Bab 104 Rumah Sakit"Baik, Pak, saya akan segera ke sana," kataku lalu menutup panggilan telepon tersebut.Ya, sebuah telepon anonim yang memintaku untuk segera datang ke sebuah rumah sakit karena orang yang ku kenal ini terus saja menyebut namaku.Aku pun bergegas menemui Mas Hilman, lalu menjelaskan dengan cepat kabar yang barusan aku dapat. Mendengar hal itu lantas tak membuat suami mudaku itu banyak berpikir. Sama hal nya denganku, Mas Hilman memutuskan untuk bersegera ke rumah sakit malam ini juga."Kita perlu ajak Mas Aryo, gak?" tanyaku pada Mas Hilman. Mas Hilman terdiam sejenak. Seakan tengah bingung memikirkan jawaban dari pertanyaanku barusan. Bukan bermaksud apa-apa, namun aku hanya ingin Mas Aryo tak menyesal di kemudian hari jika terjadi hal yang serius pada orang yang akan kami temui ini."Gimana, Mas?" tanyaku lagi. Mas Hilman menghela napas beratnya. Lalu menjawab jika dirinya akan menghubungi Mas Aryo untuk langsung datang ke rumah sakit. Sementara itu aku dan Mas
Bab 105 Pulang "Ayo, Mas!" seruku pada Mas Hilman yang tiba-tiba berhenti melangkah.Melihat Mas Hilman yang terdiam dan terus menatap ke arah depan, spontan aku pun ikut menoleh ke arah yang dituju suami muda ku itu. Dan sekarang aku tahu apa yang membuat Mas Hilman mematung untuk beberapa detik itu. Ternyata ...."Itu Namu, kan?" Mas Hilman masih menatap lurus ke depan."Iya, ya. Kok, dia bisa di sini?" aku pun ikut bertanya-tanya melihat suami dari sahabatku itu berjalan ke arah kami.Bukan hanya kehadiran Namu yang membuatku bertanya-tanya, tetapi juga karena ia datang tak bersama Sari. Dan ... Ada urusan apa hingga membuatnya datang ke rumah sakit malam-malam begini?"Assalamualaikum," ucap Namu ketika jarak kami hanya beberapa langkah.Aku dan Mas Hilman hampir bersamaan menjawab salam dari Namu. Begitu juga dengan Mas Aryo yang sejak tadi berdiri tak jauh dari suami mudaku itu.Tanpa banyak berbasa-basi Mas Hilman lantas menanyakan alasan Namu datang ke rumah sakit ini. Apalag
Bab 106 Mimpi?Akhirnya karena merasa tak ada kerjaan aku pun memilih bermain dengan hp ku. Berharap dengan begitu lama-kelamaan aku akan merasa mengantuk sehingga tertidur begitu saja. Sayangnya, bukan rasa kantuk yang ku dapat malah aku dibuat terheran-heran karena mendengar suara notifikasi dari hp Mas Hilman yang berulang-ulang.Sontak karena penasaran aku pun meraih hp suami mudaku itu dan ingin mengintip pesan-pesan yang dari layar depan. Alhasil dari tindakanku itu, seketika aku dibuat tak percaya melihat sebagian isi dari pesan-pesan tersebut. Astaghfirullah ...."Ini pasti Dewi, nih!" kataku sambil menunjuk-nunjuk ke arah layar hp Mas Hilman.Aku yakin kalau yang mengirim pesan barusan adalah Dewi. Siapa lagi? Sebab hanya dia yang selama ini mengirimi pesan-pesan sampah seperti itu. Panggil-panggil sayang ke Mas Hilman lah, nanya-nanya hal yang tidak penting sampai menelepon berulang kali dalam satu waktu. Persis yang barusan terjadi.Ah, betul-betul dibuat kesal lah aku deng
Bab 107 Kehadiran Dewi Bbraaakkkk!!!!!Seketika aku terjatuh dan terasa begitu sakit pada bagian kepalaku karena terbentur dengan aspal jalanan. Hal itu terjadi disebabkan dari tabrakan sebuah sepeda motor yang secara tiba-tiba muncul disaat aku tengah menyapu pinggiran jalan depan rumahku. Entah sengaja atau tidak namun yang jelas karena tabrakan itu membuat kedua mataku mulai melemah dalam melihat. Aku pun tak sadarkan diri.***"Alhamdulillah akhirnya kamu sadar juga, Mbak," ucap Mas Hilman yang berdiri di dekatku. Raut wajah suami mudaku itu tampak senang melihatku yang baru saja siuman. Ia bahkan tak melepaskan genggaman tangannya dari tanganku. Dengan suara lirih Mas Hilman tak henti-hentinya berucap syukur melihat kondisiku yang sekarang ini.Aku yang merasa tubuhku masih teramat lemas disertai kepalaku yang sedikit pusing hanya bisa menatap lemah ke arah Mas Hilman. Suami mudaku itu mengulas senyum manis yang menambahkan ketampanan di wajahnya sembari mengusap-usap pelan pel
Bab 108 Alasan Dewi Meminta MaafBukannya jawaban yang keluar dari mulut Dewi tetapi malah suara isak tangis yang terdengar. Entah betulan nangis atau tidak lah dia, tetapi yang jelas wanita berjilbab paris di hadapanku itu kembali berucap maaf padaku. Dengan wajah yang masih tertunduk, Dewi terus saja memohon supaya aku bisa memaafkannya.Di momen ini perasaan untuk tidak ingin memaafkannya pun muncul. Tetapi, melihatnya secara terang-terangan mengakui kesalahannya itu membuat pikiranku goyah. Namun, karena aku belum mendapatkan alasannya, berat juga rasanya untuk memaafkannya. Aarrghh, Dewi! Kenapa kamu senang sekali membuatku ingin menamp*rmu!"Jawab Dewi!" seru Mas Hilman yang membuat Dewi tersentak.Dengan raut wajah gelisah lantas Dewi mulai membuka mulutnya. Disaat itu pula aku kembali menatapnya dengan sangat serius."Maafkan aku Halimah. Dugaanmu benar. Kalau aku sebenarnya masih dendam sama kamu, makanya aku sengaja menabrakmu tadi pagi. Tapi, seperti yang diawal aku kataka
Bab 109 Kabar tentang Siska untuk HalimahAku dan Mas Hilman sama-sama tidak mengerti siapa yang menyebarkan hal ini. Sebab, selama di sekolah pun ia sama sekali tak tahu jika ada kejadian tersebut. Alias Mas Hilman baru mengetahuinya setelah menerima pesan dari Bu Dina beberapa jam yang lalu."Siapa, ya, kira-kira?" gumamku menatap lurus ke depan.Aku betul-betul tidak bisa menebak siapa yang menyebarkan masalah ini. Sebab yang tahu kalau Dewi pelaku penabrakanku hanya dari kalangan keluargaku saja. Jadi mustahil rasanya jika salah satu dari mereka membocorkan hal ini.Lantas, siapa kira-kira yang melakukannya?***"Mas, Mas Hilman!"Aku berjalan cepat menuju tempat di mana suami muda ku itu berada. Rasanya begitu tak sabar ingin menyampaikan kabar yang barusan aku dapat dari teman lamaku, Namu."Kenapa, sih?" tanya Mas Hilman yang menghentikan aktivitasnya bermain dengan Abrisam."Lihat ini, Mas." Ku perlihatkan sebuah pesan singkat dari teman lamaku itu.[besok aku ke rumahmu, ya?
Bab 110 Salah Tingkah Seorang Halimah"My?" gumamku sembari terus memikirkan apa yang dimaksud panggilan dari Mas Hilman itu."Apa maksdunya Mas Hilman mau bilang My Love tapi malu karena ada Namu dan Sari. Jadi cuma my doang gitu?" pikirku.Ah, aku betul-betul penasaran dengan arti "my" yang dimaksud suami mudaku itu. Sebab selama ini Mas Hilman sering memanggilku dengan sebutan Mbak atau sayang.Astagaaaah Mas Hilmaaaan, Aaargh!"Ehem!"Mendengar deheman yang dibuat-buat barusan seketika membuatku terdiam. Astagah, ternyata sudah ada Mas Hilman yang sedang menyandarkan tubuhnya di pintu masuk sembari menatap ke arahku yang tengah duduk di depan cermin. Dari situ aku yakin pasti sejak tadi suami mudaku itu terus memperhatikanku tanpa aku sadari."Kenapa sayang?" ucap Mas Hilman dengan suara lembut seraya berjalan mendekatiku.Aku yang mendadak salah tingkah tak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa menahan malu tanpa berani membalas tatapan Mas Hilman yang kini duduk berjongkok di sampi
Bab 111 Arti My yang sesungguhnya "Tolong, jangan ngambek dulu. Ingat—""Ingat umur, kan, maksudmu?" sahutku dari balik selimut.Entahlah ekspresi apa yang ditunjukkan Mas Hilman setelah mendengar balasanku barusan. Namun yang jelas suami mudaku itu kembali bersuara yang kali ini membuatku terdiam."Kali ini aku serius. Aku mau bilang arti 'my' itu ke kamu, Mbak," kata Mas Hilman yang masih memelukku dari balik selimut bermotif bunga sakura tersebut."Jadi, arti 'my' itu ...." Mas Hilman sengaja menggantungkan ucapannya sehingga membuat jantungku mendadak berdetak kencang. Aku masih terdiam menyimak kelanjutan dari perkataan Mas Hilman. Aku sengaja melakukan itu karena jika aku menyela yang ada pasti aku tidak akan mendapatkan jawabannya. "Army."Seketika aku dibuat terkejut mendengar satu kata yang barusan keluar dari mulut suami mudaku itu. Army? Ku singkap selimut yang menutupi tubuhku secara kasar hingga membuat Mas Hilman tersentak kaget. Lantas mendudukkan diriku dan melihat