Kinanti diam terbungkam, ia sama sekali tidak menyangka jika istri Wisnu adalah teman masa SMA nya, ia sama sekali tidak menduga jika Miranda adalah madunya.Dulu semasa SMA, Miranda adalah orang yang paling begitu membenci dirinya, sebab semua laki-laki yang mendekati Miranda adalah orang yang telah terlebih dulu mendapatkan penolakan dari Kinanti.Bahkan kekasih Kinanti, Bima, calon suami yang meninggalkan dirinya, pernah berselingkuh dengan Miranda, atau ....Kinanti terduduk, ia lemas, membiarkan Wisnu terus memanggil dirinya, ia tak peduli.Yang ada dalam benak Kinanti saat ini adalah pertanyaan demi pertanyaan yang ingin mendapatkan jawaban.“Apakah Mas Bima meninggalkan aku juga karena Miranda? Tapi ... mana mungkin?” masih banyak pertanyaan lainnya, yang sungguh membuat Kinanti jadi tidak nyaman.“Kin ... kamu jangan diamin aku kayak gini, bilang ada apa?”“Aku tidak kenapa-kenapa, aku tidak menyangka jika maduku adalah teman aku sendiri. Aku akui syok.” Jujur Kinanti.
Kinanti sibuk dengan gawai di tangannya, bahkan ia tidak menyadari jika kini Wisnu datang menghampirinya. Ia duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu. Wajah teduh yang dingin itu seakan tak mengusik Kinanti, terbukti Kinanti yang masih memainkan gawai di tangannya, membuka galeri yang masih memamerkan kemesraannya dengan Bima. Wisnu mendekatkan dirinya kepada Kinanti, kepalanya agak melongok kedepan, sehingga Wisnu dengan bebas bisa melihat foto Kinanti yang di peluk dari belakang oleh Bima dengan begitu mesra. Dan Kinanti seakan tak mau berhenti menatapnya. Wisnu merasa darahnya berdesir. “Ah, mana mungkin aku cemburu, dia bukan siapa-siapa bagiku, dia hanyalah seorang wanita yang akan melahirkan anakku.” Semakin lama wisnu melihat betapa lama Kinanti masih tetap pada posisi sebelumnya, ia merasa hatinya tidak rela jika Kinanti masih memikirkan laki-laki lain sedangkan saat ini status Kinanti adalah istri sahnya. Wisnu mendehem, sontak membuat Kinanti terkejut dan
“Mas, mau ambil ponsel yang kemarin saya bawa kemari ya?” Kata Kinanti pada tukang servis ponsel yang ia datangi kemarin.“Dengan mbak Kinanti ya?”“Iya mas, apakah sudah jadi?”“Waduh Mbak, maaf ponselnya sudah tidak bisa di perbaiki!”“Yang bener saja Mas, masak sih?”“Iya, maaf ya Mbak?”“Apa tidak bisa di usahakan lagi ya Mas?”“Kemarin sudah saya coba Mbak, tapi tetap tidak bisa!”“Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu.”Kinanti meninggalkan tempat itu dengan perasaan kecewa, ia kembali masuk ke dalam taksi online yang iya pesan. Dengan lesu ia duduk di jok belakang taksi tersebut dan menatap keluar setelah berbicara pada sang sopir jika ia siap meninggalkan tempat itu.Dalam perjalanan, ia menatap keluar tanpa semangat, tiba-tiba netranya menatap seorang pemuda yang sedang berjalan santai di penyebrangan.“Bima ....” bibirnya bergumam.“Pak, tolong berhenti pak!” pinta Kinanti spontan.“Waduh Mbak ... tidak bisa berhenti di sini, itu, lampu merah sudah menyala,
Hari ini, keluarga Hermawan sibuk mempersiapkan acara pesta peresmian pernikahan yang akan di gelar dalam dua hari ke depan.Pihak dekorasi telah datang untuk menghias rumah megah milik keluarga konglomerat itu.Wisnu dalam diam menatap wajah Kinanti dari kejauhan, ia sengaja tidak masuk kantor hari ini dan esok. Bu Sukma sengaja melarang putranya itu untuk ngantor dalam beberapa hari ini.Sesekali Wisnu tersenyum sendiri, ia sadar bahwa hari-harinya belakangan ini tersita karena sosok asing yang dalam beberapa Minggu terakhir ini melewatkan hari bersamanya.Ia bahagia, karena telah mengenal sosok asing itu, bahkan ia tak lagi merasa sudah punya istri sebelum Kinanti.Apakah karena Wisnu termasuk sosok yang mudah berpaling?Jawabnya bukan itu, semuanya karena sosok Kinanti telah membuktikan sisi Miranda padanya, jika tidak karena Kinanti, Wisnu tak akan pernah mengganti anggapan penilaian dirinya terhadap Miranda, ia akan selalu menentang Mamanya.Ia akan tetap bertahan terha
