Bab 113 Perginya Mas Hilman Tanpa Pamit"Ini baru permulaan!" ucap seseibu itu ketika melewatiku yang sedang sibuk bersama Bu Marni.Sejujurnya mendengar kata-katanya itu membuat emosi ku sedikit terpancing, akan tetapi mengingat nasihat Bu Marni tadi untuk mengabaikan saja seseibu itu alhasil aku pun berusaha meredakan amarahku.Usai menyelesaikan perbelanjaan ku, aku dan Bu Marni sengaja pulang bersama. Di perjalanan pulang itu lah Bu Marni menceritakan siapa sebenarnya seseibu yang menyerangku tadi. Dimana ia adalah warga baru di kampung ini. Namanya Mira atau biasa di panggil Bu Mira. Rumahnya berbeda gang dengan rumahku, sebab itu lah yang mungkin membuatku belum mengetahui keberadaannya.Menurut Bu Marni, awal kepindahan Bu Mira beberapa hari yang lalu itu sikapnya terlihat baik-baik saja. Sama sekali tidak menunjukkan sikap angkuh atau tidak suka dengan para tetangganya. Maka dari itu lah ketika beliau melihat Bu Mira bersikap kasar sampai melempar telur ke arahku tadi amatlah
Bab 114 Sebenarnya ....Tanpa berpikir panjang aku dengan segera kembali ke rumah dan mengambil sepeda motor. Lalu bergegas pergi bersama Sarah untuk ke rumah Bu Mira. Walaupun kami belum tahu pasti dimana letak rumah wanita paruh baya itu, tapi setidaknya karena kami satu kampung dan hanya berbeda gang, walaupun tak tahu gang sebelah mana, kemungkinan besar aku dan Sarah akan lebih mudah menemukannya.Dengan modal bismillah motor pun melaju ke arah yang belum tentu.Aku dan Sarah terus saja menelusuri setiap gang yang ada di kampung ini. Sampai akhirnya kami menemukan keberadaan Mas Hilman dan Mas Aryo yang sedang berjalan santai berlawanan arah dengan kami. Aku yang memang membawa sepada motor pun langsung menambah kecepatan untuk menghampiri dua orang bersaudara itu. Tanpa direncana aku dan Sarah tiba-tiba bisa kompak menghampiri suami kami masing-masing setelah mesin sepeda motor ku matikan. "Astaghfirullah, Maaaaas!" kesalku sembari berjalan mendekati Mas Hilman. Bukan hanya a
Bab 115 Tentang Bu Mira"Myyyy ...," ucap Mas Hilman dengan nada sedikit pelan yang seolah ingin menegurku.Mendapat sikap demikian dari Mas Hilman seketika membuatku meliriknya dengan senyum kecut. Bukannya langsung bercerita malah bersikap yang seakan-akan menyalahkanku. Hadeeh, semua ini gara-gara Bu Watik yang memang suka bikin naik tensiku saja. Dan pada akhirnya seperti yang sudah-sudah Bulik Erni lah yang harus turun tangan untuk melerai kami, sehingga Mas Hilman bisa memulai ceritanya. Dengan situasi yang cukup tegang serta raut wajah yang serius dari setiap kami yang menyimak, Mas Hilman lantas menjelaskan jika sebenarnya ... Bu Mira adalah ibu kandung Dewi.Baru mendengar satu pernyataan saja sudah membuatku terkejut sekaligus tak percaya. Bagaimana bisa jika benar Bu Mira adalah ibu kandungnya Dewi, lantas apa tujuannya pindah ke kampung ini? Sementara jelas-jelas Pak Mahfud sudah memiliki rumah sendiri. Ditambah profesi Pak Mahfud juga Dewi yang cukup bagus sehingga tidak
Bab 116 Sebuah VideoDimana ia bilang jika sebetulnya selama di rumah Bu Mira, ia dan Mas Aryo tidak banyak mendapatkan informasi mengenai apa yang menjadi tujuan mereka. Malah yang ada Bu Mira terus mengajak dua bersaudara itu bercerita ke hal-hal yang terbilang tidaklah penting. Saking banyak omong nya, sampai-sampai setiap kali Mas Hilman dan Mas Aryo ingin pamit untuk pulang selalu saja merasa sungkan karena cerita yang belum kelar tersebut.Sampai di titik ini aku merasa semakin yakin kalau sebenarnya ada yang tidak beres dengan kejiwaan Bu Mira. Tapi, bagaimana aku bisa menemukan jawaban dari dugaanku itu jika Bu Mira saja bersikap buruk ketika berhadapanku. Dan ... Apa mungkin kejadian yang menimpaku ini ada hubungannya dengan Dewi yang katanya adalah anak kandung dari Bu Mira?"Bu Mira bilang gak kalau Dewi tau soal ini?" tanya Bulik Erni yang membuat kami semua menoleh ke arahnya.Mas Hilman menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya barusan. "Enggak, Bu. Tapi menurut Hilman
