“Masmu yang menusukmu dari belakang?” tanya Han melempar senyuman ke arah Cani. “Jangan ngomong gitu, Mas. Mungkin Mas Irawan sudah berubah,” tukas Cani seakan membela kakaknya. “Seseorang tidak mungkin bisa berubah dalam waktu singkat,” timpal Han.“Bukan hanya mengkhianatimu. Mas Irawan juga pernah menghinamu. Karena kamu hanya meminta sepuluh ribu rupiah untuk maharmu,” tambah Han. Kenyataan di masa lalu yang dibeberkan Han, tak bisa Cani hempaskan dari ingatannya. “Emh, Mas Han tidak mengizinkan Mas Irawan bekerja di sini ya?” Cani menyimpulkan berdasarkan respons yang diberikan oleh Han. “Aku khawatir dengan keselamatanmu, Sayang,” ungkap Han. Bukannya tidak ingin memberi izin. Han hanya takut jika istrinya dilukai lagi. Sesuatu paling menyakitkan bagi Han adalah, ketika melihat Cani mengeluarkan air mata. “Aku baik-baik saja kok, Mas. ‘Kan ada, Mas yang selalu berada di sisiku. Jadi, aku nggak takut bakal dilukai oleh orang lain,” tutur Cani meyakinkan. Cani berusaha me
“Bukannya aku nyesel atau apa, Ni. Aku pengen tinggal di sini untuk sementara waktu. Setelah hubunganku sama istriku membaik. Aku bakal pergi dari sini. Dan nggak kerja lagi sama kamu, Ni,” kilah Mas Irawan.Cani menghembuskan napas lelah. Tidak ada gunanya saling melempar argumen dengan kakaknya. Melawan seseorang yang pandai bersilat lidah memang susah, dan tidak ada gunanya. “Baiklah, Mas Irawan boleh tinggal di rumah ini. Kebetulan. Rumah ini ‘kan punya banyak kamar,” sahut Han mengambil keputusan. Sebenarnya Cani tak setuju. Mengingat kelakuan tercela Mas Irawan terhadapnya. Cani masih sedikit kesal. Namun, berhubung Cani sangat menghormati suaminya. Mau tak mau, Cani setuju dengan Han.Perbincangan mereka terhenti saat ada beberapa pembeli yang datang. Dengan sigap Cani melayani para pembeli. Begitu pun dengan Mas Irawan yang menunjukkan kinerjanya. Sementara Han berpamitan untuk berangkat bekerja. “Hati-hati, Mas,” ucap Cani setelah mencium punggung tangan Han. Selama b
Mendengar suara berisik di dalam kamar. Han bergegas menghampiri sang istri. Begitu sampai di dalam kamar. Pemandangan pertama yang disaksikan oleh Han adalah, istrinya yang sedang membongkar isi lemari pakaian. “Kamu ngapain, Sayang?” tanya Han ketika menyadari jika Cani terlihat seperti orang kebingungan bercampur panik. “Mas ... Uang yang tadi, Mas kasih ke aku hilang,” lapor Cani sudah bergelimang air mata. “Hilang? Kok bisa hilang? Emang kamu taro di mana?” Han merasa kasihan pada istrinya. “Aku taro di dalam lemari, Mas. Di bawah pakaian. Seperti biasa aku naro uangku,” jelas Cani menangis. “Haduh, Mas ... Di mana ya uangku?” resah Cani. “Tenangkan dirimu terlebih dahulu, Sayang. Mungkin kamu lupa menyimpan uang itu di mana,” tutur Han berusaha membuat Cani tidak panik. “Enggak lupa, Mas. Aku ingat dengan persis. Aku menyimpan uangku di sini!” tandas Cani sangat yakin. “Jangan-jangan?” gumam Han. “Jangan-jangan apa, Mas?” tanya Cani mendengar suara lirih Han. “Aku tid
Han yang kesal meminta anak buahnya untuk memukuli Mas Irawan. Tenang saja. Han tak mungkin membuat Mas Irawan terlalu kesakitan. Han menamai pukulan tersebut sebagai pukulan peringatan penuh kasih sayang. “Jangan sampai wajahnya terluka,” perintah Han. Han tak bodoh. Dia tidak akan meninggalkan luka di area terbuka. Seperti wajah, tangan, maupun kaki Mas Irawan. Pukulan kecil seperti itu saja, sudah mampu membuat Mas Irawan bertekuk lutut. Mas Irawan yang tak pernah mendapatkan kekerasan sebelumnya. Tak kuasa menahan rasa sakit akibat pukulan bertubi-tubi dari anak buah Han.“Hentikan! Jangan pukul aku lagi! Maafkan aku, Han!” rintih Mas Irawan memohon ampun. Han memerintahkan anak buahnya untuk berhenti memukul. Han kembali berjongkok. Jemarinya yang besar mencengkeram rahang Mas Irawan cukup kuat. Meminta sang pemilik rahang untuk menatapnya. “Mas Irawan. Padahal sudah memilih. Kenapa tidak bertahan dengan pilihanmu?” ringis Han.Pandangan remeh tak bisa lagi Mas Irawan tun
“Kamu itu ngomong apa sih, Ni? Kapan aku mencuri uangmu? Memangnya kamu punya uang?” kelit Mas Irawan. Enggan mengaku. “Kamu pasti kena omongan suamimu yang bohong itu!” Malah balik menuduh, dan memfitnah Han. Mas Irawan justru berusaha memanipulasi Cani. Akan tetapi, Cani bukan orang yang mudah. Wanita manis itu lebih percaya dengan sang suami. “Yang tukang bohong itu kamu, Mas!” bentak Cani muak. “Sudah! Jangan halangi aku lagi! Aku mau nyusul suamiku!” hardik Cani. Mas Irawan sama sekali tidak membiarkan Cani beranjak dari tempat. Bahkan Mas Irawan sengaja merebut Roni dari gendongan Cani. “Kamu nggak kasihan sama Roni? Masih kecil sudah kamu ajak ke kantor polisi. Lagian, Roni ‘kan lagi tidur siang. Malah diajak keluar,” cerca Mas Irawan. Mas Irawan tahu persis jika Cani sangat menyayangi Roni. “Yaudah, kalau kamu mau nyusul suamimu, silakan. Tapi, Roni sama aku. Bakal aku bawa. Terus tinggal di rumahku. Aku yang ngasuh,” tantang Mas Irawan. Cani gelagapan. Dan sesuai den
Malam hari setelah aksi pemukulan Mas Irawan. Mas Irawan berjalan tertatih memasuki kediamannya yang lumayan besar. Istrinya yang membuka pintu langsung memarahi Mas Irawan yang akhir-akhir ini tak pulang berhari-hari. Mas Irawan tak mau ambil pusing. Pria penuh keriput itu memilih untuk membersihkan tubuhnya yang penuh luka akibat digebuki anak buah Han. Mas Irawan sangat kesal dengan Han. Dan timbullah kebencian untuk sang adik ipar. Setelah membersihkan tubuh. Mas Irawan langsung bergegas pergi menemui Indra. Meskipun harus melakukan perjalanan lumayan jauh, dengan mengendarai sepeda motor. Mas Irawan tak mengeluh. Biarpun seluruh tubuhnya terasa sangat sakit. Sampainya di kediaman mewah Indra. Mas Irawan langsung mengadu. Awalnya Indra enggan percaya. Namun, setelah Mas Irawan menunjukkan tubuhnya yang penuh luka. Barulah Indra percaya. “Bagus! Luka di tubuhmu sudah cukup untuk memasukkan Han ke dalam penjara,” tandas Indra senang. “Han bakal masuk penjara? Terus, gimana n
Roni tersentak mendengar suara pintu utama rumah digedor oleh seseorang. Roni pun segera menghampiri Buleknya yang sedang mengaji di ruangan khusus sembahyang. Beribadah, atau berserah diri kepada Sang Pencipta merupakan kegiatan favorit Cani ketika dalam suasana kacau seperti saat ini. Sejak ditangkapnya Han tadi. Hati Cani tak bisa tenang. Dia merasa sangat cemas akan keselamatan Han. “Bulek ....” panggil Roni menghampiri Cani. Cani otomatis menghentikan aksinya. Kini, dia memfokuskan diri pada Roni. “Iya, Roni. Ada apa? Roni sudah mengantuk?” tanya Cani penuh perhatian. “Enggak ngantuk! Ada yang pukul pintu. Aku kaget, Bulek,” jawab Roni memberi tahu, dengan tatapan polos. Cani tersenyum lembut kemudian berjalan menuju ke arah pintu rumah. Masih dengan mengenakan mukena. “Siapa yang bertamu? Apa Bu RT mau bagi-bagi makanan?” batin Cani menduga-duga. Begitu pintu rumah Cani terbuka. Rasa lega bercampur senang menyelimuti hati Cani. Bagaimana tidak? Sosok yang berdiri di had
“Kenapa aku tidak bisa?” tanya Han penasaran dengan jawaban yang akan Marci lontarkan. “Mau tidak mau. Anda harus kembali ke Colorado. Posisi Godfather tidak boleh dibiarkan kosong terlalu lama,” jelas Marci menatap Han intens. Godfather dalam dunia mafia merujuk pada sosok pemimpin tertinggi, atau figur otoritas yang sangat dihormati dalam hierarki mafia.“Untuk saat ini, Keluarga Ditmer masih memegang kuasa tertinggi. Mereka selalu melindungimu. Tapi, perselisihan antar Kartel masih berlangsung,” urai Marci. Suasana yang santai. Kini berubah menjadi tegang, dan sedikit memanas. “Ah ... Sial. Kalian yang memintaku untuk pergi menghindari konflik,” gerutu Han cemberut. “Semua demi keselamatanmu, Godfather. Bersabarlah sampai saudara perempuanmu menjadi Presiden,” tutur Marci kembali mencairkan suasana. Entah mengapa, Han merasa hampa saat mendengar sebutan ‘Godfather’. Gelar tertinggi yang selama ini ia emban. Tak lagi menarik baginya. “Jika Cani tahu siapa aku. Apa yang akan d
Kedatangan Rio membuat Han makin memperketat penjagaannya. Terutama pada Cani yang sepertinya diincar oleh Rio. Han ingin melakukan pertemuan kembali dengan Rio, guna mempertanyakan maksud, dan tujuan Rio datang ke Indonesia. Akan tetapi, Rio seperti belut yang licin. Tak mudah untuk bertemu Rio lagi. Bahkan Han tak mampu melacak keberadaan Rio. "Ke mana si keparat itu?" geram Han meremas gelas yang ia genggam. "Entah lah, apa mungkin dia kembali? Tapi, aku sudah mengecek di seluruh bandara, dan pelabuhan. Rio belum keluar dari negara ini," jelas Marci. "Mungkin Rio hanya menggertak saja," sahut Hime. Semua orang tampak panik, dan gelisah saat mengetahui Rio mengunjungi Han, kecuali Hime yang terlihat biasa saja, malah cenderung ke santai. "Rio itu pembisnis, kalau boleh menebak, mungkin ada pekerjaan di sini, berhubung dia tahu kamu bersembunyi di sini, Rio mengunjungimu," urai Hime. Han menyipitkan matanya saat mendengar celoteh Hime. "Jadi, Rio sudah tahu aku bersembunyi d
Seiring berjalannya waktu, akhirnya hari ini Indra bebas dari penjara. Indra merasa sangat lega. Ias sempat mengumpat, dan bersumpah tidak akan sudih kembali lagi ke tempat mengerikan seperti penjara. Indra turun dari mobil yang ia tumpangi tepat di depan gerbang rumahnya. Baru saja Indra membuka gerbang, ia dikejutkan dengan dua buldoser yang terparkir di halaman rumahnya. "Apa-apaan ini!" geram Indra mengetahui jika tamanan hias ratusan juta miliknya telah digilas oleh roda buldoser. Seorang pria bertubuh tinggi turun dari buldoser. Ia tersenyum menyambut kedatangan Indra. "Han?" lirih Indra terkejut. "Ngapain kamu di sini?" sungutnya risih. "Aku ingin menyambutmu. Aku sudah menyiapkan hadiah yang bagus untukmu," ringis Han. "Tutup mulutmu! Pergi dari rumahku!" usir Indra. "Rumahmu? Sepertinya kamu melupakan sesuatu. Sebelum kamu di penjara, rumahmu sudah disita pihak bank, karena kamu tidak sanggup membayar hutang," ujar Han. Indra tak mampu menutupi keterkejutannya, kedua