Hari yang sebenarnya membuat Kinanti bosan sudah datang, bagaimana tidak ia harus kembali berpose manis dan bahagia di depan para tamu. Apalagi keluarga mertuanya adalah teman akrab Mamanya sendiri. Rasanya pernikahan yang semula hanya nikah kontrak itu akan berlanjut entah sampai kapan. Meski saat ini Wisnu lebih memperhatikan dirinya di banding Miranda, tapi ia belum merasakan apa yang di katakan dari kata nyaman. Bagaimanapun ia tak pernah membayangkan akan nikah dengan seorang lelaki beristri. Dulu ia hanya membayangkan hidup bahagia berdampingkan seorang suami yang ia cintai dan tentu mencintai dirinya juga, tapi ... sungguh ia merasa malang tak dapat di tolak dan mujur tak dapat di raih. Ia justru di pertemukan oleh takdir, menikah dengan Wisnu, pria yang terkenal arogan dan dingin. Kinanti masih mondar-mandir di dalam kamar, sedang Wisnu juga masih diam, matanya tak bisa berpaling dari Kinanti yang sejak tadi menekuk wajahnya, sehingga terlihat tidak bersemangat s
Miranda perlahan membuka matanya, ia tidak sadar hingga ketiduran seperti itu. Ada sepasang kekasih yang sedang duduk di dekat meja di mana ia tertidur.“Yang ... bukankah wanita ini adalah istri pertama Bos muda ya, kasihan sekali sial sekali nasibnya, bahkan dia tidak terlihat seperti keluarga Hermawan.” Bisik sang wanita yang ada di dekat meja itu.“Hus, jaga ucapan kamu, jika terdengar oleh keluarga Hermawan kita bisa kena masalah.” Jawab sang laki-laki dengan suara pelan juga.“Kalian ini berani sekali membicarakan aku, apa masalah kalian?!” Kata Miranda sedikit pedas.“Eh, maaf Mbak ... kamu hanya tidak percaya saja, mbaknya kok tidak ikut andil dalam pesta, mana lagi Mbak di tinggalkan menikah, tentu susah ya Mbak, atau bahkan mbaknya sakit hati, iya kan?”“Sssstttt, kamu ini!” kata sang lelaki sambil menarik tangan pasangannya.“Maaf Mbak, permisi ....” lanjutnya kemudian berbaur dengan para tamu.Miranda merasa wajahnya agak berat, ia kemudian pergi ke kamar mandi, saa
“Aku tidak mungkin melakukan itu!” Jawab Kinanti ketika Wisnu menuduh dirinya yang melakukan sesuatu yang tidak di lakukan olehnya.“Tapi buktinya, Miranda mengalami luka bakar itu, tidak ada orang lain yang pantas di curigai kecuali dirimu.” Tak peduli airmata Kinanti yang semakin deras.30“Atas dasar apa kamu mencurigai aku, aku terus bersamamu, sama sekali aku tidak pernah dekat dengan Miranda, lagi pula apa untungnya untukku?”“Agar aku tidak lagi dekat dengan Miranda!”“Sudah sewajarnya bukan jika kamu dekat dengan dia, dia itu istrimu, sedangkan aku ini apa? Aku hanya istri kontrak buat kamu, aku sadar posisi aku bagaimana.”“Nah atas dasar itulah aku menuduhmu, kamu cemburu pada Miranda!”“Apa? Aku cemburu ? Yang bener saja! Aku sama sekali tidak pernah akan melakukan itu, aku masih waras, lagipula aku lebih baik mengakhiri pernikahan ini, daripada harus terus engkau tuduh seperti ini!”“Kamu tidak memikirkan nama baik keluargamu? Silakan jika seperti itu.”“Oke, aku ak
