindakan Siska yang tak terduga itu spontan membuat Mas Hilman terus menggedor-gedor pintu disertai memanggil nama Siska. Hal serupa pum juga dilakukan Mas Aryo juga Bulik Erni yang mengecam perbuatan Siska barusan. Sayangnya, sekeras apapun yang dilakukan tiga orang di luar itu tak membuat Siska membuka pintunya. Siska betul-betul tutup telinga dengan teriakan-teriakan di luar sana.Entah lah apa yang akan diperbuatnya padaku kali ini.Namun yang jelas aku tidak akan takut padanya. Selain banyak saksi ketika ia menarik paksa diriku, aku juga memiliki banyak pendukung di luar sana. "Mau apa kamu?" tanyaku pada Siska yang akan duduk santai di sofa ruang tamu tanpa memedulikan suami dan keluargaku sedang khawatir di luar sana."Duduk aja dulu." Dengan entengnya Siska mempersilakanku untuk duduk di sofa depannya.Aku bergeming melihat sikap janda gil* itu. Sebenarnya apa yang dia inginkan sampai harus berbuat seperti ini?"Tenang. Kamu aman, kok. B