Bab 106 Mimpi?Akhirnya karena merasa tak ada kerjaan aku pun memilih bermain dengan hp ku. Berharap dengan begitu lama-kelamaan aku akan merasa mengantuk sehingga tertidur begitu saja. Sayangnya, bukan rasa kantuk yang ku dapat malah aku dibuat terheran-heran karena mendengar suara notifikasi dari hp Mas Hilman yang berulang-ulang.Sontak karena penasaran aku pun meraih hp suami mudaku itu dan ingin mengintip pesan-pesan yang dari layar depan. Alhasil dari tindakanku itu, seketika aku dibuat tak percaya melihat sebagian isi dari pesan-pesan tersebut. Astaghfirullah ...."Ini pasti Dewi, nih!" kataku sambil menunjuk-nunjuk ke arah layar hp Mas Hilman.Aku yakin kalau yang mengirim pesan barusan adalah Dewi. Siapa lagi? Sebab hanya dia yang selama ini mengirimi pesan-pesan sampah seperti itu. Panggil-panggil sayang ke Mas Hilman lah, nanya-nanya hal yang tidak penting sampai menelepon berulang kali dalam satu waktu. Persis yang barusan terjadi.Ah, betul-betul dibuat kesal lah aku deng
Bab 107 Kehadiran Dewi Bbraaakkkk!!!!!Seketika aku terjatuh dan terasa begitu sakit pada bagian kepalaku karena terbentur dengan aspal jalanan. Hal itu terjadi disebabkan dari tabrakan sebuah sepeda motor yang secara tiba-tiba muncul disaat aku tengah menyapu pinggiran jalan depan rumahku. Entah sengaja atau tidak namun yang jelas karena tabrakan itu membuat kedua mataku mulai melemah dalam melihat. Aku pun tak sadarkan diri.***"Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga, Mbak," ucap Mas Hilman yang berdiri di dekatku. Raut wajah suami mudaku itu tampak senang melihatku yang baru saja siuman. Ia bahkan tak melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Dengan suara lirih Mas Hilman tak henti-hentinya berucap syukur melihat kondisiku yang sekarang ini.Aku yang merasa tubuhku masih teramat lemas disertai kepalaku yang sedikit pusing hanya bisa menatap lemah ke arah Mas Hilman. Suami mudaku itu mengulas senyum manis yang menambahkan ketampanan di wajahnya sembari mengusap-usap pelan pel
Bab 108 Alasan Dewi Meminta MaafBukannya jawaban yang keluar dari mulut Dewi tetapi malah suara isak tangis yang terdengar. Entah betulan nangis atau tidak lah dia, tetapi yang jelas wanita berjilbab paris di hadapanku itu kembali berucap maaf padaku. Dengan wajah yang masih tertunduk, Dewi terus saja memohon supaya aku bisa memaafkannya.Di momen ini perasaan untuk tidak ingin memaafkannya pun muncul. Tetapi, melihatnya secara terang-terangan mengakui kesalahannya itu membuat pikiranku goyah. Namun, karena aku belum mendapatkan alasannya, berat juga rasanya untuk memaafkannya. Aarrghh, Dewi! Kenapa kamu senang sekali membuatku ingin menamp*rmu!"Jawab Dewi!" seru Mas Hilman yang membuat Dewi tersentak.Dengan raut wajah gelisah lantas Dewi mulai membuka mulutnya. Disaat itu pula aku kembali menatapnya dengan sangat serius."Maafkan aku Halimah. Dugaanmu benar. Kalau aku sebenarnya masih dendam sama kamu, makanya aku sengaja menabrakmu tadi pagi. Tapi, seperti yang diawal aku kataka
Bab 109 Kabar tentang Siska untuk HalimahAku dan Mas Hilman sama-sama tidak mengerti siapa yang menyebarkan hal ini. Sebab, selama di sekolah pun ia sama sekali tak tahu jika ada kejadian tersebut. Alias Mas Hilman baru mengetahuinya setelah menerima pesan dari Bu Dina beberapa jam yang lalu."Siapa, ya, kira-kira?" gumamku menatap lurus ke depan.Aku betul-betul tidak bisa menebak siapa yang menyebarkan masalah ini. Sebab yang tahu kalau Dewi pelaku penabrakanku hanya dari kalangan keluargaku saja. Jadi mustahil rasanya jika salah satu dari mereka membocorkan hal ini.Lantas, siapa kira-kira yang melakukannya?***"Mas, Mas Hilman!"Aku berjalan cepat menuju tempat di mana suami muda ku itu berada. Rasanya begitu tak sabar ingin menyampaikan kabar yang barusan aku dapat dari teman lamaku, Namu."Kenapa, sih?" tanya Mas Hilman yang menghentikan aktivitasnya bermain dengan Abrisam."Lihat ini, Mas." Ku perlihatkan sebuah pesan singkat dari teman lamaku itu.[besok aku ke rumahmu, ya?
