Bab 97 Aku yang Marah Dia yang Ngambek "Bisa gak sih kamu jaga emosimu?! Ingat umur, Mbak! Jangan kayak anak kecil!" tegur Mas Hilman sesampainya kami di rumah.Aku yang tak terima akan tegurannya itu lantas pergi ke kamar begitu saja. Entahlah, batinku mendadak terasa sakit mendengar ia berkata demikian. Bagaimana bisa ia mengambil kesimpulan jika apa yang ku lakukan adalah sebuah kekanak-kanakan? Wong jelas-jelas aku membela diri.Bukankah jika memang Mas Hilman sungguh mencintaiku seharusnya ia melakukan hal yang sama denganku? Membelaku. Tapi ini? Apa karena ia sungkan terhadap Bu Watik yang notabene adalah Budhe nya sendiri? Atau malah jangan-jangan ... Ketakutanku akan perasaan Mas Hilman terhadap Sarah itu mulai terjadi?"Sayang!" panggil Mas Hilman saat aku melenggang pergi.Ku abaikan panggilan suami muda ku itu dan terus berjalan menuju kamar. Biar saja. Salah sendiri bukannya membela istrinya malah mempermalukanku begitu. Ditambah menyalahkan ku pula."Mbak Halimah istrik
Bab 98 Perdebatan Dengan berat hati aku pun ikut mengiyakan permintaan Ibu mertuaku itu. Yah, mau bagaimana lagi? Dua suara banding satu. Lagipula tak enak juga kalau harus mendebat Ibu mertua sendiri hanya gegara hal sepele seperti ini.Mas Hilman tampak kegirangan mendapati kemenangan atas diriku ini. Walaupun demikian bukan berarti malam ini akan ada tidur romantis seperti biasanya. Lihat saja nanti apa yang akan ku perbuat padanya supaya ia sadar akan kesalahannya.***Ketika hendak tidur tak sengaja aku melihat hp Mas Hilman yang terus-menerus berdering. Sebuah panggilan masuk yang berulang kali dari nomor yang sama. Anehnya nomor itu tidak disimpan oleh suami mudaku. Lantas, nomor siapa kah itu?Dikarenakan Mas Hilman masih sibuk membantu Rahma belajar, aku pun memberanikan diri untuk mengecek hp milik Mas Hilman. Rupanya bukan hanya banyaknya panggilan yang tak terjawab, tetapi juga beberapa pesan beruntun pun dikirim oleh nomor tersebut. Tentu saja hal ini malah membuatku sem
Bab 99 Dugaan yang Tepat"Abaikan aja dia," cetus Mas Hilman yang membuatku menoleh ke arahnya. Bagaimana bisa ku abaikan jika Dewi seberang itu. Lebih-lebih aku juga takut kalau tindakanku akan memengaruhi pekerjaan suami muda ku itu. Mengingat siapa Dewi yang bukan hanya sekedar guru biasa. Melainkan juga anak dari pimpinan sekolah tempat Mas Hilman mengajar. Haduuh, Dewi Dewi, kamu betul-betul merepotkan rumah tanggaku!***"Kue buat siapa, Bu?" tanyaku pada Bulik Erni di suatu sore. "Buat Mbak Watik. Mau kamu antar?" tawar Ibu mertuaku. Mendengar hal itu tentu saja dengan senang hati aku menyanggupinya. Bagiku ini adalah kesempatan untuk mengulik informasi pada orang tua itu sesuai dengan apa yang disarankan oleh Siska.Aku berjalan santai menyeberangi jalan menuju rumah Bu Watik. Mengantar kue yang barusan dibuat oleh Ibu mertuaku. Yang katanya kur ini adalah kue permintaan dari kakak iparnya itu. Maklumlah, selama ini memang sudah terkenal kalau Bu Watik tak pandai memasak.
Bab 100 Mendatangi Rumah Dewi"Siapa? Ngomong yang jelas!" "Dewi, Halimaaah ... Dewi!" Ku hela napasku. Mendengar jawaban Bu Watik barusan aku pun tak begitu terkejut. Karena memang sudah ku duga sejak awal jika Dewi pasti ada hubungannya dengan ini semua. Kemunculannya yang tiba-tiba dan kepulangannya yang tanpa pamit pun membuat kecurigannku padanya semakin besar. Tapi, yang membuatku janggal kenapa ia malah memintaku menarik tuduhanku terhadap Siska? Bukankah jika aku tetap menuduh Siska itu akan membuatnya terbebas dari kesalahannya. Why?Ah, apapun alasannya perbuatan Dewi tak bisa dimaafkan dengan mudah. Karena hal ini lah yang mendorongku untuk berbuat sesuatu supaya wanita penggoda suami orang itu menyadari akan kesalahannya dan meminta maaf pada keluargaku. ***Di suatu malam ketika Mas Hilman sudah terlelap dalam tidurnya secara diam-diam aku kembali menilik hp miliknya. Tujuanku melakukan hal itu untuk menanyakan perihal alamat rumah Dewi lewat nomor hp suami mudaku itu.
Bab 101 Pembalasanku"Heh! Orang tua kamu pikir saya takut sama ancamanmu?! Enggak! Gak sama sekali!" Ku ulas senyum menyeringai ke arah Dewi yang hanya berani memaki dari jauh. Tanpa berniat membalas perkataan sampahnya itu aku pun lantas bergegas meninggalkan rumahnya. Biarlah ia menggonggong semuanya, sebab setelah ini ku pastikan hidupnya akan penuh penderitaan karena kejahatan yang diperbuatnya.***Malam itu lagi-lagi aku kembali menyibukkan diriku untuk melakukan sebuah rencana guna memberi pelajaran pada Dewi. Wanita gil* pengg*da suami orang seta penj*hat untuk anakku. Mas Hilman sudah terlelap dari tidurnya sekitar setengah jam yang lalu. Dan seperti sebelum-sebelumnya aku kembali memakai hp nya untuk melancarkan aksiku. Dimana aku akan membuat status whatsapp sebuah video dengan latar suaranya dari rekaman audio tentang pengakuan Bu Watik karena disuruh Dewi. Seorang anak kepala sekolah dari tempat Mas Hilman mengajar. Tak hanya itu, aku juga membuat screenshoot-an perca
Bab 102 Persidangan "Assalamualaikum," terdengar suara dari seberang telepon ketika mengangkat panggilan teleponnya.Setelah menjawab salam dari Mas Hilman, suami muda ku itu dengan jelas dan cepat serta tanpa basa-basi ia mengatakan kalau aku di minta ke sekolahnya nanti ketika mendekati jam pulang sekolah. Tentu hal itu sudah ku duga sebelumnya ketika tadi aku mendapati panggilan telepon darinya.Di momen ini pula aku semakin khawatir dengan pekerjaan suami muda ku itu. Kalau hanya sekedar di pecat aku masih bisa menerimanya, tapi kalau sampai Mas Hilman tak bisa lago mengajar ... Pasti lah aku akan merasa bersalah seumur hidup. Di tambah respon dari Mas Hilman tadi yang seakan ikut menyalahkan perbuatanku.***Siang itu aku sampai di depan gerbang sekolah tempat Mas Hilman mengajar. Aku mematung untuk beberapa menit lamanya di sana. Aku betul-betul merasa deg-degan sekaligus takut jika Mas Hilman akan benar-benar kehilangan pekerjaannya. Padahal sejak tadi malam, sejak aku memutus
Bab 103 Hasil Persidangan Berharap setelah mendengar perkataanku barusan akan membuat Pak Mahfud segera meminta anaknya yang resek itu untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf padaku. Sayangnya, setelah beberapa detik terdiam Pak Mahfud lantas mengatakan sesuatu hal yang membuatku tercengang."Itu kan baru dari sisi kamu, belum dari sisi anak saya."Seketika aku dan Mas Hilman saling melempar pandangan. Aku kira dengan terpampang nyata akan bukti-bukti dari tindakan anaknya itu membuat Pak Mahfud tak perlu lagi penjelasan dari siapapun. Kalau sudah begini tentu saja membuat aku yang tadinya optimis akan menang berubah jadi pesimis.Dewi mulai bercerita dan bersamaan dengan itu Mas Hilman tiba-tiba saja menggengam jari-jemariku yang seolah tengah menguatkanku. Ku simak baik-baik cerita dari Dewi yang masih berlangsung. Takutnya kalau nantinya ia malah mengarang cerita bisa-bisa aku yang terkena imbasnya."Iya, Dewi yang nyuruh Budhe nya Hilman buat ngejahatin anaknya, tapi kan Dew
Bab 104 Rumah Sakit"Baik, Pak, saya akan segera ke sana," kataku lalu menutup panggilan telepon tersebut.Ya, sebuah telepon anonim yang memintaku untuk segera datang ke sebuah rumah sakit karena orang yang ku kenal ini terus saja menyebut namaku.Aku pun bergegas menemui Mas Hilman, lalu menjelaskan dengan cepat kabar yang barusan aku dapat. Mendengar hal itu lantas tak membuat suami mudaku itu banyak berpikir. Sama hal nya denganku, Mas Hilman memutuskan untuk bersegera ke rumah sakit malam ini juga."Kita perlu ajak Mas Aryo, gak?" tanyaku pada Mas Hilman. Mas Hilman terdiam sejenak. Seakan tengah bingung memikirkan jawaban dari pertanyaanku barusan. Bukan bermaksud apa-apa, namun aku hanya ingin Mas Aryo tak menyesal di kemudian hari jika terjadi hal yang serius pada orang yang akan kami temui ini."Gimana, Mas?" tanyaku lagi. Mas Hilman menghela napas beratnya. Lalu menjawab jika dirinya akan menghubungi Mas Aryo untuk langsung datang ke rumah sakit. Sementara itu aku dan Mas
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman