"Hey, Putri Tidur! Bangunlah ... ini sudah siang, kau masih molor saja!" seru Harvey sembari menarik lepas selimut yang menutupi tubuh istri barunya.
"KYAAA!" jerit Isyana sambil terbangun dan duduk di tengah ranjang menatap nanar Harvey yang berdiri bersedekap di samping tempat tidur, "kamu siapa? Beraninya menerobos kamar tidurku!"
Pria itu mendengkus geli lalu berkata, "Aduh duh, ckckck ... ternyata selain hobi bangun siang, istriku juga punya amnesia yang parah!"
"Oohh ... iya, aku baru ingat. Kamu Harvey, cowok yang semalem nawarin aku buat nikah kontrak, betul 'kan?" balas Isyana seraya terkikik konyol.
"Betul. Tolong sekarang jangan buang-buang waktuku. Mandi cepetan lalu berdandan rapi. Kita lanjut ngobrol di ruang makan!" Harvey pun bertepuk tangan tiga kali dan beberapa pelayan wanita berseragam rapi segera muncul dari balik pintu kamar yang ditempati Isyana. Dia bertitah, "kalian urusi nyonyaku ya. Jangan lama-lama, pekerjaanku banyak hari ini!"
Kemudian Harvey berbalik badan dan melangkah menuju pintu kamar, tetapi suara Isyana membuatnya berhenti.
"Tunggu, kau harus tepati janjimu semalam. Temani aku menemui ibu tiriku dan perkenalkan dirimu sebagai suamiku!" seru Isyana agar Harvey mendengar setiap patah katanya dengan jelas.
Suaminya menoleh lalu berkata singkat, "Mandi. Jangan lama-lama!" Harvey tetap melanjutkan langkahnya dan menutup kembali pintu kamar rapat-rapat.
Di luar pintu kamar Isyana, asisten kepercayaannya, Bob memberi tahukan hal penting, "Tuan Muda Harvey, operasi pemasangan ring jantung Oma Widya akan dilaksanakan pukul 10.00 oleh dokter. Apa Anda ingin pergi ke rumah sakit?"
Harvey memicingkan matanya, berpikir sejenak lalu menjawab, "Tidak perlu. Oma ada di tangan ahlinya. Keberadaanku di ruang tunggu operasi tak ada gunanya. Aku ada urusan lain, Bob. Tunggu perintah dariku dulu nanti!"
"Baik, Tuan Muda Harvey!" sahut Bob patuh. Dia lalu mengikuti langkah bosnya dari belakang.
Ketika Harvey memasuki ruang makan, selusin pelayan segera tunduk memberi hormat kepadanya. Pria muda itu duduk di kursi yang ada di kepala meja persegi panjang yang berisi berbagai pilihan menu sarapan.
"Buatkan aku Tuna Sandwich pedas!" titahnya lalu chef langsung meracik bahan langsung di hadapannya dengan cekatan. Salah seorang pelayan wanita segera membawakan sepiring sandwich tuna kesukaan tuan mudanya.
Sekitar lima belas menit berlalu tanpa tanda-tanda kedatangan Isyana ke ruang makan. Harvey menghabiskan waktu dengan membaca koran bisnis hari ini seusai sarapan secukupnya.
Tiba-tiba suara riang itu terdengar memecah kesunyian. "Halo, apa kamu lama menungguku sarapan, Suamiku?" ujar Isyana. Dia memilih bangku di samping kiri Harvey.
"Hmm ... kita mengobrol sambil kamu sarapan. Jadi apa yang ingin kamu minta dariku?" ujar Harvey to the point.
"Kepentingan kita sama, aku juga butuh suami yang harus kupertemukan dengan notaris dan ibu tiriku terkait warisan peninggalan mendiang papaku. Setelah aku memiliki suami maka hak perwalian ibu tiriku atas aku usai berikut properti-properti dan deposito pemberian papa dulu yang tercantum dalam surat wasiat. Apa kamu mengerti?" tutur Isyana menjelaskan situasinya kepada Harvey.
