SLTC - 091Roy menatap ke arah Sova yang sudah berlalu meninggalkannya. Ia ingin menghentikan langkah Sova dan berlalu ke dalam rumah, hanya dengan Sova dan Rafa. Tapi, istrinya itu tak mau mengerti. Roy mendengkus sepelan mungkin, agar Ia tak menyakiti hati Dania. "Ayo, Mas. Kita masuk!" ajak Dania seraya meraih tangan Roy. Wanita cantik itu hendak mengalungkan tangannya di lengan Roy, namun ditolak halus oleh Roy. "Aku cuma mau pegang lengan suamiku. Apa salah?" tanyanya dengan wajah sendu. Bukan Dania jika Ia menyerah begitu saja. Dengan segala cara, Ia akan mempertahankan cinta Roy dan dirinya sampai ajal menjemput. "Wah, Nyonya dan Tuan sudah baikan? Memang pasangan yang sangat serasi!" celetuk bi Ais yang baru muncul dari ruang tamu. "Biasa aja, kelles!" sahut Sari yang mengekori Roy dari belakang dengan membawa beberapa peralatan yang baru dibawa dari rumah sakit. Namun suaranya hanya terdengar oleh Hari ya
SLTC - 092Roy menghentikan langkahnya tepat di tengah-tengah ruangan. Ada denyut nyeri saat Sova nampak ingin menolaknya. Tapi, Ia pun tak ingin menyalahkan Sova karena kesalahan itu ada pada dirinya. "Jangan berisik!" Ucap sofa lagi, Kemudian tangannya menunjuk ke arah rancang berukuran King milik mereka.Di sana nampak baby Rafa sedang tertidur pulas dengan dialasi kasur bayi, lengkap dengan bantal, guling dan selimutnya. Sova segera berdiri, kemudian menghampiri Roy. Wanita muda yang baru berubah status menjadi seorang ibu itu menarik tangan Roy dan membawanya ke sofa yang berada di sudut ruangan."Duduklah, Kang!" pinta Sova, kemudian Ia pun mendudukkan bokongnya di sana.Mereka duduk bersisian dengan pandangan saling mengunci. Dalam pikiran Roy ia merasa sedikit lega karena Sova mengajaknya untuk berbicara. Awalnya, Ia berpikir bahwa Sova menolaknya. Ternyata, Sova hanya tak ingin Roy mbangunkan Rafa yang sedang terlelap.
SLTC 093Sova merasa sedih karena Roy pergi dengan amarah. Padahal, bayi belum mengerti apapun sehingga orang tua lah yang harus mengerti mereka. Roy berubah. Itu yang ada dalam pikiran Sova. "Bu, permisi masuk ya!" ucap suster Rina, membuyarkan semua lamunan Sova. "Ah, iya Sus. Silakan!" sahut Sova seraya Ia pun berjalan ke arah ranjang super king, dimana Rafa sedang menangis kencang. Bayi laki-laki yang terlahir prematur itu memiliki suara yang sangat kencang saat Ia menangis, berbeda saat Ia terlahir. "Cup... cup... cup... Pangerannya Mama kenapa?" tanya Sova seraya meraih Rafa ke dalam gendongannya. "Mau mimi cucu ya...!" ucap Sova berusaha mengajak Rafa ngobrol. Namun, bayi laki-laki itu tak juga berhenti menangis meskipun Ia sudah berada di gendongan Ibunya. Sova duduk di ujung ranjang untuk menyusui Rafa. Sova mengarahkan mulut Rafa untuk menyesap Asi seperti yang sudah diajarkan di rumah sakit, namun bayi itu menolak
SLTC 094"Akang!" Sova terisak. Ia menaikkan kakinya ke atas gazebo, memeluk lututnya dan melanjutkan tangisnya dengan pilu. "Akang, kenapa?" tanya Sova di sela-sela isak tangisnya. "Aku udah kasih semua buat Akang, semua yang Aku punya. Aku udah berharap banyak sama Akang. Aku cuma punya Akang... Huhuhuhuhuhu," racau Sova diantara semua tangis pilunya. *** Roy keluar dari kamar dengan amarah. Bukan karena Ia memiliki anak dan tak menginginkannya. Hanya saja, sebagai seorang lelaki yang sedang berada di ujung hasratnya, Ia merasa marah saat terganggu dan tak bisa menyalurkan hasratnya. Ya, Ia stress dan ingin memukul apapun yang ada di hadapannya. Tapi, semua itu Ia tahan agar tak menyakiti istri dan anaknya. Saat berada di ambang pintu, Ia berpapasan dengan seorang perawat yang memang dipekerjakan mulai hari ini, untuk membantu Sova mengurus Baby Rafa. Wanita perawat itu pun terkena dengusan dan lirikan
SLTC 095Sova menarik nafasnya dalam-dalam. Ia merasa tak ada gunanya menangisi nasib diri sendiri di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Sova segera menyusut air matanya yang masih berusaha meringsek keluar. Ia pun meraih ponselnya, memastikan kemana sang suami pergi membawa Dania. "Kamar?" tanyanya seolah ada orang lain yang bisa Ia tanyai di sana. Sova ingat betul bahwa di kamar tamu tak ada kamera apapun yang terpasang. "Jadi, Aku harus gimana?" tanya Sova sambil mondar-mandir seperti setrikaan. "Biarin... Enggak. Biarin. Ah, enggak. Aku harus membuktikan dengan mata kepalaku sendiri. Aku tahu kalau Akang cinta sama mbak Dania, tapi itu dulu. Sekarang, cintanya buat Aku sama Rafa," ucap Sova pada dirinya sendiri. Sova pun melangkah pasti, tujuannya adalah kamar tamu. Dari rekaman CCTV yang Ia lihat, nampak jika Roy membawa Dania ke ruang tamu. Tentang apa yang mereka lakukan di dalam kamar, Sova belum bisa memastikannya. "Non!" Sari memanggil Sova. Wanita itu memang menunggu
SLTC 96Saat memasuki kamar tamu, tanpa berpikir panjang, Roy langsung menyerang Dania dengan penuh gairah. Otaknya sudah betul-betul dipenuhi hasrat yang butuh untuk disalurkan. Sebenarnya, Roy masih mencintai Dania sehingga Ia tak sungkan untuk melakukan hubungan suami istri dengannya. Namun, keberadaan Sova membuat Ia memutuskan untuk melepas Dania. Saat ini, dimana Dania sudah sangat merindukan dirinya, disaat Sova tak mampu memenuhi kebutuhannya dan disaat Ia sedang berada di ujung gairah, Roy pun tak lagi berpikir beberapa kali untuk melakukan aktivitas panas dengan Dania. Namun, saat Ia ingin menjamah bagian terdalam Dania, Ia sedikit terhenyak. "Sayang, kenapa diam? Ayo lakuin?" pinta Dania dengan suara yang begitu berat. Roy tak bergeming. Setelah puas menatap bagian tersebut, Ia pun membalikkan Dania dengan cukup kasar. Roy kembali terhenyak, terdiam seribu bahasa. Dania yang menyadari hal itu pun langsung mendudukkan dirinya. "Kenapa berhenti, Sayang? Ayo!" pintanya la
SLTC 97Brakkk... "Jadi kau sudah tahu, hah?" tanya Roy setelah mendengarkan penuturan Beni. Ia menggebrak meja karena marah. Buku-buku tangannya mengeras, menahan amarah yang berkumpul di kepalan tangannya. Beni hanya menundukkan kepalanya tanpa menjawab sedikit pun. Ia tak tahu bagaimana cara Roy mengenali bahwa wanita yang saat ini berada di bawah tangan mereka, bukanlah Dania. Berbeda dengan Beni, bi Ais dan Hilda yang meyakini bahwa mereka benar-benar telah mengantar Dania ke peristirahatan terakhirnya, Roy tak menyebutkan secara spesifik apa yang berbeda dari Dania. Ia hanya begitu yakin bahwa wanita itu bukanlah Dania, istri pertamanya. "Kau membuatku kecewa, Ben!" ketus Roy berusaha menahan amarahnya. Bahkan, kini Ia duduk demi meredakan amarahnya yang sudah mulai agak tenang. Sova hanya terduduk di sudut, tak menanggapi ataupun menyanggah ucapan-ucapan Roy. "Roy!" Tiba-tiba, pintu ruang kerja dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Hilda datang dengan tergesa. Ia dihubun
SLTC 98"Siapa?" semua orang bertanya dengan serempak. "Hemmhhh... " Sova menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Siapa?" tanya Roy sekali lagi. Sova meliriknya, kemudian memalingkan lagi mukanya dari Roy. "Coba kalian ingat-ingat, apa selama ini kalian bertemu... "Brakkk... Tiba-tiba pintu ruang kerja tersebut dibuka dengan kasar. Nampak pak Tejo mengepalkan tangannya seraya mencari sosok Roy. "Ada apa?" tanya Roy berdiri menghadap ke arah pak Tejo. Akhirnya, tanpa bersusah payah mencari keberadaan Roy, lelaki yang pernah menjadi menantunya itu berdiri dengan sendirinya, memudahkan Ia untuk menemukan Roy. Pak Tejo langsung meringsek masuk dan langkahnya mengarah pada Roy. Ia sudah bersiap untuk menghantamkan bogem mentah kepada lelaki yang kini berstatus sebagai suami Sova itu. "Dasar b****at!" Langkahnya ditahan oleh Beni dan Hari yang langsung
"Jadi benar?" desis Roy. Matanya masih menatap hampir tak berkedip pada rekaman-rekaman yang sedang terputar di sana. "Apanya Kang?" tanya Sova saat Ia melihat wajah tegang suaminya. "Akang, benar apanya?" tanya Sova sekali lagi, karena Ia tak mendapatkan jawaban apapun dari Roy. "Akang sudah salah menilai, Sayang." Roy menatap Sova seraya mengelus pipi wanita itu, meminta kekuatan dalam hatinya. "Menilai apa?" tanya Sova. Namun, lagi-lagi Roy tak memberinya jawaban. Sova mencebik, kesal karena merasa diabaikan. Bukankah Ia yang seharusnya masih marah dan mendiamkan Roy? Kenapa malah terjadi hal sebaliknya? Sova mengambil ponsel miliknya dari tangan Roy, penasaran dengan apa yang dilihat oleh suaminya. Sedangkan Roy, Ia tak lagi berusaha mengambil lagi ponsel tersebut. Semua kejadian dimana Lina datang sampai Ia membawa Dania pergi, terekam jelas oleh CCTV yang terkoneksi dengan ponsel Sova. Sedangkan, di CCTV rumah yang sengaja Ia pasang, tak ada satu pun bayangan Lina masuk ke
"Apa maksudnya, Kang? Masa pak Beni resign? Mbak Hilda gimana? Mana mbak Hilda?" tanya Sova beruntun. "Mereka memfitnah Lina. Padahal, Beni... ah, entahlah. Apa dia sedang dekat dengan Hilda? Jadi dia selingkuh?" desis Roy namun masih bisa didengar oleh Sova. "Rupanya ini karena mbak Lina? Selingkuh? Benarkah? Jadi, mereka menjebakku agar mau menerima mbak Dania di rumah ini?" tanya Sova sangat lirih, namun masih jelas terdengar oleh Roy. "Apa? Jadi mereka yang memintamu untuk memasukkan Dania ke rumah? Memintamu untuk menerima Dania di rumah ini?" tanya Roy seraya menatap Sova, mencari kebenaran di kedalaman mata istrinya. "Emmhhh... iya, Kang." Sova akhirnya jujur akan hal yang tak Ia bicarakan kepada Roy. Bahkan, Ia cenderung melakukan hal itu di belakang Roy. Roy menyugar rambutnya frustasi. Kesalahan adalah kata yang tepat untuk apa yang telah dilakukan Sova, itu menurut Roy. "Tapi kenapa? Kenapa kamu lakukan itu semua, Sayang? Kau undang penyakit ke dalam rumah tangga kit
Roy tak peduli saat Hilda mengejar Beni untuk keluar dari sana. Ia segera melangkahkan kakinya menuju lift. Ia berniat untuk menyusul Sova, membiarkan masalah Dania diurus oleh anak buahnya, sedangkan dia hanya akan menyelesaikan masalahnya dengan Sova. Roy hendak meraih handle pintu saat pintu itu terbuka dari dalam. Di hadapannya ada suster Rina yang membawa botol susu bekas pakai. "Sus, biarkan kami dulu ya. Nanti kalau kami perlu, baru akan Saya panggil lagi," ucap Roy dengan tatapan mengintimidasi. Dia tak ingin terganggu oleh orang lain saat sedang bicara dengan Sova. "Emmhhh," Suster Rina menoleh ke dalam, memastikan keadaan Rafa baik-baik saja. "Tapi Pak... " tolak Suster Rina, berusaha memberikan argumen. "Enggak ada tapi-tapian... " kesal Roy saat perawat yang Ia pekerjakan hendak menolak titahnya. "Ba... baik, Pak," sahutnya cepat, kemudian berlalu dari kamar tersebut. Sova yang begitu serius mengurusi Rafa,
SLTC 103"Ada apa?" tanya Roy setelah Beni duduk di sebrangnya. "Maafkan Saya, Pak. Tapi Saya enggak tahu lagi harus berbuat apa," ucap Beni membuat Roy mengerutkan keningnya. "Katakanlah!" titah Roy seraya memandangi Beni lebih seksama. Ia curiga akan ada hal tak beres yang diceritakan oleh Beni. "Saya sangat mencintai Lina," ucap Beni pada akhirnya. "Lantas?" tanya Roy merasa apa yang disampaikan oleh Beni bukanlah poin utamanya. Beni hanya diam. Lelaki yang telah lama mengabdi pada Roy itu tak lagi mengatakan apapun, membuat Roy tak sabar. "Jangan bilang gara-gara Lina belum juga hamil, kamu berniat poligami. Begitu?" tanya Roy membuat Beni mengangkat wajahnya kaget, menatap Roy dengan tatapan tak percaya. "Tuh kan, ketebak." Roy terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Bukan Pak Bos, bukan itu," ucap Beni buru-buru. "Jangan berkilah, Ben. Apa kurangnya Lina sampai-sampai kamu tega mau menduakannya? Apa kau sudah menemukan perempuan lain? Apa kau sudah memberi tahu Lina renc
SLTC 102Roy masih tertegun setelah mendengar ucapan Sova barusan. Ia berpikir jika apa yang dikatakan Sova sangat masuk akal dan memungkinkan dan memiliki nilai kebenaran. "Apa benar seperti apa yang istriku bilang, Ben?" tanya Roy benar-benar meminta pendapat. "Menurutku demikian," sahut Beni membuat Roy kaget. Roy tak menyangka jika jawaban Beni begitu singkat, padat dan langsung pada point nya. "Ya sudah, ayo kita kembali ke ruang kerja!" ajak Roy. "Ben, Aku mengizinkanmu untuk membongkar makam Dania dan mengambil sampel dna-nya, untuk dites dan dibandingkan dengan DNA perempuan itu, " ucap Roy tiba-tiba.Beni yang sedang memikirkan baik-baik apa yang dilaporkan oleh anak buahnya tadi tentang Lina, tak mendengar apa yang diucapkan oleh Roy. Bahkan pandangan Beni nampak kosong di hadapan Roy."Ben" Ucap Roy lagi seraya menepuk pundaknya cukup keras. "Ada apa?" teriak Beni Karena ia merasa kaget dengan tepukan di bahunya."Sejak kapan kamu hobi melamun?" Ucap Roy yang sebenarny
Mata Roy berkilat merah. Ia begitu marah dengan apa yang disampaikan oleh anak buahnya barusan. "Jaga kedua tua bangka ini, jangan sampai mereka berdua kabur!" titah Roy membuat semua orang yang berada di sana saling melemparkan pandangan. "Siapa yang kau sebut dengan tua bangka?! " teriak Pak Tejo dengan geram. Namun, Roy tak mendengarkannya sama sekali. Ia terus melenggang pergi, keluar dari ruang kerja. Beni mengikuti Roy dengan segera. ia belum tahu apa yang terjadi, namun Ia tak merecoki Roy dengan berbagai macam pertanyaan. Saat tiba di kamar tamu, Roy langsung masuk ke dalam kamar dengan pintu yang memang sudah terbuka. Begitupun dengan Beni, Ia langsung ikut masuk ke dalam kamar dan mendapati kesalahan apa yang telah terjadi. "Mana dia? " tanya Roy dengan mata yang masih berkilat merah."A... Ampun Tuan! Kami tidak tahu, kami betul-betul tidak tahu! " ucap anak buah Roy yang seharusnya ditugaskan berjaga di sana.Saat Roy dan Beni keluar dari ruang kerja tadi, sebenarnya
"Ap...pa maksudmu?" Tanya Pak Tejo tergagap."Sudah jelas saya katakan barusan bahwa Anda berdua tidak mengenali siapa Dania. Anda berdua sudah abai kepadanya dari dulu Lalu, kenapa sekarang kalian begitu mati-matian membela? Itu karena anda hanya menginginkan harta milik Roy dan kalian tidak mengenali yang mana anak kalian. " Hilda mengatakan hal itu dengan tenggebu-gebu. Ia puas karena telah mengeluarkan unek-uneknya selama ini terhadap Pak Tejo dan istrinya. Sedari Dulu, Ia selalu menjadi tumpuan bagi Dania. Bahkan, seringkali ia membagi uang sakunya untuk Dania meskipun Dania sendiri menolaknya."Jangan berburuk sangka kamu sama kami, Roy. Siapa lagi yang akan menyayangi Dania selain daripada kami, hah? " ucap Bu Tejo seraya memalingkan mukanya. Ia Sedikit lega karena dari perkataan Hilda, menyiratkan bahwa wanita tersebut bukan mencurigai tentang siapa Dania, tetapi mencurigai bahwa dirinya tidak begitu memperhatikan Dania saja. "Ya Sudahlah, jangan terlalu diperpanjang. Sekar
SLTC 99"Pelakor miskin sepertimu tak perlu ikut bicara! Tak ada kepatutan dari setiap ucapanmu," hardik pak Tejo dengan mata nyalang. "Jangan pernah menghina istriku! Wanita yang kau sebut miskin ini adalah is-tri-ku. Camkan itu!" sahut Roy membalas tatapan nyalang pak Tejo seraya menunjuk tepat ke arah wajahnya. "Jangan lupa kalau istrimu adalah Dania. Hanya Dania," teriak bu Tejo dengan mata melotot. "Dan ya... selama pernikahanku dengan mendiang Dania, Saya baru ingat bahwa kalian tak pernah peduli padanya. Hanya jika kalian menginginkan sesuatu, maka kalian akan mencari istriku, Dania. Tapi sekarang apa? Kalian begitu membabi buta membela Dania. Ada apa sebenarnya?" tanya Roy dengan raut wajah sinis. Pasangan suami istri lanjut usia itu pun menelan salivanya, kaget dengan tuduhan yang diucapkan oleh Roy. Benar, karena itu memang kenyataannya. Dania kecil tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti yang mereka limpahkan pada Rania, anak kandung mereka yang hadir setelah bebera
SLTC 98"Siapa?" semua orang bertanya dengan serempak. "Hemmhhh... " Sova menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Siapa?" tanya Roy sekali lagi. Sova meliriknya, kemudian memalingkan lagi mukanya dari Roy. "Coba kalian ingat-ingat, apa selama ini kalian bertemu... "Brakkk... Tiba-tiba pintu ruang kerja tersebut dibuka dengan kasar. Nampak pak Tejo mengepalkan tangannya seraya mencari sosok Roy. "Ada apa?" tanya Roy berdiri menghadap ke arah pak Tejo. Akhirnya, tanpa bersusah payah mencari keberadaan Roy, lelaki yang pernah menjadi menantunya itu berdiri dengan sendirinya, memudahkan Ia untuk menemukan Roy. Pak Tejo langsung meringsek masuk dan langkahnya mengarah pada Roy. Ia sudah bersiap untuk menghantamkan bogem mentah kepada lelaki yang kini berstatus sebagai suami Sova itu. "Dasar b****at!" Langkahnya ditahan oleh Beni dan Hari yang langsung