Bab 101 Pembalasanku"Heh! Orang tua kamu pikir saya takut sama ancamanmu?! Enggak! Gak sama sekali!" Ku ulas senyum menyeringai ke arah Dewi yang hanya berani memaki dari jauh. Tanpa berniat membalas perkataan sampahnya itu aku pun lantas bergegas meninggalkan rumahnya. Biarlah ia menggonggong semuanya, sebab setelah ini ku pastikan hidupnya akan penuh penderitaan karena kejahatan yang diperbuatnya.***Malam itu lagi-lagi aku kembali menyibukkan diriku untuk melakukan sebuah rencana guna memberi pelajaran pada Dewi. Wanita gil* pengg*da suami orang seta penj*hat untuk anakku. Mas Hilman sudah terlelap dari tidurnya sekitar setengah jam yang lalu. Dan seperti sebelum-sebelumnya aku kembali memakai hp nya untuk melancarkan aksiku. Dimana aku akan membuat status whatsapp sebuah video dengan latar suaranya dari rekaman audio tentang pengakuan Bu Watik karena disuruh Dewi. Seorang anak kepala sekolah dari tempat Mas Hilman mengajar. Tak hanya itu, aku juga membuat screenshoot-an perca
Bab 102 Persidangan "Assalamualaikum," terdengar suara dari seberang telepon ketika mengangkat panggilan teleponnya.Setelah menjawab salam dari Mas Hilman, suami muda ku itu dengan jelas dan cepat serta tanpa basa-basi ia mengatakan kalau aku di minta ke sekolahnya nanti ketika mendekati jam pulang sekolah. Tentu hal itu sudah ku duga sebelumnya ketika tadi aku mendapati panggilan telepon darinya.Di momen ini pula aku semakin khawatir dengan pekerjaan suami muda ku itu. Kalau hanya sekedar di pecat aku masih bisa menerimanya, tapi kalau sampai Mas Hilman tak bisa lago mengajar ... Pasti lah aku akan merasa bersalah seumur hidup. Di tambah respon dari Mas Hilman tadi yang seakan ikut menyalahkan perbuatanku.***Siang itu aku sampai di depan gerbang sekolah tempat Mas Hilman mengajar. Aku mematung untuk beberapa menit lamanya di sana. Aku betul-betul merasa deg-degan sekaligus takut jika Mas Hilman akan benar-benar kehilangan pekerjaannya. Padahal sejak tadi malam, sejak aku memutus
Bab 103 Hasil Persidangan Berharap setelah mendengar perkataanku barusan akan membuat Pak Mahfud segera meminta anaknya yang resek itu untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf padaku. Sayangnya, setelah beberapa detik terdiam Pak Mahfud lantas mengatakan sesuatu hal yang membuatku tercengang."Itu kan baru dari sisi kamu, belum dari sisi anak saya."Seketika aku dan Mas Hilman saling melempar pandangan. Aku kira dengan terpampang nyata akan bukti-bukti dari tindakan anaknya itu membuat Pak Mahfud tak perlu lagi penjelasan dari siapapun. Kalau sudah begini tentu saja membuat aku yang tadinya optimis akan menang berubah jadi pesimis.Dewi mulai bercerita dan bersamaan dengan itu Mas Hilman tiba-tiba saja menggengam jari-jemariku yang seolah tengah menguatkanku. Ku simak baik-baik cerita dari Dewi yang masih berlangsung. Takutnya kalau nantinya ia malah mengarang cerita bisa-bisa aku yang terkena imbasnya."Iya, Dewi yang nyuruh Budhe nya Hilman buat ngejahatin anaknya, tapi kan Dew
Bab 104 Rumah Sakit"Baik, Pak, saya akan segera ke sana," kataku lalu menutup panggilan telepon tersebut.Ya, sebuah telepon anonim yang memintaku untuk segera datang ke sebuah rumah sakit karena orang yang ku kenal ini terus saja menyebut namaku.Aku pun bergegas menemui Mas Hilman, lalu menjelaskan dengan cepat kabar yang barusan aku dapat. Mendengar hal itu lantas tak membuat suami mudaku itu banyak berpikir. Sama hal nya denganku, Mas Hilman memutuskan untuk bersegera ke rumah sakit malam ini juga."Kita perlu ajak Mas Aryo, gak?" tanyaku pada Mas Hilman. Mas Hilman terdiam sejenak. Seakan tengah bingung memikirkan jawaban dari pertanyaanku barusan. Bukan bermaksud apa-apa, namun aku hanya ingin Mas Aryo tak menyesal di kemudian hari jika terjadi hal yang serius pada orang yang akan kami temui ini."Gimana, Mas?" tanyaku lagi. Mas Hilman menghela napas beratnya. Lalu menjawab jika dirinya akan menghubungi Mas Aryo untuk langsung datang ke rumah sakit. Sementara itu aku dan Mas
