“Sangat disayangkan, aku tidak menerima kutu loncat,” sahut Han langsung menolak.“Kamu nikmati saja hidupmu. Sebelum kamu mati. Umur seseorang tidak ada yang tahu,” lanjut Han memberi Haily sedikit wejangan.“Kamu benar,” timpal Haily tak mau ambil pusing dengan ucapan menohok Han.Haily berdiri dari tempat duduknya.“Sana, temui istrimu. Aku akan bersiap-siap untuk keluar dari rumah ini,” pungkas Haily sebelum beranjak menuju ke kamar.Tanpa diminta oleh Haily pun. Han memang ingin segera menemui sang istri tercinta. Yang berada di dalam kamar.Kedatangan Han disambut antusias oleh Cani yang terlihat cemas.“Gimana, Mas? Mbak Haily mau pindah ke rumah yang telah kita siapkan ‘kan?” tanya Cani.“Haily bilang jika dia tidak akan tinggal di rumah yang kita siapkan. Melainkan akan pergi ke luar kota,” jawab Han.Cani terbelalak. Pertanda jika dia terkejut.“Loh? Mbak Haily mau balik ke kota asal ta, Mas? Padahal aku cuma pengen Mbak Haily nggak tinggal di sini. Bukan ingin Mbak Haily pe
Tiga hari berlalu, setelah Haily minggat dari kediaman Cani. Kehidupan Cani dan Han terasa lebih tenang. Cani tak perlu khawatir dengan Haily yang akan menggoda Han. Dan Han yang tak lagi was-was jikalau Haily membeberkan mengenai identitas sesungguhnya Han pada Cani. Ketika Cani sedang asyik menata barang di etalase toko. Dia kejutkan dengan kehebohan di lingkungan rumah Pak RT. Berhubung rumah Pak RT letaknya tak terlalu jauh dari tempat Cani. Cani bisa melihat apa yang terjadi di sana. Awalnya Cani tak mau ambil pusing. Dan lebih memilih untuk fokus ke pekerjaannya. Namun, setelah melihat beberapa warga mengerubungi Pak RT yang dibawa polisi. Cani jadi tertarik. Cani pun memutuskan untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Cani keluar dari tokonya. Lalu menghampiri segerombolan ibu-ibu yang sedang berkumpul. Cani sengaja berdiri di samping ibu-ibu tersebut. Berharap akan mendapatkan beberapa informasi. “Pak RT kok dibawa polisi? Kenapa ya, Bu?” tanya Cani yang
Albert berdecap tak suka. Ia berkata, "Ayolah, Haily. Aku juga ingin beristirahat." "Yaudah, sih ... Tidur bareng aku aja. Aku bisa bikin kamu tidur nyenyak," rengek Haily merayu Albert. Untuk kesekian kalinya, Albert menghela napas panjang. Albert sangat lelah menghadapi tingkah Haily. "Ayo ... Jangan nolak aku terus. Emangnya aku ini wanita jelek, ya? Kok selalu ditolak cowok?" keluh Haily mulai merendahkan dirinya sendiri. "Ck, baiklah ... Aku akan menemanimu tidur. Hanya untuk malam ini saja," ucap Albert memilih mengalah. Daripada mempepanjang obrolan. Haily melepaskan pelukannya pada tubuh besar Albert. Dengan perasaan riang gembira, Haily berjalan menuju ranjangnya. Begitu berada di depan rajang. Haily menanggalkan seluruh pakaiannya. Lalu, Ia melemparkan tubuhnya di atas kasur. Haily memberi israyat kepada Albert. Agar berbaring di sampingnya. Albert yang memang dalam kondisi kurang sehat. Hanya menurut. Ia berjalan mendekat ke arah Haily sambil melepas kem
Haily membalas perkataan Albert dengan sebuah senyuman manis. "Aku ngerti kok. Tadi aku cuma ngetes kamu saja. Ternyata kamu belum tidur," kilah Haily tak merasa bersalah. Haily menepuk-nepuk pipi tirus Albert. Keduanya pun tidur bersama. Hingga pagi menjelang. *** Beberapa hari telah berlalu. Tak terasa, sudah satu minggu Haily berada di Bali. Haily sepertinya enggan untuk pergi dari pulau yang dijuluki 'Land Of The Gods" Itu. Karena sering bersama. Hubungan Haily dan Albert jadi dekat. Malahan, mereka berdua lebih terlihat seperti sepasang kekasih. Hal tersebut membuat Hime tak senang. Pasalnya, waktu Albert terbuang hanya untuk memuaskan batin Haily. Sedangkan, Hime mau tak mau harus menunggu Albert menyelesaikan tugas dari Han. Tapi, mau sampai kapan? Hime bukan tipe orang yang suka menunggu. Apalagi, menunggu dalam keadaan tidak pasti. Sama sekali tak menggambarkan kepribadian Hime. Maka dari itu. Hime memutuskan untuk menemui Albert yang sedang berdu
Berhubung Haily tak jadi tinggal di rumah Mak Ti. Cani langsung menghubungi Mak Ti, untuk membatalkan. Cani yang merasa tak enak. Berniat untuk membayar uang sewa. Namun, Mak Ti menolaknya. Mak Ti sama sekali tak keberatan. Karena rumah tersebut sudah ada yang menyewa. Setelah Cani menghubungi Mak Ti lewat panggilan telefon. Dan mengabarkan jika tak jadi menyewa rumah Mak Ti. Hari itu juga, orang lain mendatangi Mak Ti dan langsung menyewa rumah tersebut selama tiga tahun. “Sudah, Nak. Mending sekarang kamu pulang. Ngapain, sih ... Datang ke rumahku segala? Panas-panas gini. Mana ke sini pakai sepeda ontel.” Mak Ti mengomeli Cani. “Aku ndak enak sama, Mak,” kata Cani menyentuh tangan Mak Ti. “Rumah yang akan kamu sewa. Sekarang sudah ada yang menempati, Nduk Ayu,” terang Mak Ti. “Aku tetap merasa ndak enak,” kekeh Cani. Mak Ti menjitak kepala Cani pelan. “Wes! Nggak usah merasa nggak enak segala! Mending kita makan rujak, yuk!” ajak Mak Ti sedikit memaksa Cani agar mau menuru
Mendengar perkataan Pak Lurah. Tubuh Cani lemas seketika. Rasa senang di hatinya memudar. “Kamu kok yo lucu toh, Ni,” kata Pak Lurah tertawa kencang melihat wajah lesu Cani. “Lah?”“Masak, sudah sepakat. Terus aku batalkan? Berarti aku suka memberi harapan palsu, dong!” kelakar Pak Lurah. Cani masih kebingungan. Sementara Han biasa saja. “Sebenarnya, yang ingin menjual tanah itu, ya istriku. Jadi, istriku nggak mungkin keberatan. Apalagi yang beli itu kamu, Cani,” terang Pak Lurah. Cani bernapas lega. Baru sadar jika dirinya hanya sedang digoda oleh Pak Lurah. “Terima kasih, Pak Lurah,” kata Cani. Mereka bertiga pun mengobrolkan hal lain. Agar lebih akrab dan nyaman satu sama lain. ***Selama satu minggu, Albert mengawasi gerak gerik Indra, dan Victory. Selama itu juga, Haily setuju untuk terus berada di dalam rumah yang disewa Albert. Toh, Haily memang tak ingin keluyuran seorang diri. Haily masih mengutamakan keselamatannya daripada nafsunya.“Aku sudah punya celah untuk ma
"Lihat! Siapa yang datang?" seru Bu Helena. Cani dan suaminya berjalan mendekati Bu Helena. Seperti biasa, Cani langsung mencium punggung tangan sang ibu. Namun, ketika suami Cani ingin menyentuh jari Bu Helena. Wanita itu langsung menarik tangannya, sambil melempar tatapan jijik ke arah sang menantu. "Aduh! Ngapain sih, Mbak! Kamu pakek datang segala? 'Kan sudah kubilang, enggak usah datang! Sebenarnya kamu baca pesan grup WA atau enggak sih?" cerocos Victory. Bu Helena merupakan ibu tiri Cani. Sedangkan Victory adalah adik kandung tunggal bapak. Maksudnya, Victory dan Cani beda ibu. Namun satu bapak. Bu Helena menikah dengan ayah Cani, lalu melahirkan Victory. "Ya … Nggak masalah dong, kalau aku hadir. Aku pengen lihat adikku menikah," terang Cani tetap tersenyum. Victory berdecap. Dia mengalihkan pandangannya kepada Han, suami Cani. "Lagian ngapain, Mbak ke sini bawa gembel? Bikin malu saja," ucap Victory sambil menatap rendah Han. Meskipun Cani sudah tahu ju
Rasanya, ingin sekali Cani memukul wajah menyebalkan yang ditampilkan oleh Victory. "Gayamu, Dek. Padahal dulu uang segitu sudah banyak buat kamu. Sekarang kamu sombong banget," ujar Cani. Cani agak miris melihat kelakukan congkak keluarganya. Mereka seakan melupakan kedihupan mereka sebelumnya. Terutama untuk Ibu Tiri dan adiknya. "Apaan sih, Mbak. Dulu ya dulu. Manusia itu mengalami peningkatan sosial. Bukan penurunan sosial kayak kamu!" ketus Victory. "Cani, ayo kita pulang," ajak Han menggenggam lengan Cani. "Pulang sana! Aku udah eneg ngelihat muka kalian berdua! Bikin noda di pestaku aja!" pungkas Victory. Dengan sedikit rasa kekesalan, Cani berlalu meninggalkan tempat pesta pernikahan. Mereka berdua pulang, dengan mengendarai motor butut milik Han. Selama perjalan menuju rumah. Cani tak bisa berhenti menggerutu. Tubuh Cani yang kecil dan pendek, berusaha mensejajarkan diri dengan tubuh besar sang suami. "Mereka tuh apa-apaan sih? Jadi kayak gitu! Songong amat ya