Persidangan atas kasus penyebaran video tak senonoh yang dilakukan oleh Indra telah membuahkan hasil. Semua sesuai dengan keinginan Han. Indra hanya dihukum selama tiga tahun kurungan penjara, dan denda sebanyak satu juta rupiah.Bagi Cani dan Victory, hukuman tersebut sangatlah ringan, tak sebanding dengan kerugian yang diderita oleh Victory. Belum lagi, Indra juga melaporkan Victory atas tuduhan perzinahan.Sepertinya Cani tak mau kalah. Ia juga berniat untuk melaporkan Indra karena Indra telah melakukan kekerasan terhadap Victory. Akan tetapi, Victory tidak ingin masalah ini makin panjang. Sehingga Cani terpaksa menahan diri.“Hanya dihukum tiga bulan? Hakim itu pasti sudah disuap sama Indra!” Sedari tadi Cani ngedumel. Menunjukkan ketidakterimaannya terhadap putusan sang hakim agung.“Indra sudah tidak memiliki uang. Mustahil jika ia bisa menyuap hakim,” sahut Marci membela hakim yang ternyata kenalannya sendiri.“Sebelum memutuskan h
Suasana di rumah Cani dan Han terasa berat. Cani, dengan tegar, memeluk Victory erat-erat, meyakinkan adiknya bahwa ia tetap dicintai dan didukung. Air mata Victory mengalir deras, tanpa suara, menceritakan kesedihan yang tak terucapkan. Cani terus mengusap punggung Victory, membisikkan kata-kata penghiburan, berharap bisa sedikit meringankan beban batin adiknya yang terluka. Han duduk di samping mereka, tangannya terulur untuk ikut mengusap rambut Victory dengan lembut, sentuhan yang penuh empati dan pengertian. Ekspresi wajah Han sulit diartikan. Ia terlihat tenang, namun ada semburat kekhawatiran yang terpancar dari sorot matanya. Bukan berarti Han tidak mendukung Victory, tetapi keheningan Victory, ketiadaan suara untuk menjelaskan semuanya, membuat Han semakin sulit untuk sepenuhnya memahami situasi.Han mengerti bahwa ada yang disembunyikan, lebih banyak lagi yang tak bisa diungkapkan oleh Victory karena keterbatasanny
Cani tak mampu menutupi keterkejutannya. Apa mungkin, Indra menyiksa Victoru karena memergoki hubungan terlarang yang pernah terjalin antara Marci dan Victory? Tapi, tetap saja, kekerasan dalam rumah tangga, tidak pernah bisa dibenarkan. Apalagi sampai membuat adiknya cacat permanen. Indra harus mendapat ganjaran atas perbuatannya. Keputusan Cani sudah bulat. Tidak mungkin berubah. "Bapak Indra yang terhormat. Aku pertegas sekali lagi. Mulai sekarang, perusahaan ini tidak menjalin kerja sama apa pun dengan perkebunan milikmu."Mendengar pernyataan itu, Indra jadi naik pitam. Kedua tangannya yang terkepal sudah siap untuk menghantam kepala Cani. Indra melangkahkan kakinya mendekati Cani, begitu ada di dekat Cani, Indra mengayunkan tangannya, berniat untuk memukul Cani. Namun, tangannya terhenti, ada seseorang yang menahan. "Berani memukul istriku?" tekan Han. Han mendorong Indra hingga membuat tubuh Indra mundur ke
“Dimakan? Memangnya Mas Han kanibal?” Cani menimpali perkataan nyeleneh Marci.“Mungkin saja,” balas Marci seadanya. Cani menggelengkan kepalanya, dan lebih memilih untuk tak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak akan ada ujungnya jika terus diladeni.“Setelah ini apa?” tanya Han seakan tidak sabar ingin mempermainkan Indra.“Sabar dulu. Kita harus menunggu waktu yang pas. Seperti ketika kebun kelapa sawit Indra mulai panen,” jawab Marci menyeringai lebar.***Haily keluar dari dalam kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Ia baru saja membersihkan tubuhnya, setelah seharian menjalani aktivitas yang cukup melelahkan.Haily duduk santai di meja rias. Ia sangat terkejut, bahkan sempat berteriak, ketika melihat sosok Hime dari pantulan cermin di depannya. Sontak Haily langsung menoleh ke belakang. “Ngapain kamu di sini? Kok kamu bisa masuk ke dalam kamarku?” sungut Haily
Kedua mata Victory yang berkaca-kaca terbuka dengan lebar. Badan Victory juga bergetar hebat, menandakan jika sang pemilik tubuh tengah diliputi rasa takut yang amat luar biasa.Victory tahu betul bagaimana sakitnya saat lidahnya dipotong oleh Indra. Dan sekarang, Hime akan mengambil hidungnya? Victory memang pasrah apabila ia harus mati. Namun, Victory sama sekali tidak siap jika ia disiksa terlebih dahulu sebelum dibunuh.“Aku bakal bikin hidung kamu mancung kayak hidungku,” desis Hime kesetanan.Hime sengaja tak langsung melukai wajah Victory dengan pisau. Ia masih menikmati ekspresi takut yang terpantri di wajah elok Victory.“Kamu sangat suka mencibir, dan mengolok orang lain. Kamu pasti sangat menderita saat kehilangan lidahmu. Aku turut prihatin,” cerocos Hime.Suara lirih Hime masih mampu didengar oleh telinga Victory yang tidak tuli.“Bisa dibilang kamu sudah kehilangan senjatamu. Jadi, sekarang kamu tidak mung
"Mas Han, aku pengen kayak gini terus," ucap Cani sambil mengelus dada sang suami yang terekspos. Han tersenyum dengan memejamkan matanya. Ia makin mengeratkan pelukannya pada pinggang Cani yang sangat pas di genggaman Han. "Kamu senang, Sayang?" tanya Han terkesan menggoda istrinya. "Senang ples puas, Mas. Apalagi, Mas Han kuat banget, bisa main beronde-ronde, sampai bikin aku lemas tak berdaya," ungkap Cani bangga pada suaminya. Perkataan Cani sukses membuat Han tersipu malu. Niatnya ingin menggoda, malah tergoda balik. "Terima kasih, Mas Han. Aku senang sekali," imbuh Cani menggerakkan kepalanya, mencari posisi ternyaman di bahu Han."Syukurlah ... Sayang puas, Mas lemas," kelakar Han diselingi suara tawa kecil. Mereka berdua baru saja selesai mengaduk kasih di atas ranjang. Saling menukar cinta dalam balutan adegan panas yang dipenuhi gerakan erotis. "Gimana engga lemas?" kekeh Cani menepuk-nepuk pela
Hime keluar dari lift yang langsung menuju ke ruangan makan. Ia tersenyum begitu melihat Marci yang sedang duduk nyaman di salah satu kursi.“Sarapan apa hari ini?” tanya Hime menghampiri Marci.“Koki masak nasi goreng,” jawab Marci.Hime menganggukkan kepala sambil duduk di samping Marci.“Nasi goreng, makanan favoritku,” ucap Hime basa-basi.“Tapi, tidak untuk sarapan. Terlalu berat,” balas Marci.Hime melihat piring Marci yang berisi telur, dan kentang rebus.“Kamu masih menjaga pola makanmu? Wah, kamu mengagumkan.” Hime mencibir Marci.“Tidak ada yang mencintai tubuhku, sehebat aku,” timpal Marci.Hime tertawa kecil mendengar perkataan Marci.“Kamu masih muda. Tidak perlu terlalu berlebihan,” balas Hime menggelengkan kepala, heran dengan gaya hidup Marci.“Nikmati saja hidupmu,” tambah Hime mengambil satu centong nasi ke piringnya.“Kamu lah yang harus menikmati hidupmu, selagi kamu tinggal di sini,” sahut Marci.“Negara ini sangat aman, dan menyenangkan,” terang Marci.“Bagiku, t