Bab 105 Pulang "Ayo, Mas!" seruku pada Mas Hilman yang tiba-tiba berhenti melangkah.Melihat Mas Hilman yang terdiam dan terus menatap ke arah depan, spontan aku pun ikut menoleh ke arah yang dituju suami muda ku itu. Dan sekarang aku tahu apa yang membuat Mas Hilman mematung untuk beberapa detik itu. Ternyata ...."Itu Namu, kan?" Mas Hilman masih menatap lurus ke depan."Iya, ya. Kok, dia bisa di sini?" aku pun ikut bertanya-tanya melihat suami dari sahabatku itu berjalan ke arah kami.Bukan hanya kehadiran Namu yang membuatku bertanya-tanya, tetapi juga karena ia datang tak bersama Sari. Dan ... Ada urusan apa hingga membuatnya datang ke rumah sakit malam-malam begini?"Assalamualaikum," ucap Namu ketika jarak kami hanya beberapa langkah.Aku dan Mas Hilman hampir bersamaan menjawab salam dari Namu. Begitu juga dengan Mas Aryo yang sejak tadi berdiri tak jauh dari suami mudaku itu.Tanpa banyak berbasa-basi Mas Hilman lantas menanyakan alasan Namu datang ke rumah sakit ini. Apalag
Bab 106 Mimpi?Akhirnya karena merasa tak ada kerjaan aku pun memilih bermain dengan hp ku. Berharap dengan begitu lama-kelamaan aku akan merasa mengantuk sehingga tertidur begitu saja. Sayangnya, bukan rasa kantuk yang ku dapat malah aku dibuat terheran-heran karena mendengar suara notifikasi dari hp Mas Hilman yang berulang-ulang.Sontak karena penasaran aku pun meraih hp suami mudaku itu dan ingin mengintip pesan-pesan yang dari layar depan. Alhasil dari tindakanku itu, seketika aku dibuat tak percaya melihat sebagian isi dari pesan-pesan tersebut. Astaghfirullah ...."Ini pasti Dewi, nih!" kataku sambil menunjuk-nunjuk ke arah layar hp Mas Hilman.Aku yakin kalau yang mengirim pesan barusan adalah Dewi. Siapa lagi? Sebab hanya dia yang selama ini mengirimi pesan-pesan sampah seperti itu. Panggil-panggil sayang ke Mas Hilman lah, nanya-nanya hal yang tidak penting sampai menelepon berulang kali dalam satu waktu. Persis yang barusan terjadi.Ah, betul-betul dibuat kesal lah aku deng
Bab 107 Kehadiran Dewi Bbraaakkkk!!!!!Seketika aku terjatuh dan terasa begitu sakit pada bagian kepalaku karena terbentur dengan aspal jalanan. Hal itu terjadi disebabkan dari tabrakan sebuah sepeda motor yang secara tiba-tiba muncul disaat aku tengah menyapu pinggiran jalan depan rumahku. Entah sengaja atau tidak namun yang jelas karena tabrakan itu membuat kedua mataku mulai melemah dalam melihat. Aku pun tak sadarkan diri.***"Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga, Mbak," ucap Mas Hilman yang berdiri di dekatku. Raut wajah suami mudaku itu tampak senang melihatku yang baru saja siuman. Ia bahkan tak melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Dengan suara lirih Mas Hilman tak henti-hentinya berucap syukur melihat kondisiku yang sekarang ini.Aku yang merasa tubuhku masih teramat lemas disertai kepalaku yang sedikit pusing hanya bisa menatap lemah ke arah Mas Hilman. Suami mudaku itu mengulas senyum manis yang menambahkan ketampanan di wajahnya sembari mengusap-usap pelan pel
Bab 108 Alasan Dewi Meminta MaafBukannya jawaban yang keluar dari mulut Dewi tetapi malah suara isak tangis yang terdengar. Entah betulan nangis atau tidak lah dia, tetapi yang jelas wanita berjilbab paris di hadapanku itu kembali berucap maaf padaku. Dengan wajah yang masih tertunduk, Dewi terus saja memohon supaya aku bisa memaafkannya.Di momen ini perasaan untuk tidak ingin memaafkannya pun muncul. Tetapi, melihatnya secara terang-terangan mengakui kesalahannya itu membuat pikiranku goyah. Namun, karena aku belum mendapatkan alasannya, berat juga rasanya untuk memaafkannya. Aarrghh, Dewi! Kenapa kamu senang sekali membuatku ingin menamp*rmu!"Jawab Dewi!" seru Mas Hilman yang membuat Dewi tersentak.Dengan raut wajah gelisah lantas Dewi mulai membuka mulutnya. Disaat itu pula aku kembali menatapnya dengan sangat serius."Maafkan aku Halimah. Dugaanmu benar. Kalau aku sebenarnya masih dendam sama kamu, makanya aku sengaja menabrakmu tadi pagi. Tapi, seperti yang diawal aku kataka