"Kalau ibu tirimu materialistis, ada baiknya aku menyembunyikan identitas asliku. Jauh lebih baik diremehkan dari pada dibujuk untuk dimanfaatkan oleh orang-orang yang rakus akan kekayaan!" usul Harvey.
Isyana mengangguk setuju sambil mengunyah makanan di mulutnya. "Lantas, aku harus menerangkan apa saja tentang identitasmu ke mereka?" tanyanya bingung.
"Katakan saja aku bekerja sebagai OB di sebuah gedung perkantoran. Sebelum kita berangkat, aku akan berganti pakaian yang lebih biasa!" jawab Harvey lalu memanggil Bob untuk menyiapkan kostum penyamarannya.
Awalnya asisten pribadinya tidak terlalu paham dengan maksud serta tujuan bosnya. Akan tetapi, Bob tidak mendebat Harvey. Dia segera menyuruh pelayan menyiapkan kaos berkerah biasa dan sepatu kets murahan. Harvey segera berganti pakaian di toilet dekat tangga kayu menuju lantai dua.
Setelah dia selesai, Harvey langsung meminta Isyana berangkat bersamanya ke balai kota untuk menanda tangani surat legal pernikahan mereka berdua.
Tak disangka, Alicia dan Pedro juga baru saja selesai menanda tangani surat nikah resmi di kantor pencatatan sipil. Adik tirinya tertawa pongah melihat pria yang digandeng oleh Isyana.
"HAHAHA. Mas Pedro, lihat tuh. Kak Isya mendapatkan suami penggantimu dalam semalam. Entah dia pungut di mana? Iiiuu ... kumal sekali pakaiannya, sepertinya pemuda itu cleaning service atau sejenisnya!" ujar Alicia mengolok-olok Harvey yang digandeng lekuk lengannya oleh Isyana di tangga menuju lantai dua balai kota.
Rahang Pedro Husodo mengeras, dia menatap dingin mantan tunangannya itu bersama pria lain yang nampaknya berhubungan dekat dengan Isyana. "Ohh ... jadi semudah itu kamu mencari penggantiku, Isya? Hebat sekali lelaki pilihanmu ini. Apa kalian akan mendaftarkan pernikahan juga seperti kami?" tanya pria berpakaian setelan jas necis itu.
Isyana menghela napas berusaha untuk bersabar. Dia kecewa berat karena pria yang menjalin hubungan spesial selama tiga tahun bersamanya semenjak kuliah justru melabuhkan hati kepada adik tirinya ditambah menebar benih di rahim Alicia sebelum resmi menikah.
"Bukan urusanmu. Setelah kemarin aku dipermalukan di pesta yang seharusnya aku jadi ratu semalam. Untuk apa lagi kau peduli dengan hidupku. Urusi saja istri pilihanmu yang sedang hamil itu!" jawab Isyana dengan amarah yang tak tertahankan.
Diam-diam Harvey mencermati pasangan pengantin baru yang berpenampilan glamour berlebihan di hadapannya. Dia lalu bertanya, "Siapa nama mantan calon suami kamu, Sayang?"
"Namanya Pedro Husodo. Dia penerus dari Grup Husodo Mulia. Usahanya bergerak di bidang tekstil dan garment, Mas!" jawab Isyana menerangkan siapa mantan tunangannya.
Dengan tawa sinis, Pedro berdecih seraya memandangi penampilan Harvey, "Gembel dari mana yang kau pungut untuk menjadi suamimu, Isya?"
"Gembel?!" Isyana sudah akan maju menampar Pedro karena tak terima suaminya dikatai begitu padahal sesungguhnya Harvey sangatlah kaya raya bila dibandingkan Pedro.
"Stop, Sayang. Kita harus buru-buru karena banyak acara, bukan?" sergah Harvey kalem. Dia tak butuh dianggap tinggi oleh orang-orang sok kaya itu.
Akhirnya, Isyana melewati Pedro dan Alicia di undakan tangga tanpa berkata apa pun lagi. Bahunya dirangkul dengan protektif oleh Harvey.
"Sepertinya Kak Isya stres karena kehilanganmu, Mas. Makanya dia asal comot laki-laki tak jelas begitu. Sudah, kita pulang saja. Ada jamuan makan siang di rumahku bersama keluarga besar Husodo juga 'kan?" ujar Alicia berusaha menghibur Pedro. Dia tersenyum licik melihat punggung kakak tirinya bersama suami pengganti pilihan Isyana.
Pedro merasa hatinya panas karena mantan yang masih dicintainya justru dengan cepat berpindah ke lain hati. Dia berkata sinis, "Isyana pasti akan menyesali pilihan buruknya itu. Padahal semalam aku ingin menawarkannya posisi sebagai maduku saja setelah beberapa bulan kita menikah nanti!"
"Mas Pedro?! Jangan coba-coba kamu punya madu ya. Pokoknya aku nggak mau diselingkuhi!" protes keras Alicia. Dia lalu mengelus perutnya yang masih rata dan berkata dengan memelas, "apa Mas nggak kasihan dengan buah cinta kita? Dia butuh papa yang menyayanginya juga, Mas!"
"Maafkan aku, Alicia. Iya, aku bakal setia hanya denganmu saja!" bujuk Pedro sembari mengecup bibir istri barunya yang merajuk.
Sementara itu di kantor dinas pencatatan sipil, Isyana baru saja menandatangani surat pernikahan resminya bersama Harvey.
"Kini kamu sah menjadi istriku, Cantik. Kamu ingat 'kan apa pesan Oma Widya tadi malam? Setelah urusan harta warisan mendiang papamu selesai, aku mau mengajakmu berbulan madu!" ujar Harvey sambil memberikan surat nikahnya ke asisten pribadinya.
"Ta—tapi, kita hanya berpura-pura menikah!" ucap Isyana bimbang.
Namun, Harvey malah mengancam, "Kau harus setuju memiliki anak dariku atau aku akan menolak permintaanmu menemui notaris dan ibu tirimu!"
Isyana menimbang-nimbang tuntutan dari Harvey lalu menjawab, "Baiklah. Kalau memang harus melahirkan anak untukmu, aku akan coba—""Kau hanya perlu setuju, selebihnya serahkan saja padaku. Aku lebih dari sanggup untuk membuatmu hamil seperti adik tirimu itu!" Harvey mengerlingkan sebelah matanya sembari terkekeh. Dia memanggil taksi dan meminta Isyana memberi tahukan alamat rumah ibu tirinya. "Pak, Jalan Nakula nomor delapan belas!" ucap Isyana kepada sopir taksi lalu mobil itu pun meluncur menuju ke rumah peninggalan mendiang papanya. Sesampainya mereka di sebuah rumah mewah bergaya bangunan kuno tiga lantai di tengah kota, Harvey membayar ongkos taksi lalu mereka berdua berjalan kaki memasuki halaman luas rumah tersebut.Ternyata sedang ada acara perayaan di sana, mobil-mobil mewah berbagai merk terparkir berjejer di halaman depan. Suara musik berirama riang diputar menyemarakkan suasana pesta diselingi bunyi denting peralatan makan."Mas Harvey, mungkin kita terlalu cepat ke mar
"Selamat datang di unit apartemen mungil ini, Mas!" seru Isyana sembari terkikik. Tempat huniannya jadi nampak seperti liang kelinci dibandingkan mansion megah milik Harvey.Pria bertubuh jangkung dengan garis rahang tegas itu mengedarkan pandangannya ke seisi tempat tinggal istrinya. "Kecil, tapi rapi!" nilainya dengan nada dingin seperti biasa.Isyana tak mengharapkan pujian keren untuk unit sewaan seharga dua juta per bulan di daerah Jakarta. Dia pun berkata, "Mas Harvey, tunggu di sofa sebentar ya. Aku mau packing baju dan barang lainnya ke koper dulu!""Ehh ... ngapain? Ribet amat kamu, hmm!" sahut Harvey mengerutkan alis tebalnya sembari mencekal pergelangan tangan Isyana. Sedikit bengong karena memang tujuannya ke apartemen memang untuk mengambil baju dan lainnya, Isyana lalu menjawab, "Aku nggak ada baju ganti di rumahnya Mas Harvey 'kan?"Namun, Harvey menarik tangan Isyana hingga terpental ke dalam dekapannya seraya berkata, "Nggak perlu lagi. Walk-in-closet kamarmu sudah k
Bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Isyana di nakas samping tempat tidur membangunkannya di ujung pagi. Semalaman Harvey tak berhenti memùaskan dirinya menyentuh Isyana hingga mereka jatuh terlelap.Isyana meraih HP miliknya dan membaca pesan dari sahabatnya Elvina yang sama-sama bekerja di bawah naungan rumah mode Berlinni. 'Sori bangunin kamu pagi-pagi, Isya. Ini gawat banget, aku sudah lihat deretan outfit yang akan diperagakan di fashion show Berlinni untuk siang nanti. Delapan puluh persen mirip gambar di sketch book milikmu lho. Tebak siapa yang mengakui desain itu karya buatannya? Alicia!'"Ya Tuhan! Ckk ... dasar plagiat, sejak dulu dia selalu merebut dan mencuri apa pun yang kumiliki!" gerutu Isyana yang hilang kantuknya. Dia benci sekali dengan kenyataan bahwa adik tirinya selalu mendapatkan apa yang diinginkan dengan mudah padahal cara yang dilakukan Alicia selalu curang.Harvey yang terbangun karena mendengar suara Isyana marah-marah itu meraih pinggang Isyana yang dudu
Langkah Alicia terhenti di tengah atrium Mall Fritzgerald saat dia melihat Isyana mengatur para model yang akan tampil dalam peragaan busana Berlinni siang nanti. Dia mendengkus kasar tak senang mengetahui situasi ini lalu bersedekap sambil berteriak, "ISYANA, BERHENTI SOK MENGATUR MODEL!" Semua kepala menoleh ke arah Alicia, dia mengejutkan semua kru dan peserta fashion show. Mereka pun berbincang membicarakan keributan itu dan menatap penasaran.Isyana pun turun dari panggung untuk menghampiri Alicia, adik tirinya yang menatap penuh dengki kepadanya. "Aku hanya menjalankan perintah Nyonya Lorraine Suwito. Beliau yang memberiku tugas untuk mengatur para model. Dan ini sudah sangat siang sebetulnya, sebentar lagi mall akan dibuka untuk para pengunjung umum!" jawab Isyana apa adanya tanpa bermaksud mengkonfrontasi Alicia mengenai desain miliknya yang dicuri."Huhh, itu tugasku karena Nyonya Lorraine menggunakan desain outfit buatanku!" Senyum licik bermain di bibir Alicia, dia yakin k
"Isya!" seru Harvey terkejut saat istrinya dikasari oleh adik tiri perempuan itu. Belum sempat dia menolong Isyana yang terjerembap di panggung, beberapa kru event organizer sudah sigap membantu wanita itu berdiri."Kau wanita jahat penipu!" sembur Alicia kalap seraya menunjuk-nunjuk wajah Isyana. "Aku? Penipu, katamu?" Isyana tertawa kering. "Alicia, kata-katamu itu lebih cocok bila digunakan untuk dirimu sendiri!" ujarnya santai tanpa tersinggung."Ini baju-baju karya desainku. Kau mengaku-ngaku bahwa aku mencuri idemu. Apa yang tidak jahat kalau begitu?!" Nada suara nyaring Alicia menukik naik.Dari arah pintu masuk atrium, Pedro yang terlambat tiba ke acara fashion show bergegas menghampiri Alicia di atas panggung. Dia miris karena keributan istrinya dan Isyana menjadi tontonan publik. "Alicia, ada apa ini?" seru Pedro seraya merangkul bahu istrinya.Isyana merasa hatinya seperti tercubit melihat perhatian manis mantan tunangannya kepada Alicia. Dia menghela napas mencoba tegar k
"Mas Harvey, untuk siapa semua gaun yang kamu borong dari fashion show tadi?" tanya Isyana serius. Dia pun berhitung dalam kepalanya nominal yang dikeluarkan suaminya untuk membeli dua puluh delapan potong gaun.Pria itu tertawa ringan. "Untukmu. Kau 'kan istriku!""Ya Tuhan, tidak. Itu pemborosan namanya! Bahkan, isi lemariku belum semuanya sempat kupakai dan masih berlabel merk dari butiknya. Jangan begitulah, Mas Harvey!" seru Isyana tak enak hati. Namun, di dalam mobil yang melaju menuju ke rumah mereka, Harvey meraih Isyana ke pelukannya dan mencicipi bibir yang terus memprotesnya sedari tadi. Dia mulai kecanduan dengan nikmatnya tubuh Isyana terlebih lagi ciuman wanita itu."Aku membuat uang mengalir ke kocekku setiap detiknya. Kenapa kamu mempersoalkan sedikit perhatianku itu, Isya? Chill out!" ujar Harvey sembari mengerlingkan sebelah matanya. Isyana memutar bola matanya ketika mendengar kata 'sedikit', di dunianya yang biasa-biasa saja dan terkadang berkekurangan akibat dit
"Makan yang banyak, Isya. Aku tak ingin kamu terlihat kurus atau kurang gizi karena terlalu banyak olah raga ranjang bersamaku!" Harvey menaruh potongan besar steak salmon ke piring istrinya.Para pelayan yang berdiri di sekitar pasangan pengantin baru itu di ruang makan hanya bisa menahan tawa dan saling lirik. Mereka turut berbahagia untuk tuan muda kesayangan nyonya besar Widya Dharmawan. Selama ini Harvey selalu nampak dingin tak tersentuh dan jarang berbicara kepada siapa pun kecuali Bob, asisten kepercayaannya."Mas Harvey, aku sudah kenyang. Masakan koki rumah ini memang lezat, tapi kapasitas lambungku sudah full tank. Udah ya!" tolak Isyana. Sejak tiga puluh menit yang lalu dia terus menerus mengunyah makanan yang diberikan Harvey ke piringnya.Suaminya mengangguk setuju. "Okay, kalau begitu kita balik ke kamar ya?" ujar Harvey seraya bangkit dari kursinya. Dia membantu Isyana dengan memundurkan kursi wanita itu."Apa Mas Harvey sudah ngantuk?" tanya Isyana karena suaminya ter
"Mama, kita harus gagalkan rencana Isyana untuk mengambil alih warisan papa!" ujar Alicia ketika dia mempersiapkan pesta ulang tahun ke-23 di rumah warisan ayah tirinya.Nyonya Marissa tertawa jahat, dia berkata, "Mama sudah mengundang Isyana ke pestamu besok. Dia akan menyesal datang karena reputasinya akan hancur lebur!""Wow, rencana apa itu, Ma?" tanya Alicia penasaran. Dia senang mengetahui rival abadinya akan terjembap ke jurang kehancuran."Mama akan mengumpankan Isyana ke para playboy besok malam saat dia menghadiri ulang tahunmu. Dia akan meminum minuman yang telah Mama beri obat khusus. Keesokan paginya setelah putri tidur terbangun, dia akan mengetahui dunianya telah hancur. HAHAHA! Bahkan, suami payahnya itu pasti akan jijik dan meninggalkan Isyana bila melihat foto Isyana bersama banyak pria, bagaimana menurutmu rencana Mama?" ujar Nyonya Marissa dengan mata berkilat-kilat keji.Alicia tentunya senang mendengar rencana mengerikan untuk menghancurkan hidup Isyana. "Sangat