SLTC - 092
Roy menghentikan langkahnya tepat di tengah-tengah ruangan. Ada denyut nyeri saat Sova nampak ingin menolaknya. Tapi, Ia pun tak ingin menyalahkan Sova karena kesalahan itu ada pada dirinya."Jangan berisik!" Ucap sofa lagi, Kemudian tangannya menunjuk ke arah rancang berukuran King milik mereka.Di sana nampak baby Rafa sedang tertidur pulas dengan dialasi kasur bayi, lengkap dengan bantal, guling dan selimutnya.Sova segera berdiri, kemudian menghampiri Roy. Wanita muda yang baru berubah status menjadi seorang ibu itu menarik tangan Roy dan membawanya ke sofa yang berada di sudut ruangan."Duduklah, Kang!" pinta Sova, kemudian Ia pun mendudukkan bokongnya di sana.Mereka duduk bersisian dengan pandangan saling mengunci. Dalam pikiran Roy ia merasa sedikit lega karena Sova mengajaknya untuk berbicara. Awalnya, Ia berpikir bahwa Sova menolaknya. Ternyata, Sova hanya tak ingin Roy mbangunkan Rafa yang sedang terlelap.SLTC 093Sova merasa sedih karena Roy pergi dengan amarah. Padahal, bayi belum mengerti apapun sehingga orang tua lah yang harus mengerti mereka. Roy berubah. Itu yang ada dalam pikiran Sova. "Bu, permisi masuk ya!" ucap suster Rina, membuyarkan semua lamunan Sova. "Ah, iya Sus. Silakan!" sahut Sova seraya Ia pun berjalan ke arah ranjang super king, dimana Rafa sedang menangis kencang. Bayi laki-laki yang terlahir prematur itu memiliki suara yang sangat kencang saat Ia menangis, berbeda saat Ia terlahir. "Cup... cup... cup... Pangerannya Mama kenapa?" tanya Sova seraya meraih Rafa ke dalam gendongannya. "Mau mimi cucu ya...!" ucap Sova berusaha mengajak Rafa ngobrol. Namun, bayi laki-laki itu tak juga berhenti menangis meskipun Ia sudah berada di gendongan Ibunya. Sova duduk di ujung ranjang untuk menyusui Rafa. Sova mengarahkan mulut Rafa untuk menyesap Asi seperti yang sudah diajarkan di rumah sakit, namun bayi itu menolak
SLTC 094"Akang!" Sova terisak. Ia menaikkan kakinya ke atas gazebo, memeluk lututnya dan melanjutkan tangisnya dengan pilu. "Akang, kenapa?" tanya Sova di sela-sela isak tangisnya. "Aku udah kasih semua buat Akang, semua yang Aku punya. Aku udah berharap banyak sama Akang. Aku cuma punya Akang... Huhuhuhuhuhu," racau Sova diantara semua tangis pilunya. *** Roy keluar dari kamar dengan amarah. Bukan karena Ia memiliki anak dan tak menginginkannya. Hanya saja, sebagai seorang lelaki yang sedang berada di ujung hasratnya, Ia merasa marah saat terganggu dan tak bisa menyalurkan hasratnya. Ya, Ia stress dan ingin memukul apapun yang ada di hadapannya. Tapi, semua itu Ia tahan agar tak menyakiti istri dan anaknya. Saat berada di ambang pintu, Ia berpapasan dengan seorang perawat yang memang dipekerjakan mulai hari ini, untuk membantu Sova mengurus Baby Rafa. Wanita perawat itu pun terkena dengusan dan lirikan
SLTC 095Sova menarik nafasnya dalam-dalam. Ia merasa tak ada gunanya menangisi nasib diri sendiri di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Sova segera menyusut air matanya yang masih berusaha meringsek keluar. Ia pun meraih ponselnya, memastikan kemana sang suami pergi membawa Dania. "Kamar?" tanyanya seolah ada orang lain yang bisa Ia tanyai di sana. Sova ingat betul bahwa di kamar tamu tak ada kamera apapun yang terpasang. "Jadi, Aku harus gimana?" tanya Sova sambil mondar-mandir seperti setrikaan. "Biarin... Enggak. Biarin. Ah, enggak. Aku harus membuktikan dengan mata kepalaku sendiri. Aku tahu kalau Akang cinta sama mbak Dania, tapi itu dulu. Sekarang, cintanya buat Aku sama Rafa," ucap Sova pada dirinya sendiri. Sova pun melangkah pasti, tujuannya adalah kamar tamu. Dari rekaman CCTV yang Ia lihat, nampak jika Roy membawa Dania ke ruang tamu. Tentang apa yang mereka lakukan di dalam kamar, Sova belum bisa memastikannya. "Non!" Sari memanggil Sova. Wanita itu memang menunggu
SLTC 96Saat memasuki kamar tamu, tanpa berpikir panjang, Roy langsung menyerang Dania dengan penuh gairah. Otaknya sudah betul-betul dipenuhi hasrat yang butuh untuk disalurkan. Sebenarnya, Roy masih mencintai Dania sehingga Ia tak sungkan untuk melakukan hubungan suami istri dengannya. Namun, keberadaan Sova membuat Ia memutuskan untuk melepas Dania. Saat ini, dimana Dania sudah sangat merindukan dirinya, disaat Sova tak mampu memenuhi kebutuhannya dan disaat Ia sedang berada di ujung gairah, Roy pun tak lagi berpikir beberapa kali untuk melakukan aktivitas panas dengan Dania. Namun, saat Ia ingin menjamah bagian terdalam Dania, Ia sedikit terhenyak. "Sayang, kenapa diam? Ayo lakuin?" pinta Dania dengan suara yang begitu berat. Roy tak bergeming. Setelah puas menatap bagian tersebut, Ia pun membalikkan Dania dengan cukup kasar. Roy kembali terhenyak, terdiam seribu bahasa. Dania yang menyadari hal itu pun langsung mendudukkan dirinya. "Kenapa berhenti, Sayang? Ayo!" pintanya la
SLTC 97Brakkk... "Jadi kau sudah tahu, hah?" tanya Roy setelah mendengarkan penuturan Beni. Ia menggebrak meja karena marah. Buku-buku tangannya mengeras, menahan amarah yang berkumpul di kepalan tangannya. Beni hanya menundukkan kepalanya tanpa menjawab sedikit pun. Ia tak tahu bagaimana cara Roy mengenali bahwa wanita yang saat ini berada di bawah tangan mereka, bukanlah Dania. Berbeda dengan Beni, bi Ais dan Hilda yang meyakini bahwa mereka benar-benar telah mengantar Dania ke peristirahatan terakhirnya, Roy tak menyebutkan secara spesifik apa yang berbeda dari Dania. Ia hanya begitu yakin bahwa wanita itu bukanlah Dania, istri pertamanya. "Kau membuatku kecewa, Ben!" ketus Roy berusaha menahan amarahnya. Bahkan, kini Ia duduk demi meredakan amarahnya yang sudah mulai agak tenang. Sova hanya terduduk di sudut, tak menanggapi ataupun menyanggah ucapan-ucapan Roy. "Roy!" Tiba-tiba, pintu ruang kerja dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Hilda datang dengan tergesa. Ia dihubun
SLTC 98"Siapa?" semua orang bertanya dengan serempak. "Hemmhhh... " Sova menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Siapa?" tanya Roy sekali lagi. Sova meliriknya, kemudian memalingkan lagi mukanya dari Roy. "Coba kalian ingat-ingat, apa selama ini kalian bertemu... "Brakkk... Tiba-tiba pintu ruang kerja tersebut dibuka dengan kasar. Nampak pak Tejo mengepalkan tangannya seraya mencari sosok Roy. "Ada apa?" tanya Roy berdiri menghadap ke arah pak Tejo. Akhirnya, tanpa bersusah payah mencari keberadaan Roy, lelaki yang pernah menjadi menantunya itu berdiri dengan sendirinya, memudahkan Ia untuk menemukan Roy. Pak Tejo langsung meringsek masuk dan langkahnya mengarah pada Roy. Ia sudah bersiap untuk menghantamkan bogem mentah kepada lelaki yang kini berstatus sebagai suami Sova itu. "Dasar b****at!" Langkahnya ditahan oleh Beni dan Hari yang langsung
SLTC 99"Pelakor miskin sepertimu tak perlu ikut bicara! Tak ada kepatutan dari setiap ucapanmu," hardik pak Tejo dengan mata nyalang. "Jangan pernah menghina istriku! Wanita yang kau sebut miskin ini adalah is-tri-ku. Camkan itu!" sahut Roy membalas tatapan nyalang pak Tejo seraya menunjuk tepat ke arah wajahnya. "Jangan lupa kalau istrimu adalah Dania. Hanya Dania," teriak bu Tejo dengan mata melotot. "Dan ya... selama pernikahanku dengan mendiang Dania, Saya baru ingat bahwa kalian tak pernah peduli padanya. Hanya jika kalian menginginkan sesuatu, maka kalian akan mencari istriku, Dania. Tapi sekarang apa? Kalian begitu membabi buta membela Dania. Ada apa sebenarnya?" tanya Roy dengan raut wajah sinis. Pasangan suami istri lanjut usia itu pun menelan salivanya, kaget dengan tuduhan yang diucapkan oleh Roy. Benar, karena itu memang kenyataannya. Dania kecil tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti yang mereka limpahkan pada Rania, anak kandung mereka yang hadir setelah bebera
"Ap...pa maksudmu?" Tanya Pak Tejo tergagap."Sudah jelas saya katakan barusan bahwa Anda berdua tidak mengenali siapa Dania. Anda berdua sudah abai kepadanya dari dulu Lalu, kenapa sekarang kalian begitu mati-matian membela? Itu karena anda hanya menginginkan harta milik Roy dan kalian tidak mengenali yang mana anak kalian. " Hilda mengatakan hal itu dengan tenggebu-gebu. Ia puas karena telah mengeluarkan unek-uneknya selama ini terhadap Pak Tejo dan istrinya. Sedari Dulu, Ia selalu menjadi tumpuan bagi Dania. Bahkan, seringkali ia membagi uang sakunya untuk Dania meskipun Dania sendiri menolaknya."Jangan berburuk sangka kamu sama kami, Roy. Siapa lagi yang akan menyayangi Dania selain daripada kami, hah? " ucap Bu Tejo seraya memalingkan mukanya. Ia Sedikit lega karena dari perkataan Hilda, menyiratkan bahwa wanita tersebut bukan mencurigai tentang siapa Dania, tetapi mencurigai bahwa dirinya tidak begitu memperhatikan Dania saja. "Ya Sudahlah, jangan terlalu diperpanjang. Sekar