Share

2. Violetta

Author: Rosa Rasyidin
last update Huling Na-update: 2024-06-28 08:07:23

Beruntung Pak RT lewat di depan rumah Arzan tepat waktu, debt collector itu pun mundur ketika hampir tinjunya mengenai wajah pemilik rumah. Mereka pulang tetapi sebelumnya meninggalkan pesan untuk lelaki itu.

“Tiga hari lagi, duitnya harus ada kalau nggak anak lu dua-duanya gue jual sama germo biar jadi pelacur.” Setelahnya mereka benar-benar pergi.

Arzan menahan sesak di dadanya. Ia menutup pintu rumah dengan rapat dan tubuhnya luruh di lantai. Dari mana ia harus mencari uang angsuran senilai pokok ditambah denda yang hampir menembus angka dua juta rupiah. Dirinya masih kesulitan menjual rumah.

“Alda, sebenarnya uang itu untuk apa?” Arzan menyugar rambutnya yang kering.

Setelah mengunci pintu lelaki itu mandi dan mengguyur diri dengan air dingin sebanyak-banyaknya. Hal demikian penting agar saat Alda pulang nanti ia tak melayangkan tangan dengan mudah. Meski selama menikah ia tak pernah melakukan kekerasan apalagi bentakan pada tiga perempuan yang menghiasi hidupnya.

Hari sudah menunjukkan jam sebelas malam, Alda tak juga pulang. Acara memasak apa yang sampai malam seperti ini. Satu jam lagi Arzan tunggu, kalau tidak juga kembali maka ia akan jemput istrinya dan meminta penjelasan tentang uang pinjaman dengan bunga berbunga.

Tepat jam 12 malam. Arzan pun mengenakan jaket dan mencari Alda. Namun, ketika pintu dibuka istrinya kembali dengan membawa kresek hita di tangannya.

“Mau ke mana, Mas?” Justru Alda yang bertanya.

“Cari kamu, kenapa pulang semalam ini, Sayang?”

“Kan, aku udab bilang masak di rumah orang. Uangnya aku pakai buat beli beras sama lauk masak besok. Tahu nggak di kulkas nggak ada apa-apa lagi.” Alda merengut lagi dan langsung ke dapur.

Arzan merasa harga dirinya terluka. Selain tak ada uang juga karena Alda kasar padanya. Wanita dengan kulit licin dan sedikit jerawat itu berubah dengan cepat dari lembut ke kasar karena himpitan ekonomi.

“Besok aja mungkin tanyakan uangnya. Hari ini aku capek sekali,” ucap lelaki tersebut perlahan.

Ia masuk ke kamar dan merebahkan diri tanpa sadar Alda tak pernah ada di sisinya sampai pagi menjelang.

***

Aroma kopi diseduh air panas menguar dan membuat Arzan membuka mata. Ia lirik jam di dinding, sudah pukul 06.30 pagi. Ia pun bangkit dan lekas mandi. Jam 07.00 sudah harus mengantar Sasi ke TK.

Sepiring nasi goreng putih dan telor dadar tersaji di meja untuk sarapan. Arzan menyantap dengan lahap karena tadi malam masih lapar. Tak lupa ia bantu Sasi agar lebih cepat selesai.

Tiba-tiba saja lelaki berusia 30 tahun itu teringat dengan rentenir tadi malam.

“Dek, kamu pinjam uang 10 juta, ya?” tanyanya langsung. Alda yang sedang cuci piring diam sejenak.

“Iya, Mas.” Wanita itu tak menyangkal.

“Untuk apa, Dek, Mas nggak pernah ajarin kamu berhutang. Hidup kita udah susah.”

“Untuk orang tuaku, Mas, mereka sakit butuh uang. Bapak sesak napas, Ibu kena tipes. Kamu pikir mau dapat uang dari mana? Gaji kamu jadi sales rumah nggak cukup sama sekali, aku aja masih nyambi jadi babu di rumah orang!” Prang. Sebuah piring pecah di sink karena Alda membantingnya dengan sengaja.

“Dek, maaf, Mas nggak becus cari uang, tapi nggak sebanyak itu juga kalau mau kirim orang tua, dua kakak kamu masih ada, kan? Mereka juga bisa diminta tolong.” Arzan tak mau membuat suasana rumah gaduh karena tersulut emosi.

“Dua kakakku udah gantian, Mas, aku aja yang belom, malu tahu nggak? Sama sekali nggak pernah nyumbang untuk orang tua. Udah berasa anak durhaka aku rasanya.”

“Iya, oke, Dek, tapi tagihannya sampai 2 juta satu bulan, Mas mau cari uang dari mana? Tiga hari lagi mereka datang mau nagih. Tadi malam aja mereka kasar.”

“Kamu pikir aja sendiri, Mas, aku siang ini mau nyuci nyetrika di rumah orang. Rere aku bawa, nanti kalau kamu pulang rumah sepi nggak usah nyariin kami, ya. Udah nggak usah dibahas lagi soal hutang, cariin aja uangnya. Lagian, kan, aku nggak macam-macam di luar. Gitu aja pelit banget sih!” Tak bosan-bosan Alda menggerutu pada suaminya.

Bertambah sudah beban di pundak Arzan. Dua juta, itu setara dengan f*e nya menjual satu buah rumah tipe 36.

Lelaki tinggi dan tegap itu menaikkan Sasi di motor bagian belakang. Arzan duduk dan menstarter kendaraan lalu berjalan dengan perlahan melewati berberapa polisi tidur di gang rumahnya.

Sampai di depan rumah Bude Susi—tempat Alda masak tadi malam, tidak terlihat satu pun aktifitas perayaan ulang tahun. Seperti biasa rumah besar dan mewah itu sepi dari aktifitas. Mereka semua pergi kerja dan sekolah bersama-sama.

“Apa Alda bohong, ya?” gumam Arza. Ia pun berkendara lagi dan 10 menit kemudian sampai di TK tempat Sasi sekolah.

Lelaki itu kemudian bergerilya lagi dari satu mall ke mall lain. Ia menyebarkan brosur perumahan. Ya, terkadang ia diusir oleh security atau kadang sudah banyak brosur dibagi ia tak dapat memperoleh satu pelanggan pun.

“Ke mana aku mau mencari uang dua juta, ya?” Arzan duduk di kursi cokelat di depan toko roti. Perutnya lapar tapi kalau beli di dalam mall tentu harganya mahal.

Tak lama kemudian seorang perempuan menggunakan blazer warna putih kecoklatan duduk di sebelahnya. Heels tinggi ia lepas sebelah dan kakinya dinaikkan. Wanita itu berdandan dengan sempurna. Lipstick merah agak gelap menambah kesan wibawa pada dirinya.

Arzan melirik sebentar lalu berpaling. Cantik dan tegas adalah kosa kata yang tepat untuk menggambarkan wanita independent di sisinya.

“Iya, baik, Pak, akan saya kerjakan secepatnya,” ucap perempuan itu sebelum menutup panggilan. “Tolong pegang sebentar, Mas.” Ia sodorkan tasnya. Kikuk, Arzan terima saja toh bukan hal berat yang diminta.

“Terima kasih, ya, Mas, maaf merepotkan.” Wanita itu tersenyum.

“Mbak, Maaf, saya mau kasih ini, kalau tidak keberatan mungkin mau dilihat-lihat dulu.” Aji mumpung, Arzan promosi rumahnya sekalian. Wanita itu mengambil dan membuka brosur tersebut.

“Rumah tipe 36 ya, Mas. Nggak ada yang tipe besar, 100 gitu. Saya nggak bisa tinggal di rumah sempit gini, nggak level,” lirik perempuan itu dengan kesan angkuh.

“Saya sales tipe rumah kecil, Mbak, tapi saya bisa bantu carikan yang tipe besar kalau Mbak mau.”

“Oh, gitu, oke, hari ini saya libur, bisa lihat-lihat di mana rumahnya?” Wanita itu menoleh dan kali ini keduanya berhadap-hadapan. Arzan terpukau sejenak tapi kilasan wajah Alda di rumah membuatnya lekas sadar.

“Boleh, boleh, Mbak, saya hubungi teman saya dulu, ya.”

“Oke, nama saya Violetta, kamu siapa?” Perempuan cantik itu mengulurkan tangan. Ragu-ragu Arzan menyambutnya meski akhirnya bersalaman

“Arzan, Mbak.” Ia pun balas tersenyum. Mereka berjabatan tangan sampai akhirnya Violetta yang melepaskan. Arzan seperti tersihir dengan kecantikan tanpa cela di depannya. Bolehkah ia berharap?

Kaugnay na kabanata

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    3. Sensasi Pertama

    “Umur kamu berapa?” tanya Violetta. “30 tahun Mbak.”“Saya 42 tahun, bebas panggil aja Vio sama seperti yang lain, ya.” Perempuan itu tersenyum lagi. “Oh, gitu, saya panggil Tante Vio aja kalau gitu.” “Ketuaan, Mas, saya belum keriput dan ubanan, saya nggak kalah cantik sama ABG zaman sekarang.” Vio tak suka disebut tua karena ia rajin perawatan. “Maaf, kalau begitu, saya panggil Mbak Vio aja. Ehm, jadi kita ke kantor sekarang, Mbak, untuk lihat rumah tipe 100, kantor teman saya maksudnya.”“Boleh, Mas.” “Panggil nama aja, Mbak, saya lebih muda.”Keduanya menuruni eskalator yang sama. Violet yang menggunakan heels agak takut hingga memegang tangan Arzan agar tak jatuh. Lelaki itu risih tapi tak bisa menghindar, ia butuh uang andai kata deal antara Violet dan temannya jadi. “Mbak, saya pakai motor, Mbak bisa pakai mobil dan ikuti saya dari belakang aja,” ujar Arzan ketika turun dari eskalator. “Saya nggak bawa mobil. Supir saya kayaknya lagi service di bengkel dan baliknya bebe

    Huling Na-update : 2024-06-28
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    4. Siksaan

    “Dari mana, Dek?” tanya Arzan ketika Alda baru pulang. “Biasa, Mas, cuci setrika di rumah orang,” jawab Alda tanpa rasa bersalah. Setelah ia tinggalkan dua anaknya tanpa pengawasan. “Mending nggak usah kerja daripada anak kita terlantar. Kamu tahu Rere makan beras mentah di rumah.” “Ya, kalau aku nggak ikutan kerja, gimana kita mau dapat uang, Mas. Kecuali kamu bisa kasih aku minimal 15 juta tiap bulan. Aku jamin ada di rumah buat melayani kamu 24 jam dan anak-anak. Aku juga nggak harus capek-capek jadi babu di luar.” Alda membuka jaket yang menutupi tubuhnya. Di dalam jaket ia kenakan baju u can see dan jens ketat. Arzan tak mudah dibohongi begitu saja. Sebab pada umumnya orang mencuci baju akan menggunakan daster.“Jujur kamu sama, Mas, dari mana? Baju kamu itu bukan tanda kamu habis cuci setrika. Nggak ada aroma sabun sama sekali.” “Yah, Mas, jangan asal ngomong. Emang mau kamu orang menilai jadi suami gak becus gara-gara istrinya dasteran terus. Kalau aku cantik gini orang ju

    Huling Na-update : 2024-06-29
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    5. Degup Jantung

    Alda mengompres wajah Arzan yang lebam dengan air hangat. Tidak hanya itu saja, perut suaminya juga kebiruan kearena bekas tendangan. Sakit. Tepatnya di bagian hati terdalam lelaki dua anak tersebut. Istrinya tidak bisa menjaga pesan dengan baik. Bukan mudah mencari uang dua juta dalam waktu singkat. “Mas, kita ke bidan terdekat, ya, aku takut lihat kamu begini,” ucap Alda. Ada rasa sesal di dalam hatinya. Uang dua juta itu juga ia gunakan untuk hal mendesak juga. Arzan tidak menjawab, ia bangkit bahkan menepis pertolongan istrinya. Lelaki itu masih marah, tapi tak bisa berbicara. Sakit di urat perut menjalar sampai ke bibir. Ketika minum air putih saja terasa sekali pedihnya. “Mas, maafin, aku, ya. Uangnya aku pakai buat kirim ke orang tua di kampung.” Alda menundukkan kepala. Arzan menggeleng. Kepercayaannya sudah dikhianati. Apakah istrinya tak bisa berdiskusi dulu padanya. Dia masihlah kepala keluarga walau tidak kaya. Lelaki yang mencintai Alda tanpa pamrih itu masuk ke kam

    Huling Na-update : 2024-07-01
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    6. Janji Palsu

    “Saya harus pulang, Mbak, anak sama istri saya menunggu di rumah.” Arzan menjauh sejenak. Tak baik di rumah berdua saja dengan perempuan yang tidak ada ikatan apa-apa dengannya. Takut terjerumus dalam hubungan terlarang. “Tunggu. Aku agak trauma hampir jatuh tadi. Bentar aja, please,” ucap Vio sambil memelas. “Ya sudah saya tunggu di luar saja.” Baru saja Arzan akan beranjak, Vio malah menjatuhkan kepala ke bahu lelaki tersebut. Entah apa rencana wanita licik itu kali ini. “Mbak,” ujar Arzan perlahan. Ia memikirkan Sasi dan Rere di rumah. “Aku capek, mungkin karena kurang istirahat. Tolong kalau kamu pulang kunci pintu aja dari luar dan bawa. Besok agak siang aja ke sini, aku ada rapat penting sama klien.” Dengan agak berat Vio mengangkat kepala. Kemudian ia berbaring di ranjang miliknya. Handuk yang menutupi tubuhnya agak tersingkap. Arzan pun lekas berpaling. “Mbak nggak apa-apa ditinggal sendirian?” Arzan yang sedang sakit pun tak tega melihat Vio sendirian. Tak menjawab, per

    Huling Na-update : 2024-07-12
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    7. Pemerasan

    Alda menatap kepergian Arzan dengan lesu. Ia sadar selama ini sudah terlalu keras dengan suaminya. Namun, wanita dengan kulit putih tak sehat itu terpaksa melakukannya. Ia juga lelah mencari uang akhir-akhir ini. Selain untuk menutupi kebutuhan keluarga juga demi membayar utang-utangnya. Memang kebutuhan rumah tangga bukanlah tanggung jawab Alda. Tapi ia tak tega melihat dua anaknya merengek terus minta jajan. Dahulu kehidupan mereka sangat berkecukupan sampai hantaman ekonomi ditambah resesi datang tak ada habisnya. Dahulu Alda bersediah dinikahi Arzan karena lelaki itu berjanji akan bertanggung jawab penuh dengan semua kebutuhannya. Memang ditepati dan suaminya sosok sangat sempurna di matanya. Hanya saja bagi Alda, Arzan bukanlah cinta pertamanya. Terdengar munafik tapi memang demikian adanya. Alda bersedia dinikahi oleh Arzan karena tidak adanya kepastian dari bekas pacarnya dulu. Lebih parahnya lagi saat sudah menikah mantan pacarnya justru datang memberikan angin surga dan te

    Huling Na-update : 2024-07-14
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    8. Kamar Hotel

    Arzan menyetir mobil milik Vio. Sedangkan perempaun itu duduk di kursi belakang sambil memeriksa beberapa berkas. Hotel yang mereka tuju merupakan hotel bintang lima dengan layanan luxury dan bisa diprivat. Tentu saja yang datang rapat adalah orang-orang Vio. Sedan putih itu memasuki arena parkir mobil. Vio turun di bagian depan hotel dan pintu tergeser sendiri lalu ia berjalan masuk menuju lobi. Di sana ia duduk sebentar dan tak lama kemudian Nada datang menghampirinya. “Baru ini kita rapat di hotel mewah, Bu, biasanya juga di ruangan sendiri,” ucap Nada dengan pakaian cerah hari ini. “Demi totalitas dalam sandiwara kita. Modelan lelaki seperti Arzan itu susah sadar karena bucin dan dia harus kapok duluan. Sudah kamu cari tahu tentang istrinya itu. Saya, kok, nggak yakin ya dia perempuan baik-baik.” Vio melipat dua tangannya di dada. Sebelah kakinya bergerak-gerak menunggu kedatangan Arzan. “Sedang kami cari tahu, Bu, dan kalau informasinya sudah valid 1000% akan saya beritahu s

    Huling Na-update : 2024-07-16
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    9. Tanpa Rasa

    Vio dan Arzan makan di restaurant hotel bersama. Tanpa malu-malu bahkan ia membebaskan lelaki itu memesan apa saja yang diinginkan untuk keluarganya. “Nggak usah sungkan, Mas, kali aja anak-anak di rumah suka sama udang tempura, kan? Di warung mana ada jual yang ukuran gede gini.” Vio memindahkan udang goreng tepung ke piring Arzan. “Iya, makasih, Mbak,” jawab Arzan sungkan. “Kok nggak pesan juga?” Perempuan itu sadar kalau Arzan kelewat malu untuk memesan sendiri. “ Ya udah …” Kemudian Vio meminta pada pelayan agar membungkus apa yang ia makan sebanyak tiga porsi untuk keluarga Arzan di rumah. “Kebanyakan tiga porsi, Mbak.” “No, no, anak kamu, kan, butuh protein buat tumbuh kembangnya. Jangan dilarang-larang, nanti stunting loh.” “Iya, Mbak, sekali lagi makasih.” “Nggak usah sering-sering bilang makasih, ya, aku jadi sungkan. Biasa aja anggap kita temenan.” Malah Arzan yang seharusnya sungkan. Tugasnya sebagai supir dadakan hanyalah menemani Vio ke tempat-tempat yang dituju.

    Huling Na-update : 2024-08-23
  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    10. Drama Perselingkuhan

    Arzan mulai menggeliat. Dengan terburu-buru Vio membuka semua pakaian, mengacak-acak rambut, lipstick, meneteskan beberapa obat tetes mata, dan terakhir masuk dalam selimut dalam keadaan sadar. Perlahan-lahan Arzan bangkit, kepalanya masih terasa pusing. Sensasi yang ditinggalkan oleh obat pemberian Vio luar biasa membuatnya berhalusinasi dan ia kini sudah sadar. Ketika menoleh ke samping ia lihat perempuan di sebelahnya santai saja memainkan ponsel. “Mbak Vio,” ucapnya dengan kepala pusing. “Iya, kenapa, puas yang tadi, tiga jam yang panas banget, Mas,” jawab perempuan itu bohong. Ya ada benarnya juga walau sedikit. “Hah, tiga jam. Tiga jam kita ngapain?” Baru Arzan sadari Vio tak menggunakan pakaian ketika berdiri dari ranjang hinga terlihat sudah bagian punggungnya. Lekas lelaki itu berpaling, dan makin lama ia makin sadar apa yang terjadi pada diri sendiri. “Pikir aja sendiri, kamu, bukan anak kecil lagi, Mas. Udah, ya, aku mau mandi dulu. Lengket banget rasanya dan makasih b

    Huling Na-update : 2024-08-26

Pinakabagong kabanata

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    38. Lari!

    Arzan menggeliat ketika kesadarannya sudah kembali dengan baik. Malam tadi begitu panjang dan terasa indah saat memadu asmara dengan Vio. Lelaki itu melihat ke sisi ranjang, teman tidurnya tidak ada. Lalu pintu kamar mandi terbuka, Vio keluar dalam keadaan segar bugar. “Terima kasih untuk tadi malam, Bos,” ucap Vio sambil mengeringkan rambut. “Bos?” ulang Arzan. “Iya, kamu, kan, sebentar lagi jadi bos aku.” “Persetan dengan semua itu.” Arzan masih malas bangkit. Mungkin lebih baik untuk tidur dari siang sampai malam lagi. Bel di pintu kamar berbunyi. Vio membuka pintu dan layanan hotel datang membawakan satu meja dorong berisi makanan yang dipesan dan dua pasang baju bersih yang dibeli oleh Vio sesuai size. “Mandi saja, ganti baju dan kita makan. Aku harus antar kamu kembali ke basecamp buat latihan.” “Kalau hanya untuk gym, lebih baik yang ada di apartement, sama aja cuman beda beban.” “Beda, Sayang, ke basecamp lebih baik, nanti aku jemput pas malam.” Vio mendekat dan menye

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    37. Jerat Asmara

    Ketika Karel sadar dari mabuk, ia membuka mata dan terkejut ternyata wanita di sebelahnya bukanlah Vio. Padahal tadi ia ingat sekali sedang menarik tangan wanita itu sampai ke dalam kamar. “Jalang, sedang apa kamu di kamar saya?” Karel menampar pelayan kapal itu cukup kuat hingga pipinya merah. Tak disangka ternyata lelaki bermata biru tersebut menghabiskan malam bersama perempuan murahan. “Mana Vio?” tanyanya sambil memakai baju dan memegang kepalanya yang terasa pusing. Niat hati menipu Vio tapi malah dirinya yang kena getah duluan. “Saya nggak tahu, Bapak yang tiba-tiba tarik tangan saya ke kamar,” jawab pelayan itu sambil memegang pipinya. “Seharusnya kamu melawan, kalau kamu mau tandanya kamu perempuan murahan!” Karel sudah selesai pakai baju dan ia membuka pintu. Di luar kamar Ica sudah menunggu, malas ladyguard itu menunggu Arzan dan Vio yang sedang bermesraan. “Kasih pelajaran perempuan itu, beraninya dia menyentuh tubuh saya yang mahal.” Perintah Karel. Ica mengangguk, i

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    36. Angin Laut

    “Ngapain di sini?” Seorang perempuan menepuk bahu Arzan. Ketika lelaki itu menoleh ternyata Vio di belakangnya. “Aku pikir Mbak …” Arzan tak jadi memegang gagang pintu. “Ngapain?” Vio menaikkan sebelah alisnya. “Ehm, itu, anu.” Arzan ragu-ragu. “Oh, itu bukan aku, yuk, gak bagus nguping orang sedang bersenang-senang, privasi.” Vio menarik tangan Arzan. “Berarti yang di kamar itu?” Arzan masih penasaran, setahunya ruang di atas khusus untuk Karel. “Iya, tepat sekali kakak kamu sama …” “Bianka?” “Vanessa istrinya.” “Oh, sama istrinya, bagus kalau gitu.” “Nggak, bukan sama istrinya, tapi sama pelayan perempuan lain.” Vio tersenyum sambil mengendikkan bahu. “Hah, tunggu sebentar, saya jadi tambah bingung. Dia di kamar lagi sama pelayan atau sama istrinya?” Pertanyaan Arzan penuh isyarat. “Iya, namanya juga laki-laki, seperti kamu, kan, belum resmi cerai tapi kita udah tidur berdua. Menurut kamu kita ini murahan nggak?” Vio turun tangga dengan perlahan sambil mengangkat gaun pa

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    35. Cerutu

    “Kalian berdua kenapa? Seperti anak kecil saja!” Adrian memisahkan Vio dan Ica yang terlibat baku hantam. “Dia yang mulai duluan.” Vio merapikan rambutnya yang acak-acakan. Ada bekas cakaran di bagian leher. Sedikit terasa perih. “Dia yang melanggar perintah Bos Karel,” balas Ica tak kalah berantakan. Bagian dadanya sakit kena pukul oleh Vio. “Jadi karena rebutan laki-laki?” tanya Adrian sambil memandang dua wanita tangguh itu satu demi satu. “Gak!” Kompakan wanita itu menjawab. “Sudah, jangan seperti anak kecil rebutan permen. Sebentar lagi tamu undangan akan datang. Rapikan diri kalian berdua, kelihatan seperti pelacur selesai melayani pembeli.” Adrian berdecih. Ia merapikan kemeja putihnya yang sedikit terasa tak nyaman. “Tapi saya nggak bisa ikut pesta, Pak.” Vio mengatur napasnya. “Tidak ada waktu untuk bilang tidak. Rapikan diri sebisanya, beberapa orang ingin bertemu kamu secara langsung. Pesta tanpa kamu itu hambar, Vio.” “Dasar caper! Udah dibilang gaun disiapkan Bos

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    34. Jalang

    “Sepertinya kamu harus belajar sopan santun untuk menghargai bos di sini.” Ica sengaja memecahkan gelas di lantai. Perhatian beberapa orang jadi tertuju pada mereka berdua. “Bos? Kenal Baron Hermanto? Dia satu-satunya bos yang paling tinggi di sini.” Menambah suasana semakin ramai, Vio juga menjatuhkan gelas di lantai sampai pecah. “Cukup. Kita di sini bukan untuk mendengar dua perempuan memperebutkan satu laki-laki.” Karel menyudahi keributan itu. “Saya tidak pernah rebutan laki-laki.” Vio meniup poninya yang menutupi mata. “Kita bahas soal Arzan belakangan. Ada yang lebih penting. Silakan dijelaskan, Pak Adrian.” Karel mempersilakan salah seorang kepercayaan Thomas untuk melakukan presentasi. Vio dan Arzan mendengarkan dengan seksama. Arzan jadi semakin tahu bahwa keluarga besarnya ternyata benar-benar menguasai dan mengendalikan semua bisnis di Indonesia, termasuk memonopoli persediaan kebutuhan pokok yang sering membuat harga naik. “Namun, kali ini saya tidak membahas soal h

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    33. Interupsi

    Vio terbangun ketika alarm ponselnya berbunyi. Ia lupa hari ini harus bertemu dengan Karel membahas masalah tambang emas dan beberapa urusan lain. Namun, tentu saja perempuan itu tak akan pernah lupa kejadian tadi malam yang dilewati dengan penuh kesadaran. Awalnya hanya sebuah tatapan, kemudian berlanjut menjadi sebuah kecupan hangat dan dalam. Lalu layaknya manusia biasa yang mudah terbawa perasaan, keduanya pun mengulang lagi peristiwa di dalam bar tempo hari. “Ini bukan kesialan, ini emang aku yang gatel jadi perempuan,” ucap Vio menyadari dirinya yang salah. Ia bangun dan meraih handuk yang berserakan di lantai dan lekas membalut tubuh. Sebelum ke kamar mandi mafia dengan mata jernih dan tajam itu memandang fotonya dan Reza. Foto yang menjadi saksi bisu peristiwa panas di ranjang yang dulu menjadi tempat Vio memadu asmara bersama Reza.“Aku malu kamu lihat aku seperti ini. Nanti kalau aku sudah bisa mengendalikan perasaanku yang kesepian, aku pajang kamu lagi di dinding.” Dua

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    32. Wangi

    “Aku pikirin nanti, karena orang yang terlibat langsung itu Thomas dan Baron Hermanto. Aku berani jamin kamu nggak akan tega menyakiti papimu.” Vio tersenyum kecut. Bagaimanapun darah itu selalu lebih kental daripada air. “Mungkin sekarang tidak, tapi suatu hari nanti atau beberapa tahun kemudian. Bisnis tidak dibangun dalam satu malam, begitu juga kekuatan tidak mungkin dibangun dalam dua hari.” “Pintar, akhirnya kebodohan karena cinta itu pergi juga. Bagus, next time jangan bertemu Alda lagi.” “Saya hanya ingin melihat anak-anak, sesekali.” “Bisa nanti kalau udah santai.” Vio duduk di bale-bale. Di belakangnya terdapat warung harian milik warga atau mungkin milik salah satu abdi negara yang mengambil peruntungan ganda. Lumrah sudah usaha demikian mengingat kata mereka gaji kecil dan kebutuhan hidup semakin besar. Mata perempuan itu mengawasi setiap pekerja dengan menggunakan teropong. Ia harus bekerja keras karena kali ini hasil tambang sangat memuaskan dan perkiraan keuntunga

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    31. Gold Digger

    Arzan menyetir mengikuti arah bus yang ada di depannya. Di belakang mereka ada dua jeep yang mengikuti. Sesuai dugaannya iringan kendaraan itu diperiksa oleh polisi ketika melewati arah luar kota. Dan seperti biasa selalu lolos setelah beberapa negosiasi termasuk pemberian amplop. “Polisi di Indonesia bisa dibeli kejujurannya,” gumam Vio sambil menguap. “Kalau di Italia?” “Sangat susah, tapi pasti ada yang bisa, biasanya aku ajak kerja sama yang mau, yang tidak mau ya nggak diajak.” “Semudah itukah?” “Teori dan praktek selalu beda jauh. Ikuti aja ya, bus di depan aku mau tidur dulu bentar, ngantuk.” Vio mengatur tempat duduk di mobilnya jadi lebih landai. Tak butuh waktu lama bagi perempuan itu untuk terlelap dan ke alam mimpi. Vio benar-benar tak peduli walau wajahnya terlihat jelek saat tidur, bahkan suara dengkur halus terdengar perlahan dan membuat Arzan menghidupkan musik yang suaranya slow sekali. “Semoga ketemu Reza di alam mimpi, kasihan kamu, Mbak, kesepian. Ya, sama

  • Suami Miskin itu Ternyata Kaya Raya    30. Mature

    Bagian 30 Pagi hari usai sarapan berat full protein dan minum susu yang khusus untuk laki-laki, Arzan kemudian melakukan olah raga pertamanya. 60 menit ia diminta untuk lari di treadmill. Awalnya perlahan kemudian semakin lama semakin kencang. Jujur saja, lama tak latihan hal-hal seperti itu membuat otot di sekujur tubuh Arzan menjadi kaget. Rasanya ia ingin minta istirahat seminggu lamanya. Namun, tak mungkin sebab semua lelaki di sana rutin berolahraga. Tempat itu bukan gym, melainkan salah satu markas di mana orang-orang Baron yang kemudian diperintah oleh masing-masing tangan kanannya, tinggal. Sambil menunggu ada perintah lebih lanjut. Biasanya mereka tidak akan menganggur sampai lima hari, ada saja pekerjaan yang harus diselesaikan. Sambil menunggu, para lelaki bujang itu akan membentuk tubuh lebih kuat sebab kegiatan mereka benar-benar menguras fisik. “Berhenti dulu, saya nggak kuat.” Arzan menyerah ketika ia diminta mengangkat kakinya sangat tinggi. Latihan di dalam sana

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status