Bab 111 Arti My yang sesungguhnya "Tolong, jangan ngambek dulu. Ingat—""Ingat umur, kan, maksudmu?" sahutku dari balik selimut.Entahlah ekspresi apa yang ditunjukkan Mas Hilman setelah mendengar balasanku barusan. Namun yang jelas suami mudaku itu kembali bersuara yang kali ini membuatku terdiam."Kali ini aku serius. Aku mau bilang arti 'my' itu ke kamu, Mbak," kata Mas Hilman yang masih memelukku dari balik selimut bermotif bunga sakura tersebut."Jadi, arti 'my' itu ...." Mas Hilman sengaja menggantungkan ucapannya sehingga membuat jantungku mendadak berdetak kencang. Aku masih terdiam menyimak kelanjutan dari perkataan Mas Hilman. Aku sengaja melakukan itu karena jika aku menyela yang ada pasti aku tidak akan mendapatkan jawabannya. "Army."Seketika aku dibuat terkejut mendengar satu kata yang barusan keluar dari mulut suami mudaku itu. Army? Ku singkap selimut yang menutupi tubuhku secara kasar hingga membuat Mas Hilman tersentak kaget. Lantas mendudukkan diriku dan melihat
Bab 112 Serangan Tiba-tiba "Gak usah. Kita selesaikan malam ini," jawab Mas Hilman.Mendengar hal itu lantas membuat kedua alisku bertautan. Selesaikan malam ini? Apa maksudnya? Apa jangan-jangan Mas Hilman benar-benar kecewa padaku?Astaghfirullah ... Kalau memang Mas Hilman benar kecewa padaku, itu artinya aku harus siap menanggung apapun nanti hukuman yang akan diberikan suami mudaku itu. Termasuk mungkin harus meninggalkan idolaku tersebut."Terus tapi apa, Mas?" tanyaku pada Mas Hilman yang masih terdiam. Mas Hilman menatapku dengan mengulas senyum manisnya. Wajah tampannya itu betul-betul membuatku betah memandangnya. "Tapi kalau andai aku tahu semua ini setelah aku udah cinta sama kamu, mmm ...," kata Mas Hilman dengan nada menggoda. "Kenapa?" tanyaku tersipu malu. "Gak boleh lah!" balas suami mudaku itu dilanjut tawa yang seakan menang atas diriku.Malam itu melihat Mas Hilman tertawa bahagia membuatku ikut berbahagia. Rasanya sudah lama aku tidak melihatnya sebahagia itu
Bab 113 Perginya Mas Hilman Tanpa Pamit"Ini baru permulaan!" ucap seseibu itu ketika melewatiku yang sedang sibuk bersama Bu Marni.Sejujurnya mendengar kata-katanya itu membuat emosi ku sedikit terpancing, akan tetapi mengingat nasihat Bu Marni tadi untuk mengabaikan saja seseibu itu alhasil aku pun berusaha meredakan amarahku.Usai menyelesaikan perbelanjaan ku, aku dan Bu Marni sengaja pulang bersama. Di perjalanan pulang itu lah Bu Marni menceritakan siapa sebenarnya seseibu yang menyerangku tadi. Dimana ia adalah warga baru di kampung ini. Namanya Mira atau biasa di panggil Bu Mira. Rumahnya berbeda gang dengan rumahku, sebab itu lah yang mungkin membuatku belum mengetahui keberadaannya.Menurut Bu Marni, awal kepindahan Bu Mira beberapa hari yang lalu itu sikapnya terlihat baik-baik saja. Sama sekali tidak menunjukkan sikap angkuh atau tidak suka dengan para tetangganya. Maka dari itu lah ketika beliau melihat Bu Mira bersikap kasar sampai melempar telur ke arahku tadi amatlah
Bab 114 Sebenarnya ....Tanpa berpikir panjang aku dengan segera kembali ke rumah dan mengambil sepeda motor. Lalu bergegas pergi bersama Sarah untuk ke rumah Bu Mira. Walaupun kami belum tahu pasti dimana letak rumah wanita paruh baya itu, tapi setidaknya karena kami satu kampung dan hanya berbeda gang, walaupun tak tahu gang sebelah mana, kemungkinan besar aku dan Sarah akan lebih mudah menemukannya.Dengan modal bismillah motor pun melaju ke arah yang belum tentu.Aku dan Sarah terus saja menelusuri setiap gang yang ada di kampung ini. Sampai akhirnya kami menemukan keberadaan Mas Hilman dan Mas Aryo yang sedang berjalan santai berlawanan arah dengan kami. Aku yang memang membawa sepada motor pun langsung menambah kecepatan untuk menghampiri dua orang bersaudara itu. Tanpa direncana aku dan Sarah tiba-tiba bisa kompak menghampiri suami kami masing-masing setelah mesin sepeda motor ku matikan. "Astaghfirullah, Maaaaas!" kesalku sembari berjalan mendekati Mas Hilman. Bukan hanya a
Bab 115 Tentang Bu Mira"Myyyy ...," ucap Mas Hilman dengan nada sedikit pelan yang seolah ingin menegurku.Mendapat sikap demikian dari Mas Hilman seketika membuatku meliriknya dengan senyum kecut. Bukannya langsung bercerita malah bersikap yang seakan-akan menyalahkanku. Hadeeh, semua ini gara-gara Bu Watik yang memang suka bikin naik tensiku saja. Dan pada akhirnya seperti yang sudah-sudah Bulik Erni lah yang harus turun tangan untuk melerai kami, sehingga Mas Hilman bisa memulai ceritanya. Dengan situasi yang cukup tegang serta raut wajah yang serius dari setiap kami yang menyimak, Mas Hilman lantas menjelaskan jika sebenarnya ... Bu Mira adalah ibu kandung Dewi.Baru mendengar satu pernyataan saja sudah membuatku terkejut sekaligus tak percaya. Bagaimana bisa jika benar Bu Mira adalah ibu kandungnya Dewi, lantas apa tujuannya pindah ke kampung ini? Sementara jelas-jelas Pak Mahfud sudah memiliki rumah sendiri. Ditambah profesi Pak Mahfud juga Dewi yang cukup bagus sehingga tidak
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera