Isyana menimbang-nimbang tuntutan dari Harvey lalu menjawab, "Baiklah. Kalau memang harus melahirkan anak untukmu, aku akan coba—"
"Kau hanya perlu setuju, selebihnya serahkan saja padaku. Aku lebih dari sanggup untuk membuatmu hamil seperti adik tirimu itu!" Harvey mengerlingkan sebelah matanya sembari terkekeh. Dia memanggil taksi dan meminta Isyana memberi tahukan alamat rumah ibu tirinya.
"Pak, Jalan Nakula nomor delapan belas!" ucap Isyana kepada sopir taksi lalu mobil itu pun meluncur menuju ke rumah peninggalan mendiang papanya.
Sesampainya mereka di sebuah rumah mewah bergaya bangunan kuno tiga lantai di tengah kota, Harvey membayar ongkos taksi lalu mereka berdua berjalan kaki memasuki halaman luas rumah tersebut.
Ternyata sedang ada acara perayaan di sana, mobil-mobil mewah berbagai merk terparkir berjejer di halaman depan. Suara musik berirama riang diputar menyemarakkan suasana pesta diselingi bunyi denting peralatan makan.
"Mas Harvey, mungkin kita terlalu cepat ke mari. Seharusnya besok saja daripada menyela perayaan pernikahan Alicia dan Mas Pedro. Kita pulang saja deh, Mas!" sesal Isyana. Dia ingin berbalik badan untuk meninggalkan rumah itu.
Sayangnya terlambat, dari arah belakang mereka justru pasangan Pedro dan Alicia memergoki kedatangan Isyana bersama suami barunya. "Selamat datang di perayaan pernikahan kami. Kenapa harus cepat-cepat pulang setelah repot naik TAKSI ke mari?!" seru Alicia dengan suaranya yang nyaring dan melengking.
Sontak kepala orang-orang yang sedang berpesta menoleh ke arah pintu masuk depan. Mereka penasaran ada ribut-ribut apa gerangan dan mulai berkerumun mengelilingi kedua pasangan itu. Tak ketinggalan Nyonya Marissa, mama Alicia bergegas menghampiri putri sambungnya yang membawa seorang pria asing.
"Wow, Isya ... siapa pria ini? Lumayan tampan sih, tapi ckckck bajunya lusuh sekali. Seperti lap dapurku saja!" ujar Nyonya Marissa berlebihan seperti biasanya.
Isyana pun dengan segenap keberaniannya menjawab, "Ehm ... Tante, kebetulan sekali sudah kepalang basah. Tadinya aku ingin kembali lain waktu saja setelah perayaan pernikahan Mas Pedro dan Alicia usai. Mungkin kita bisa bicara empat mata di tempat lain yang lebih pribadi!"
"Di sini saja! Kenapa harus berahasia begitu, Isya?!" tolak Nyonya Marissa dengan sengaja. Dia ingin mempermalukan anak tirinya itu.
"Baiklah. Jadi karena aku sudah resmi berkeluarga, maka hak atas harta peninggalan mendiang papaku sudah bisa kukelola sendiri, bukan? Tolong panggil Om Revan agar menyelesaikan proses pengalihan hak waris itu, Tante!" tutur Isyana dengan nada sopan dan jelas.
Harvey menebak dalam hatinya, situasi yang dihadapi oleh istrinya tak akan semudah membalikkan telapak tangan, dan dia benar.
"Ohh ... rupanya itu. Kau tahu apa arti berkeluarga 'kan, Isya? Berkeluarga itu menikah dan memiliki anak dari suami yang kau nikahi dengan sah. Jangan samakan dengan kau memungut gembel di pinggir jalan lantas kau akui sebagai suamimu. Hahaha!" Nyonya Marissa mencermati sosok Harvey dengan lebih jeli lagi.
Namun, sebelum dia melontarkan kata cemoohannya pada suami Isyana, menantu barunya berbicara mendahuluinya, "Isya ... Isya ... apa kau sudah buta dan putus asa hingga membuang berlian sepertiku lalu menggantikanku dengan batu kerikil di pinggir jalan ini? Bodohnya kau!"
"Mas Harvey, tolong tenang!" sergah Isyana sebelum suaminya naik pitam dihina begitu rendah dan diremehkan oleh orang-orang itu.
Alih-alih marah, Harvey justru menikmati pertunjukan drama keluarga sok kaya itu. Dia hanya tersenyum tipis dan menjawab, "Biarkan mereka meninggikan diri di hadapanku. Tak biasanya hal seperti ini kutemukan, Sayang!"
Isyana yang tahu identitas Harvey yang seorang milyarder, tetapi entah apa bisnis yang dimiliki pria itu. Dia merasa sedikit dilema. Maka dia pun memutuskan fokus dengan urusannya saja. "Jangan mengalihkan topik pembicaraan kita, Tante Marissa. Jadi apa pasal dari surat wasiat mendiang papa ada yang menyinggung tentang memiliki anak barulah aku bisa mengklaim hak atas warisan beliau untukku? Ini sungguh tidak adil!" protesnya.
"Hey, Kak. Aku sudah akan menjadi seorang ibu dan memberikan penerus untuk pewaris Grup Husodo. Kenapa Kak Isya tidak melahirkan anak suami pilihanmu itu saja? Bukankah hamil hanya perlu sembilan bulan?" pancing Alicia yang sama licik dengan ibunya.
Wajah Isyana sontak merona, dia belum pernah disuruh cepat-cepat hamil seperti itu di hadapan banyak orang. Terlebih lagi penampilan Harvey yang menyamar sebagai orang biasa membuat semua mata menatap rendah pria itu.
Karena kesal istrinya ditekan terus dan dipermalukan oleh sebab penampilannya yang seperti pemuda miskin. Akhirnya, Harvey pun berkata, "Baiklah, sembilan bulan lagi kami pasti akan kembali. Saat itu tiba, jangan mengelak lagi memberikan hak waris untuk istriku!"
Pedro dan seluruh keluarga Husodo tertawa meremehkan Harvey. Bahkan, Tuan Arifin Husodo ikut angkat bicara, "Hey, Anak Muda. Kau berharap bisa mencicipi harta warisan istrimu ya? Mujur sekali nasibmu menggantikan putraku, Pedro!"
"Aku memang lelaki beruntung karena mendapatkan Isyana. Dia seorang wanita yang baik dan berbudi pekerti luhur. Bukankah itu sangat langka hari-hari ini?" balas Harvey dengan menohok seraya melirik ke Alicia yang hamil sebelum menikahi calon suami kakak tirinya.
Dengan geram Pedro menarik kerah kaos Harvey erat-erat. "JAGA BICARAMU! LELAKI MISKIN TAK USAH BANYAK BACOT!" teriaknya kalap.
"Ohh ... apa kau tersinggung karena istrimu yang kurang didikan itu?" sindir Harvey dengan seringai mengejek.
Kepalan bogem mentah Pedro terangkat dan ingin menghantam wajah Harvey. Akan tetapi, Isyana segera menahan tangan mantan tunangannya itu. "Mas Pedro, demi masa lalu kita. Tolong, jangan membuat keributan!" tegur Isyana, menolong Harvey agar tak babak belur.
Pedro pun menuruti kata-kata mantan terindahnya itu. Dia menatap wajah cantik nan anggun Isyana dengan jantung berdesir. 'Seharusnya kau milikku, Isya! Aku menyesal telah berselingkuh dengan adik tirimu yang gampangan itu,' batin Pedro kesal pada dirinya sendiri.
Alicia segera bergelanyut di lengan suaminya. "Mass, ngapain buang-buang tenaga buat mereka. Aku lapar, yuk kita makan saja. Kasihan calon anakmu juga kelaparan di dalam sini!" ujar wanita itu sembari mengelus-elus perutnya yang masih rata. Kemudian dia menyeret Pedro menuju ke ruang makan.
Mendengar perkataan Alicia, perasaan Isyana mengeras kembali. Tadinya dia terkenang dengan masa pacaran dirinya dan Pedro yang berlangsung lama dulu. Namun, semua tinggal kenangan dan dia dipaksa untuk cepat move on.
"Sayang, kita pergi saja ya. Aku ada beberapa pekerjaan!" ajak Harvey setelah melihat istrinya melamun menatap kepergian Pedro dan Alicia ke dalam rumah.
"Ckckck, kau bekerja sebagai apa, Anak Muda? Office boy atau cleaning service, hahh?!" tanya Nyonya Marissa dengan sombong. Dia puas karena anak tirinya mendapatkan pria payah sebagai suami.
"Pekerjaanku sangat banyak, Tante. Aku mengumpulkan uang dengan bekerja keras setiap harinya!" jawab Harvey merendah. Memang realitanya seperti itu, tetapi kerja kerasnya beda dari yang dibayangkan oleh ibu tiri Isyana.
Tawa nyaring itu memekakkan telinga, Isyana tak mempedulikan ibu tirinya yang salah mengerti maksud Harvey. Dia mengucap kata pamit lalu bergegas menggamit lengan Harvey untuk meninggalkan rumah yang seharusnya jadi hak miliknya sebagai pewaris.
Di trotoar depan pagar gerbang rumah, sebuah mobil sedan mewah dengan cat mengkilap warna merah metalik berhenti untuk menjemput Harvey dan Isyana.
"Ladies first, Isyana Sayang!" ujar Harvey membukakan pintu mobil untuk istrinya yang mempesona.
"Selamat datang di unit apartemen mungil ini, Mas!" seru Isyana sembari terkikik. Tempat huniannya jadi nampak seperti liang kelinci dibandingkan mansion megah milik Harvey.Pria bertubuh jangkung dengan garis rahang tegas itu mengedarkan pandangannya ke seisi tempat tinggal istrinya. "Kecil, tapi rapi!" nilainya dengan nada dingin seperti biasa.Isyana tak mengharapkan pujian keren untuk unit sewaan seharga dua juta per bulan di daerah Jakarta. Dia pun berkata, "Mas Harvey, tunggu di sofa sebentar ya. Aku mau packing baju dan barang lainnya ke koper dulu!""Ehh ... ngapain? Ribet amat kamu, hmm!" sahut Harvey mengerutkan alis tebalnya sembari mencekal pergelangan tangan Isyana. Sedikit bengong karena memang tujuannya ke apartemen memang untuk mengambil baju dan lainnya, Isyana lalu menjawab, "Aku nggak ada baju ganti di rumahnya Mas Harvey 'kan?"Namun, Harvey menarik tangan Isyana hingga terpental ke dalam dekapannya seraya berkata, "Nggak perlu lagi. Walk-in-closet kamarmu sudah k
Bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Isyana di nakas samping tempat tidur membangunkannya di ujung pagi. Semalaman Harvey tak berhenti memùaskan dirinya menyentuh Isyana hingga mereka jatuh terlelap.Isyana meraih HP miliknya dan membaca pesan dari sahabatnya Elvina yang sama-sama bekerja di bawah naungan rumah mode Berlinni. 'Sori bangunin kamu pagi-pagi, Isya. Ini gawat banget, aku sudah lihat deretan outfit yang akan diperagakan di fashion show Berlinni untuk siang nanti. Delapan puluh persen mirip gambar di sketch book milikmu lho. Tebak siapa yang mengakui desain itu karya buatannya? Alicia!'"Ya Tuhan! Ckk ... dasar plagiat, sejak dulu dia selalu merebut dan mencuri apa pun yang kumiliki!" gerutu Isyana yang hilang kantuknya. Dia benci sekali dengan kenyataan bahwa adik tirinya selalu mendapatkan apa yang diinginkan dengan mudah padahal cara yang dilakukan Alicia selalu curang.Harvey yang terbangun karena mendengar suara Isyana marah-marah itu meraih pinggang Isyana yang dudu
Langkah Alicia terhenti di tengah atrium Mall Fritzgerald saat dia melihat Isyana mengatur para model yang akan tampil dalam peragaan busana Berlinni siang nanti. Dia mendengkus kasar tak senang mengetahui situasi ini lalu bersedekap sambil berteriak, "ISYANA, BERHENTI SOK MENGATUR MODEL!" Semua kepala menoleh ke arah Alicia, dia mengejutkan semua kru dan peserta fashion show. Mereka pun berbincang membicarakan keributan itu dan menatap penasaran.Isyana pun turun dari panggung untuk menghampiri Alicia, adik tirinya yang menatap penuh dengki kepadanya. "Aku hanya menjalankan perintah Nyonya Lorraine Suwito. Beliau yang memberiku tugas untuk mengatur para model. Dan ini sudah sangat siang sebetulnya, sebentar lagi mall akan dibuka untuk para pengunjung umum!" jawab Isyana apa adanya tanpa bermaksud mengkonfrontasi Alicia mengenai desain miliknya yang dicuri."Huhh, itu tugasku karena Nyonya Lorraine menggunakan desain outfit buatanku!" Senyum licik bermain di bibir Alicia, dia yakin k
"Isya!" seru Harvey terkejut saat istrinya dikasari oleh adik tiri perempuan itu. Belum sempat dia menolong Isyana yang terjerembap di panggung, beberapa kru event organizer sudah sigap membantu wanita itu berdiri."Kau wanita jahat penipu!" sembur Alicia kalap seraya menunjuk-nunjuk wajah Isyana. "Aku? Penipu, katamu?" Isyana tertawa kering. "Alicia, kata-katamu itu lebih cocok bila digunakan untuk dirimu sendiri!" ujarnya santai tanpa tersinggung."Ini baju-baju karya desainku. Kau mengaku-ngaku bahwa aku mencuri idemu. Apa yang tidak jahat kalau begitu?!" Nada suara nyaring Alicia menukik naik.Dari arah pintu masuk atrium, Pedro yang terlambat tiba ke acara fashion show bergegas menghampiri Alicia di atas panggung. Dia miris karena keributan istrinya dan Isyana menjadi tontonan publik. "Alicia, ada apa ini?" seru Pedro seraya merangkul bahu istrinya.Isyana merasa hatinya seperti tercubit melihat perhatian manis mantan tunangannya kepada Alicia. Dia menghela napas mencoba tegar k
"Mas Harvey, untuk siapa semua gaun yang kamu borong dari fashion show tadi?" tanya Isyana serius. Dia pun berhitung dalam kepalanya nominal yang dikeluarkan suaminya untuk membeli dua puluh delapan potong gaun.Pria itu tertawa ringan. "Untukmu. Kau 'kan istriku!""Ya Tuhan, tidak. Itu pemborosan namanya! Bahkan, isi lemariku belum semuanya sempat kupakai dan masih berlabel merk dari butiknya. Jangan begitulah, Mas Harvey!" seru Isyana tak enak hati. Namun, di dalam mobil yang melaju menuju ke rumah mereka, Harvey meraih Isyana ke pelukannya dan mencicipi bibir yang terus memprotesnya sedari tadi. Dia mulai kecanduan dengan nikmatnya tubuh Isyana terlebih lagi ciuman wanita itu."Aku membuat uang mengalir ke kocekku setiap detiknya. Kenapa kamu mempersoalkan sedikit perhatianku itu, Isya? Chill out!" ujar Harvey sembari mengerlingkan sebelah matanya. Isyana memutar bola matanya ketika mendengar kata 'sedikit', di dunianya yang biasa-biasa saja dan terkadang berkekurangan akibat dit
"Makan yang banyak, Isya. Aku tak ingin kamu terlihat kurus atau kurang gizi karena terlalu banyak olah raga ranjang bersamaku!" Harvey menaruh potongan besar steak salmon ke piring istrinya.Para pelayan yang berdiri di sekitar pasangan pengantin baru itu di ruang makan hanya bisa menahan tawa dan saling lirik. Mereka turut berbahagia untuk tuan muda kesayangan nyonya besar Widya Dharmawan. Selama ini Harvey selalu nampak dingin tak tersentuh dan jarang berbicara kepada siapa pun kecuali Bob, asisten kepercayaannya."Mas Harvey, aku sudah kenyang. Masakan koki rumah ini memang lezat, tapi kapasitas lambungku sudah full tank. Udah ya!" tolak Isyana. Sejak tiga puluh menit yang lalu dia terus menerus mengunyah makanan yang diberikan Harvey ke piringnya.Suaminya mengangguk setuju. "Okay, kalau begitu kita balik ke kamar ya?" ujar Harvey seraya bangkit dari kursinya. Dia membantu Isyana dengan memundurkan kursi wanita itu."Apa Mas Harvey sudah ngantuk?" tanya Isyana karena suaminya ter
"Mama, kita harus gagalkan rencana Isyana untuk mengambil alih warisan papa!" ujar Alicia ketika dia mempersiapkan pesta ulang tahun ke-23 di rumah warisan ayah tirinya.Nyonya Marissa tertawa jahat, dia berkata, "Mama sudah mengundang Isyana ke pestamu besok. Dia akan menyesal datang karena reputasinya akan hancur lebur!""Wow, rencana apa itu, Ma?" tanya Alicia penasaran. Dia senang mengetahui rival abadinya akan terjembap ke jurang kehancuran."Mama akan mengumpankan Isyana ke para playboy besok malam saat dia menghadiri ulang tahunmu. Dia akan meminum minuman yang telah Mama beri obat khusus. Keesokan paginya setelah putri tidur terbangun, dia akan mengetahui dunianya telah hancur. HAHAHA! Bahkan, suami payahnya itu pasti akan jijik dan meninggalkan Isyana bila melihat foto Isyana bersama banyak pria, bagaimana menurutmu rencana Mama?" ujar Nyonya Marissa dengan mata berkilat-kilat keji.Alicia tentunya senang mendengar rencana mengerikan untuk menghancurkan hidup Isyana. "Sangat
Suara musik riang terdengar dari rumah besar bergaya vintage bercat putih dengan atap genting biru langit itu. Hari ini Alicia Herawati genap berusia 23 tahun dan memang setiap tahun ibunya heboh mengadakan perayaan seolah-olah itu sama seperti hari penting nasional saja."Mari silakan tambah snacknya!" ucap Nyonya Marissa ramah kepada tamu-tamu undangan dari kelas elit. Dia anti dengan yang namanya gembel atau pun kalangan biasa bagaikan kacang lupa kulitnya padahal sebelum menikahi Aryanto Effendi, dirinya hanya seorang pegawai biasa di perusahaan mendiang papanya Isyana.Kedatangan anak tirinya membuat sepasang mata Nyonya Marissa berkilat culas. Dia tak sabar menantikan kehancuran Isyana malam ini. Ada lima pemuda playboy di circle pergaulan Alicia yang telah setuju berpartisipasi menggilir tubuh molek Isyana nanti setelah dia meminum ramuan khusus yang dicampurkan ke red wine."Halo, selamat datang di pesta ulang tahun Alicia, Sayang! Mari ikut aku ke dekat panggung, kita akan mu