Bab 117 Sebuah NasihatKarena pesan yang membuatku begitu syok ketika aku membacanya itu, aku sampai tidak sabar ingin menyampaikannya kepada Mas Hilman yang mana suami mudaku itu belum pulang dari masjid. Ingin sekali ku telepon Mas Hilman tetapi sayangnya hp nya di rumah. Dan memang kebiasaan suami mudaku itu lah yang selalu tidak membwa hp jika pergi ke masjid seperti ini.Sampai setelah beberapa saat menunggu akhirnya Mas Hilman pulang. Dan dengan semangat serta rasa ingin tahu akan ekspresi juga tanggapan dari Mas Hilman, aku pun langsung menyodorkan pesan dari nomor tanpa nama tersebut. Dan tebakanku akan tanggapan Mas Hilman pun terjawab ketika suami mudaku itu telah tuntas membaca pesan tersebut. Dimana Mas Hilman berkata jika ia juga tidak menyangka dengan isi pesan tersebut. Dan sama dengan diriku, Mas Hilman juga menyakini jika pesan tersebut berasal dari Dewi.Akhirnya di pagi itu tanpa banyak berpikir aku dan Mas Hilman langsung keluar kamar dan berjalan dengan terburu-b
Bab 118 Dalang"Maksudnya udah biasa?" tanyaku.Sembari menarik selimut suami mudaku itu lantas menjawab, "udah biasa kamu curigain!" dengan cepat Mas Hilman menutupi seluruh tubuhnya dengan selimutnya yang seolah ingin berlindung dariku.Dan memang tepat apa yang dilakukan Mas Hilman tersebut. Pasalnya usai mendengar jawabannya itu reflek aku mengambil bantalku dan menggunakannya untuk memukul-mukul tubuhnya. Enak saja memberi jawaban seperti itu. Apa dia pikir aku adalah tipe wanita yang selalu curigaan padanya?! Haduh! ***Pagi harinya ketika aku ingin melihat nomor tanpa nama di hp ku, yang kemarin ku kira milik Dewi, aku dibuat terkejut karena aku tidak menemukan nomor tersebut. Baik di daftar pesan maupun di riwayat panggilan. Tidak ku temukan nomor itu sama sekali.Mendapati hal demikian seketika itu juga aku teringat akan Mas Hilman yang membuka-buka hp ku tadi malam, yang katanya hanya sekedar ingin melihat-lihat saja. "Pasti kamu, Mas!" rutukku lalu berjalan mencari kebera
Bab 119 Menjemputnya pulang ke rumahMelihat nama dari orang yang meneleponku malam-malam itu seketika aku dibuat mendelik. Mendadak pula jantungku berdebar-debar karena aku merasa yakin kalau ada hal yang penting untuk disampaikan malam itu juga. Ku angkat lah panggilan telepon tersebut dan mendapati kabar yang sangat-sangat membuatku terkejut seketika. Bahkan saking terkejutnya aku sampai tidak bisa menggerakkan badanku untuk beberapa detik. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Hilman terbangun dan melanjutkan obrolan dari orang yang cukup kami kenal itu lewat telepon.Setelah beberapa saat kemudian panggilan telepon berakhir. Dan saat itu juga Mas Hilman memintaku untuk bersiap karena kami akan segera pergi ke tempat sesuai yang disampaikan orang yang belum lama menelepon kami tadi. Dengan perasaan yang masih syok, aku tetap berusaha tenang. Karena bagaimanapun nanti setelah sampai di tempat tujuan, aku lah yang akan berperan penting di sana.***"Ada apa, Sar?" tanyaku panik ketika aku
Bab 120 Pesan Untukku"Gak pa-pa, kok, Bulik," jawab Mbak Susi dengan suara pelan seraya tersenyum ke arah Bulik Erni.Melihat kondisi Mbak Susi yang berjalan seperti itu, ditambah adanya luka lebam dibeberapa titik wajahnya membuatku merasa kasihan padanya. Aku betul-betul tak menyangka jika pernikahan yang awalnya dulu penuh drama kini harus berakhir seperti ini. Sungguh menyedihkan dan sungguh malang nasib mantan kakak iparku itu.Di momen ini pula lah yang membuatku semakin bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Dan adakah kesalahan yang diperbuat Mbak Susi hingga Pak Tejo dan ketiga istrinya yang lain sampai tega meninggalkan bekas luka-luka di tubuh Mbak Susi seperti itu.Sampai akhirnya setelah melihat Mbak Susi lebih tenang dan lebih rileks, Bu Watik yang memang sejak tadi malam mengkhawatirkan anaknya sampai-sampai dia pingsan pun mulai mengajukan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi. Selain itu aku sendiri juga teramat penasaran dengan apa yang membuat Mbak S