Bab 110 Salah Tingkah Seorang Halimah"My?" gumamku sembari terus memikirkan apa yang dimaksud panggilan dari Mas Hilman itu."Apa maksdunya Mas Hilman mau bilang My Love tapi malu karena ada Namu dan Sari. Jadi cuma my doang gitu?" pikirku.Ah, aku betul-betul penasaran dengan arti "my" yang dimaksud suami mudaku itu. Sebab selama ini Mas Hilman sering memanggilku dengan sebutan Mbak atau sayang.Astagaaaah Mas Hilmaaaan, Aaargh!"Ehem!"Mendengar deheman yang dibuat-buat barusan seketika membuatku terdiam. Astagah, ternyata sudah ada Mas Hilman yang sedang menyandarkan tubuhnya di pintu masuk sembari menatap ke arahku yang tengah duduk di depan cermin. Dari situ aku yakin pasti sejak tadi suami mudaku itu terus memperhatikanku tanpa aku sadari."Kenapa sayang?" ucap Mas Hilman dengan suara lembut seraya berjalan mendekatiku.Aku yang mendadak salah tingkah tak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa menahan malu tanpa berani membalas tatapan Mas Hilman yang kini duduk berjongkok di sampi
Bab 111 Arti My yang sesungguhnya "Tolong, jangan ngambek dulu. Ingat—""Ingat umur, kan, maksudmu?" sahutku dari balik selimut.Entahlah ekspresi apa yang ditunjukkan Mas Hilman setelah mendengar balasanku barusan. Namun yang jelas suami mudaku itu kembali bersuara yang kali ini membuatku terdiam."Kali ini aku serius. Aku mau bilang arti 'my' itu ke kamu, Mbak," kata Mas Hilman yang masih memelukku dari balik selimut bermotif bunga sakura tersebut."Jadi, arti 'my' itu ...." Mas Hilman sengaja menggantungkan ucapannya sehingga membuat jantungku mendadak berdetak kencang. Aku masih terdiam menyimak kelanjutan dari perkataan Mas Hilman. Aku sengaja melakukan itu karena jika aku menyela yang ada pasti aku tidak akan mendapatkan jawabannya. "Army."Seketika aku dibuat terkejut mendengar satu kata yang barusan keluar dari mulut suami mudaku itu. Army? Ku singkap selimut yang menutupi tubuhku secara kasar hingga membuat Mas Hilman tersentak kaget. Lantas mendudukkan diriku dan melihat
Bab 112 Serangan Tiba-tiba "Gak usah. Kita selesaikan malam ini," jawab Mas Hilman.Mendengar hal itu lantas membuat kedua alisku bertautan. Selesaikan malam ini? Apa maksudnya? Apa jangan-jangan Mas Hilman benar-benar kecewa padaku?Astaghfirullah ... Kalau memang Mas Hilman benar kecewa padaku, itu artinya aku harus siap menanggung apapun nanti hukuman yang akan diberikan suami mudaku itu. Termasuk mungkin harus meninggalkan idolaku tersebut."Terus tapi apa, Mas?" tanyaku pada Mas Hilman yang masih terdiam. Mas Hilman menatapku dengan mengulas senyum manisnya. Wajah tampannya itu betul-betul membuatku betah memandangnya. "Tapi kalau andai aku tahu semua ini setelah aku udah cinta sama kamu, mmm ...," kata Mas Hilman dengan nada menggoda. "Kenapa?" tanyaku tersipu malu. "Gak boleh lah!" balas suami mudaku itu dilanjut tawa yang seakan menang atas diriku.Malam itu melihat Mas Hilman tertawa bahagia membuatku ikut berbahagia. Rasanya sudah lama aku tidak melihatnya sebahagia itu
Bab 113 Perginya Mas Hilman Tanpa Pamit"Ini baru permulaan!" ucap seseibu itu ketika melewatiku yang sedang sibuk bersama Bu Marni.Sejujurnya mendengar kata-katanya itu membuat emosi ku sedikit terpancing, akan tetapi mengingat nasihat Bu Marni tadi untuk mengabaikan saja seseibu itu alhasil aku pun berusaha meredakan amarahku.Usai menyelesaikan perbelanjaan ku, aku dan Bu Marni sengaja pulang bersama. Di perjalanan pulang itu lah Bu Marni menceritakan siapa sebenarnya seseibu yang menyerangku tadi. Dimana ia adalah warga baru di kampung ini. Namanya Mira atau biasa di panggil Bu Mira. Rumahnya berbeda gang dengan rumahku, sebab itu lah yang mungkin membuatku belum mengetahui keberadaannya.Menurut Bu Marni, awal kepindahan Bu Mira beberapa hari yang lalu itu sikapnya terlihat baik-baik saja. Sama sekali tidak menunjukkan sikap angkuh atau tidak suka dengan para tetangganya. Maka dari itu lah ketika beliau melihat Bu Mira bersikap kasar sampai melempar telur ke arahku tadi amatlah
Bab 124 EndingTak lama setelah kabar gembira itu mencuat, tiba-tiba kami semua yang berada di teras rumah Bu Watik itu pun seketika dibuat terkejut lantaran terdengar teriakan dari arah dalam rumah. Dan sudah bisa ditebak teriakan yang cukup kencang itu pasti berasal dari Bu Watik.Di waktu yang bersamaan itu pula lah Mas Aryo lantas berlari dengan cepat menuju dalam rumah. Pastilah ia merasa khawatir jikalau terjadi sesuatu pada ibunya itu. Bulik Erni, Sarah, Rahma, serta aku yang menggendong Abrisam pun dengan panik menyusul Mas Aryo ke dalam. Dan disaat kami semua berada tepat di depan kamar Bu Watik, kedua mata kami dibuat tercengang dengan pemandangan di depan sana.Dimana Bu Watik ternyata ... Terjatuh dari tempat tidurnya.Entahlah apa yang sebelumnya wanita paruh baya itu perbuat hingga membuatnya terjatuh dari kasurnya. Namun yang jelas hal tersebut membuat Mas Aryo begitu terkejut. Begitu juga dengan diriku dan yang lainnya.Mendapati ibunya dalam kondisi demikian, tanpa b
Bab 123 Kondisi Mantan Mertua Setelah memberikan jawabanku tersebut, aku tidak lagi mendengar suara dari Mas Hilman. Dan entah mengapa di momen itu aku merasa kalau suami mudaku itu sedang memikirkan sesuatu yang ujung-ujungnya aku diminta untuk mengembalikan satu set perhiasan itu.Astagfirullah ... Aku terus berucap istighfar dalam hati sembari terus berharap kalau Mas Hilman tidak memintaku untuk mengembalikan satu set perhiasan itu. Karena bagaimanapun aku berusaha menghargai hadiah yang dikirim Siska itu. Walaupun perihal permintaan maaf dari Siska belum juga diketahui secara pasti. Namun yang jelas jika memang benar Siska ingin meminta maaf dan sudah menyesali perbuatannya, hal itu lah yang membuatku senang dan bukan semata-mata karena perhiasan saja.Namun ternyata dugaanku salah. Ketika aku meminta untuk menyudahi aktivitas memijat ini, Mas Hilman masih sama seperti sebelumnya. Tetap tak bersuara. Tentu saja hal ini sudah bisa dipastikan kalau suami mudaku itu pasti tertidur.
Bab 122 Satu Set Perhiasan "O ya, udah hubungi nomor di paket mu itu belum?" tanya Mas Hilman yang membuatku teringat sesuatu."Astaghfirullah, belum, Mas," balasku.Benar, setelah menerima paket beberapa hari yang lalu, dimana paket yang berisikan satu set perhiasan emas itu membuatku dan Mas Hilman terkejut saat mengetahuinya. Alhasil karena tidak ada nama pengirim dan hanya ada nomor telepon yang sepertinya dari toko perhiasan itu dibeli, aku berencana untuk menghubungi toko tersebut. Dengan tujuan untuk mengkonfirmasi apakah satu set perhiasan yang aku terima benar-benar ditujukan untukku.***"Mas, Mas, Mas!!" dengan terburu-buru aku mendekati Mas Hilman yang baru saja pulang dari sekolah."Kenapa?" tanyanya heran."Lihat, deh," ucapku seraya meminta Mas Hilman melihat ke arah layar hp yang berada di tanganku.Setelah membaca isi pesan yang aku tunjukkan lantas saat itu juga Mas Hilman menatapku dengan raut wajah kebingungan. Sontak hal itu membuatku yang tadinya ceria seketika
Bab 121 Kepergian Mbak SusiSayangnya, ketika Mbak Susi belum sempat memulai ceritanya disaat yang bersamaan tiba-tiba muncul Rahma, adik iparku. Ia datang dengan nafas terengah-engah sambil membawa Abrisam."Maaf semuanya," kata Rahma sembari menurunkan keponakannya.Abrisam pun berjalan dengan wajah riangnya ke arahku. Sedangkan Rahma diminta untuk duduk terlebih dahulu dan menenangkan diri sebelum bercerita. Sampai akhirnya Rahma diminta untuk menceritakan apa yang menjadi sebab ia menyusul ke rumah ini dengan kondisi seperti itu tadi. Dimana ternyata ... Ada seseorang yang mencariku.Mendengar hal itu Mas Hilman lantas bergegas keluar rumah dan berjalan pulang ke rumahnya. Sedangkan aku menitipkan Abrisam ke ibu mertuaku dan segera menyusul suami mudaku itu. Begitu juga dengan Rahma yang mengikutiku dari belakangku. Sementara yang lainnya lebih memilih untuk tetap berada di tempatnya sembari memantau dari kejauhan.***Bersamaan dengan kehadiranku, saat itu pula lah Mas Hilman me
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman