“Oh? Tuan Marci? Sedang apa anda di sini?” tanya Victory setelah berhasil melawan rasa terkejutnya.Saat ini, Victory bersikap formal. Seakan-akan, Marci hannyalah orang asing baginya.“Aku sedang mengisi liburanku di sini. Aku kira tadi siapa, ternyata kalian berdua. Senang sekali bisa bertemu kalian,” tutur Marci mengeluarkan senyuman di wajahnya.“Kami juga senang, bertemu denganmu. Kamu ‘kan kawanku,” timpal Indra menepuk bahu Marci.Indra mengajak Marci nongkrong di dalam cafe. Mereka bertiga pun duduk bersama. Victory benar-benar tak menggubris Marci. Malahan, Victory seperti sengaja pamer kemesraan.Karena telah dibuat sakit hati. Victory sama sekali tak peduli dengan Marci sekarang. Rasa sukanya pada Marci seakan meluap entah ke mana.“Apakah kalian juga berlibur?” tanya Marci.“Kami tak hanya berlibur. Kami juga sedang menikmati bulan madu kami. Aku ingin memiliki keturunan. Semoga saja, setelah pulang dari sini. Aku lekas hamil,” cerocos Victory menunjukkan kegembiraan.Marc
Dengan senyuman penuh arti, Marci membalas, “Terima kasih, Victory.” Karena Marci dan Hime masih sibuk menyambut tamu lain. Indra mengajak Victory untuk menikmati fasilitas pesta yang disajikan. Keduanya tak sengaja bertemu dengan Cani dan Han yang juga menghadiri pesta resepsi. Indra yang malas berinteraksi dengan Han dan Cani pun, lebih memilih untuk menghampiri rekan-rekan bisnisnya. “Aduh, ketemu lagi sama orang miskin. Bosan aku lama-lama,” ejek Victory memutar kedua bola matanya. Meskipun Han tampak sangat tampan. Bibir Victory tetap gatal, dan ingin menghina kakak iparnya itu. “Kalian berdua, tuh! Udah kayak kuman tahu, nggak? Kalian punya rasa malu atau tidak? Bisa-bisanya berkeliaran di lingkungan kalangan atas,” hina Victory berbicara dengan nada ketus. Cani sangat terkejut dengan ucapan pedas Victory. Victory telah ingkar janji. Padahal, Victory sendiri yang bersumpah. Tidak akan pernah menghina Han, dan Cani. Nyatanya, Victory mengingkari janjinya sendiri. “Mas Ha
Setelah menghitung uang satu koper pemberian dari Albert. Cani memutuskan untuk membaginya menjadi dua. Yang satu untuk ditabung. Dan satu bagian lagi untuk disedekahkan di masjid, dan panti asuhan yang ada di desa.Keputusan Cani yang bijak, membuat Han makin jatuh hati pada sosok Cani. Bagaimana tidak? Tak hanya paras Cani yang cantik. Perilaku, serta hati Cani juga tak kalah cantik. Bagi Han, Cani sangat kayak untuk dikagumi.“Sayang, kita bisa menggunakan seluruh uang itu untuk membeli tanah di sebelah rumah kita,” tutur Han. “Tapi, kamu malah memilih untuk membaginya,” tambah Han.“Mas, setiap rezeki yang kita peroleh. Ada hak orang lain. Jadi, tidak ada ruginya ketika kita membagi,” terang Cani.Han menganggukkan kepala, tanda mengerti.“Kalau dapat rezeki lagi, kita bisa beli perkerangan di samping rumah. Itu pun, kalau Pak Lurah bersedia menjualnya,” kata Cani.“Kenapa begitu? Kalau kita membelinya dengan harga pantas. Pak Lurah pasti akan menjualnya,” ujar Han tak mengerti
Hime mengajak Cani pergi berbelanja di salah satu supermarket besar di pusat kota. Selain terdapat kebutuhan pokok. Di sana juga tersedia segala kebutuhan sekunder. “Biasanya aku berbelanja di Mall. Tapi, letak Mall lumayan jauh dari rumah kamu. Jadi, aku pilih lokasi terdekat saja,” ujar Hime memberi tahu Cani. “Iya, Mbak. Aku takut Roni rewel kalau perjalanan jauh. Roni suka mabuk perjalanan,” terang Cani merasa bersyukur. “Berarti, keputusanku tepat, dong,” seloroh Hime mencolek punggung tangan Cani. Cani menganggukkan kepala sebagai jawaban. Mereka pun kembali menyusuri rak-rak berisi berbagai macam merk dagangan. Sementara itu, di sisi lain, di tempat yang sama. Hanya berbeda satu gang. Marci tengah menemani Victory yang sedang berbelanja kebutuhan pokok. Victory baru saja mendapatkan uang bulanan dari Indra. Dan kebetulan, Indra sedang berada di luar kota. Jadi, tak ada salahnya bagi mereka berdua untuk berjumpa.“Aku kagum denganmu. Meskipun kamu punya banyak pembantu di
Hime tertawa kecil mendengar perkataan Victory yang seakan ingin menantangnya.“Kamu mengajakku bersaing? Demi mendapatkan cinta Marci?” tanya Hime memastikan.“Iya. Biar kamu tahu, kalau suamimu itu tidak mencintaimu. Dan menikahimu hanya untuk menutupi hubungan kami berdua,” jawab Victory terkesan mengejek Hime.“Lantas, bagaimana dengan suamimu?” Sekali lagi, Hime menyinggung soal Indra.“Suamiku? Biarkan itu menjadi urusanku. Yang terpenting kita pertegas dulu. Siapa wanita yang nantinya dipilih oleh Mas Marci. Aku atau kamu,” jelas Victory.Cani tak menyangka, adiknya berubah menjadi wanita seperti ini. Sudah memiliki suami kaya raya. Memiliki segalanya. Namun masih mengincar pria lain yang sudah beristri. Jujur, sebagai seorang kakak, Cani merasa sangat malu sekarang.“Baiklah ... Jika itu yang kamu inginkan. Aku menerima tantanganmu,” kata Hime.“Tapi, kalau kamu kalah. Jangan pernah menyalahkanku. Jika nantinya, kamu kehilangan segalanya,” tambah Hime menatap tajam Victory. M
“Kamu dukung siapa? Aku atau Victory?” tanya Hime bermaksud untuk menggoda Albert.“Memangnya, kamu membutuhkan dukungan dariku? Dari segi mana pun. Kamu tetap pemenangnya. Nggak perlu sampai membuang waktu, meladeni orang tidak penting,” celoteh Albert.Hime menghembuskan napas. “Kamu tidak akan mengerti. Para pria tidak pernah bersaing dalam urusan asmara,” kata Hime menatap lurus ke depan.Tak lama mereka berkendara. Akhirnya, mobil Albert sampai di depan kediaman Marci.Satpam rumah Marci membukakan pintu gerbang utama, setelah mengetahui jika yang ada di dalam mobil adalah Hime, istri Bos mereka.Hime keluar dari dalam mobil. Dia mengajak Albert untuk ikut masuk ke dalam rumah. Namun Albert menolak, dan beralasan ingin mengurus sebuah pekerjaan penting.Apa boleh buat? Hime tak bisa memaksa Albert. Alhasil, Hime membiarkan Albert pergi.Setelah mobil Albert melaju pesat di telan tikungan. Hime melangkahkan kakinya. Memasuki mansion milik sang suami. Tak lupa, dia juga didampingi
Marci penasaran dengan jawaban apa yang akan Hime lontarkan.Hime menganggukkan kepalanya. “Iya, terasa sekali bumbunya. Tidak seperti makananku sehari-hari,” komentar Hime.“Semua makanan di Negara ini sangat enak,” kata Marci sambil menyuapi Hime.“Aku bakal kursus memasak. Biar bisa masakin makanan buat kamu.”“Kamu akan pergi kursus memasak?” tanya Marci pada Hime.Setelah menganggukkan kepala, Hime menjawab, “Iya, kamu bakal bayar biaya kursus aku ‘kan? Aku ingin menggunakan uang suamiku.”Marci tertawa kecil mendengar perkataan Hime yang menurutnya terdengar sangat lucu.“Kamu mau menggunakan uangku? Selama ini kamu menolak,” goda Marci menganggap Hime hanya bercanda.“Kali ini, aku tidak akan menolak apa pun yang kamu kasih ke aku. Termasuk uang, dan harta lainnya,” timpal Hime mengerucutkan bibir.“Tingkahmu aneh sekali. Jika kamu sibuk di sini, lantas, bagaimana dengan perusahaanmu?” tanya Marci tak habis pikir dengan jalan pikiran Hime.“Aku berniat untuk menyatukan perusaha
Seiring berlalu, bergulirnya waktu. Kedekatan di antara Hime dan Cani makin terjalin erat. Hime sangat dibuat nyaman oleh sifat, dan segala perhatian yang diberikan oleh Cani.Cani tak pernah mengeluh, atau pun kesal, saat Hime melakukan kesalahan dalam memasak. Yang terpenting bagi Cani, Hime bisa mengerti dengan apa yang diajarkan.“Wah, Mbak Hime sekarang sudah bisa membuat rica-rica bekicot. Hm ... Enak banget rasanya,” puji Cani sambil mencicipi masakan Hime.“Akhirnya, setelah sekian kali gagal! Aku bisa membuat makanan ini,” ucap Hime girang.“Berati, Mbak Hime makin jago. Beneran definisi istri idaman deh, pokoknya.” Cani merasa bangga dengan perjuangan Hime dalam memasak.“Aku jadi nggak sabar ketemu Marci. Terus masak yang enak buat dia,” ungkap Hime tersenyum senang.Han yang sedari tadi melihat tingkah mereka berdua pun merasa aneh. Terutama pada Hime yang sering tersenyum. Seperti orang yang sedang bahagia. Padahal Han tahu persis, jika Hime terlalu termakan oleh masa lal
Rio memutuskan untuk melihat langsung tempat kejadian. Begitu sampai di sana, Rio benar-benar dibuat bingung. Rio mengamati anak buahnya yang sedang membersihkan lokasi. Terdapat banyak darah yang menghiasi pelabuhan miliknya. "Han seperti kembali ke masa sebelum dia menjadi Godfather. Apakah Kania setara dengan Tuan Felix?" Rio terus bertanya-tanya serta menerka-nerka mengenai alasan dibalik tindakan Han. "Bukankah Godfather secara tidak langsung menyatakan perang?" celetuk Mizu. "Kita harus melapor pada Pemimpin Kartel," usulnya khawatir. "Jangan sampai peristiwa ini sampai ke telinga Pemimpin. Aku ingin bermain-main dengan Godfather." Rio melarang. Ia tersenyum lebar, darahnya mendidih akibat terlalu senang. "Akhirnya! Setelah tujuh tahun hidup dalam kebosanan, aku bisa merasakan gairahku bangkit!" Rio terlihat sangat menyeramkan di mata para anak buahnya. Mereka sadar jika monster yang selama ini tertidur, kini telah bangun. Tak hanya satu monster, melainkan dua monster. At
"Mulai sekarang, jangan pikirkan apa pun. Tuan Han akan segera datang, dan membawamu kembali ke pelukannya," tegas Xuxi tak menyerah untuk meyakinkan Cani. Cani menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa ia mempercayai perkataan Xuxi. "Tuan Han jauh lebih hebat ketimbang Rio, atau pria lain di luar sana." Xuxi menggenggam erat kedua tangan Cani. "Mas Han ...." lirih Cani. Xuxi tersenyum tipi. "Iya, Mas Han, suamimu, seorang pemimpin mafia terhebat sejagat raya," ucapnya mantap. "Mas Han masih hidup," gumam Cani. Sebuah beban berat seakan terangkat dari pundak Cani setelah mendengar penuturan Xuxi. Bagaimana tidak?Semenjak Han dinyatakan meninggal oleh Rio, Cani dalam bayang-bayang duka, dan hati yang terluka akibat harapan yang hampir sirna. Kehilangan Han bagaikan kehilangan separuh jiwanya. Cani menjalani hari-hari dengan kesedihan yang mendalam. Dan kabar ini bagaikan embun pagi yang menyegarkan jiwa yang haus.Cani merasa sangat lega, sebuah harapan yang terkubur dalam
Angin malam berdesir di antara pepohonan yang mengelilingi penginapan sederhana di pinggir kota. Rombongan kecil yang terdiri dari beberapa pengawal dan seorang wanita berambut hitam legam bernama Harlin, berhenti di sana untuk beristirahat.Harlin kelelahan dari perjalanan panjang, ia masuk ke kamarnya yang sederhana, bau kayu dan debu menyapa indranya. Ia melepas pakaiannya dan segera tertidur lelap.Dari kejauhan, di balik bayangan pepohonan, sesosok wanita lain mengamati penginapan. Pakaian wanita itu serba hitam, menutupi tubuhnya dengan sempurna, seperti ninja.Mata tajamnya, yang tersembunyi di balik kain penutup wajah, tak melewatkan satu gerakan pun di dalam penginapan. Ia menunggu dengan sabar seperti ular yang mengintai mangsanya.Ketika malam semakin larut, dan keheningan menyelimuti penginapan, wanita berpakaian ninja itu bergerak. Dengan lincah dan senyap, ia menyusup masuk ke dalam penginapan. Pergerakannya begitu cepat dan mematikan. Satu per satu pengawal Harlin r
Keesokan harinya, Hime menyerahkan sebuah flashdisk kepada Han. Wajahnya pucat, tangannya gemetar sedikit.Han menerima flashdisk itu.“Terima kasih, Hime. Aku akan segera memeriksa isi flashdisk. Kamu boleh kembali ke tempatmu,” ujar Han.“Han, aku dengar kemarin utusan Rio datang ke sini. Ada apa? Kenapa kamu tidak memberi tahuku?” Tentu Hime akan menanyakan hal tersebut.“Itu bukan hal penting yang harus dibicarakan. Bisakah kamu meninggalkanku?” Han enggan menjawab, ia kembali mengusir Hime secara halus.Hime mengeluarkan napas lelah. “Kalau kamu butuh sesuatu, hubungi aku segera,” pungkas Hime sebelum melenggang meninggalkan ruangan Han.Setelah kepergian Hime, Han kembali ke tempat duduknya. Ia membuka laptop miliknya, lalu menancapkan flashdisk hitam yang diberikan Hime. Ia mulai menganalisa data.Sebenarnya, tadi malam, setelah memerintahkan Hime untuk merekap kegiatan Kartel selama ia bersembunyi di Indonesia, Albert mendatangi Han, dan dengan senang hati Albert memberi tahu
Di tengah malam yang sunyi, sepotong keberanian menembus batasan gelap. Seorang pria, utusan dari Rio, bergegas menuju kediaman utama Keluarga Ditmer. Dengan hati penuh tekad, ia yakin Han berada di dalam sana.Langkahnya dipercepat, semangatnya tak tergoyahkan meski ia tahu risiko yang mengintai. Namun, ketika ia mendekati gerbang, suara tembakan menghampirinya. Beberapa peluru bersarang di sekitarnya, dan tanpa ampun, satu di antaranya mengena di lengannya. Rasa sakit menjalar, tetapi ia tak mundur. Misi ini adalah tentang pengorbanan, dan ia telah siap untuk menghadapi segala konsekuensi.Saat pria itu terjatuh, salah satu anak buah Han yang berjaga berlari menghampiri. Di belakangnya ada Albert yang mengikuti. "Siapa kau?" tanya Albert tegas."Aku hanya orang yang diutus oleh Bos Rio," jawab Si Pria menahan sakit di lengannya. Albert mengernyitkan dahi. Detik kemudian, Albert mengarahkan moncong senjatanya tepat di kepala orang itu. "Di mana Cani?" tekan Albert penuh ancaman
Rio berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke lautan, ia memandang gelombang yang menghantam pantai. Dengan ketenangan yang dipaksakan, Rio merencanakan langkah berikutnya. Ia tahu bahwa waktu semakin sempit. Mengingat anggota kartel Han sudah mengepung kediamannya. "Aku ingin kalian bersiap. Kita akan menggunakan jalan rahasia untuk keluar dari sini," perintah Rio kepada anak buahnya.Jalan rahasia yang dimaksud Rio adalah rute tersembunyi, yang hanya diketahui oleh Rio dan beberapa orang terpercayanya saja. "Pastikan untuk meninggalkan semua jejak yang bisa mengindikasikan keberadaan kita di sini," lanjut Rio. "Biarkan mereka berpikir bahwa kita masih ada di dalam rumah."Sementara anak buahnya bersiap, Rio kembali ke kamar tempat Cani dikurung. Ia melihat Cani yang terbaring lemah di ranjang, wajah Cani terlihat pucat dengan lengan yang sudah dibalut perban. "Kamu begitu indah, Cani," gumam Rio terus memperhatikan Cani. Rio tidak bisa berbohong, Cani memang cantik den
Detik-detik setelah mengetahui jika Cani sedang bersama Rio, wajah Han menegang. Amarah membara di matanya. "Rio, si bajingan itu, berani-beraninya menculik istriku!"Tanpa ragu, Han langsung menghubungi Marci menggunakan ponselnya. Han menceritakan semua yang menimpanya kepala Marci. "Marci, lacak Cani. Pakai semua yang kamu punya," perintah Han dingin dan penuh ancaman.Marci yang dari dulu sudah terbiasa dengan sifat tegas bosnya, segera menjalankan tugas. Ia mengakses sistem pelacak canggih yang terhubung ke perangkat kecil di bawah kulit Cani, sebuah alat yang ditanamkan Han tanpa sepengetahuan Cani. Data lokasi Cani muncul di layar monitor, titik bergerak cepat menuju bandara. "Cani menuju bandara, sepertinya Rio akan membawa Cani ke Meksiko. Tidak ada tempat lain selain Meksiko," lapor Marci dengan napas tersengal.Han langsung tancap gas. Ia melaju dengan kecepatan tinggi menuju bandara. Adrenalinnya memuncak saat bayangan wajah Cani yang ketakutan terbayang di benaknya. I
Mobil bagaikan sebuah peti mati yang beroda. Gelap, sempit, dan mencekik. Tali nilon yang melilit pergelangan tangan Cani terasa semakin mengerat, menciptakan rasa sakit yang membakar.Cani mencoba lagi, dan lagi, menarik-narik tali itu, namun hanya rasa perih yang menusuk kulitnya. Di bibirnya, lirih dan putus asa, terucap hanya satu kalimat, "Mas Han ... Tolong aku ...." Kalimat itu bergema dalam kegelapan, sebuah permohonan yang mungkin tak akan pernah sampai.Di luar, kegelapan pedesaan berganti dengan pemandangan jalan raya yang semakin ramai. Lampu-lampu kota mulai bermunculan, tapi bukan kota yang dikenalnya. Cani menyadari, ia dibawa jauh, jauh dari tempat tinggalnya. Jalan raya berganti dengan jalan yang menuju bandara.Hati Cani mencelos. Ia jelas sudah dibawa ke luar kota, dan sekarang ... Sebuah bandara? Ke mana ia akan dibawa? Keputusasaan mencengkeram Cani lebih erat."Mas Han ... Kamu di mana?" isakannya terdengar di antara giginya yang terkatup.Cani menendang k
Kedatangan Rio membuat Han makin memperketat penjagaannya. Terutama pada Cani yang sepertinya diincar oleh Rio. Han ingin melakukan pertemuan kembali dengan Rio, guna mempertanyakan maksud, dan tujuan Rio datang ke Indonesia. Akan tetapi, Rio seperti belut yang licin. Tak mudah untuk bertemu Rio lagi. Bahkan Han tak mampu melacak keberadaan Rio. "Ke mana si keparat itu?" geram Han meremas gelas yang ia genggam. "Entah lah, apa mungkin dia kembali? Tapi, aku sudah mengecek di seluruh bandara, dan pelabuhan. Rio belum keluar dari negara ini," jelas Marci. "Mungkin Rio hanya menggertak saja," sahut Hime. Semua orang tampak panik, dan gelisah saat mengetahui Rio mengunjungi Han, kecuali Hime yang terlihat biasa saja, malah cenderung ke santai. "Rio itu pembisnis, kalau boleh menebak, mungkin ada pekerjaan di sini, berhubung dia tahu kamu bersembunyi di sini, Rio mengunjungimu," urai Hime. Han menyipitkan matanya saat mendengar celoteh Hime. "Jadi, Rio sudah tahu aku bersembunyi d