“Aku hanya ingin bertemu dengan Kinanti, aku mohon Soraya!” Kata Sukma memohon pada besannya.“Iya, aku mengerti maksudmu, tapi tidak sekarang Sukma, mengertilah pasti Kinanti sangat kecewa di tuduh seperti itu, dia saat ini tidak ingin bertemu dengan siapapun. Lain kali mungkin!”“Kamu tidak ingin rumah tangga kita berakhir kan? Tidak Soraya, aku tidak ingin persahabatan kita hancur karena hal ini, semuanya bisa kita luruskan.”“Aku tidak bisa menjaminnya, kamu sendiri pasti kecewa jika di perlakukan seperti itu, tuduhan itu sangatlah menyakitkan, jadi aku tidak bisa janji akan tetap mempertahankan pernikahan mereka.”“Jangan bilang kamu mendukung perpisahan terjadi antara mereka?” kata Sukma tidak percaya.“Jika perpisahan memang satu hal yang bisa membuat putriku tenang dan bahagia, aku tidak punya pilihan lain, meski harus mempertaruhkan nama baik keluarga kami, untuk apa tetap memaksakan jika aku tidak melihat anakku hidup bahagia?”“Aku yakin ini hanya salah paham!”“Semo
Kinanti berjalan dengan tenang menuju ruang tamu, ia melihat Wisnu sudah berdiri menantinya. Laki-laki yang sok cool itu berdiri di dekat pintu keluar, menatap ramainya jalan yang terang oleh cahaya lampu.Mendengar suara langkah kaki Kinanti, Wisnu berpaling dan menatap Kinanti. Sungguh ia begitu terkejut melihat hasil balutan gaun yang ia berikan pada istrinya itu, sungguh mempesona.Dalam hati ia pun bertanya, sebenarnya ada apa sampai hati Bima meninggalkan Kinanti, ia jadi penasaran juga, bukan apa-apa, Cuma ia tidak habis pikir kenapa Kinanti yang begitu sempurna ini mendapat perlakuan yang begitu menyakitkan.“Kamu bodoh Wisnu, ya Alhamdulillah jika Bima meninggalkan Kinanti, itu namanya jodoh kamu, tahu!” sentak hati Wisnu.Ia terlihat tersenyum, ia baru mengucapkan rasa syukur dengan sangat jelas.“Alhamdulillah ....”“Hah, Alhamdulillah? Apanya?”“Eh ... anu ....” jawab Wisnu garuk-garuk kepala. Ia malah cengengesan.“Apa, kamu selesai lebih cepat dari perkiraanku, j
“Malam ini aku ingin mengajakmu makan malam di luar, apa kamu bersedia?” kata Wisnu dan kemudian duduk di dekat Kinanti “Makan malam di luar? Di mana?” Wajah Kinanti terlihat berubah, ada sesuatu yang sukar di tebak di dalam sana. Terus terang Kinanti jadi dag-dig-dug ser, duduk begitu dekat dengan Wisnu seperti ini.“Nanti kamu akan tahu.”“Tuhan ... jika suara dia selembut ini ... mana mungkin pertahananku akan tetap kekeh, aku paling tidak bisa menerima perlakuan lembut seperti ini.Kriiiing, Kinanti terkejut, ia tersadar dari lamunannya, ia menoleh ketika Wisnu mengangkat ponselnya.“Ya, ada apa?”Terlihatlah Wisnu bangkit dari duduknya, ia berdiri tidak jauh dari kinanti sementara sebelah tangannya ia masukkan ke dalam saku celana sebelah kanan, Kinanti menatap Wisnu dari ujung kepala sampai ujung kaki, semua terekspos secara sempurna. Ia mengakui jika suaminya memang begitu tampan dan penuh pesona. Tapi karena sikapnya yang dingin dan cuek, membuat hati membeku.Sayup te
Entah mengapa, hari ini terasa sangat membosankan. Kinanti mendengus serta menampar jok mobil yang di dudukinya. Kekesalan terpancar di mimik mukanya.Entah mengapa, hatinya terusik untuk sekedar tahu siapa sebenarnya perempuan yang kini sedang bersama Wisnu, hatinya masih menduga dan bertanya-tanya dan ia ingin memastikan.Keduanya terlihat begitu santai dan akrab, mereka tertawa bareng dengan begitu lepas, dari dalam hati Kinanti terbersit rasa iri, karena saat bersamanya, Wisnu jarang menunjukkan muka manis, mungkin hanya sekali ketika malam ia terjatuh, dan setelah itu tidak pernah.Tapi kali ini, tawa itu begitu berderai, tanpa beban sedikitpun, oleh karena itu Kinanti semakin bertambah penasaran, kakinya kembali turun, membimbingnya untuk keluar dari dalam mobil, dan ... tentu saja mengikuti Wisnu yang kini masuk ke dalam Mall.Kinanti terus berjalan di antara pengunjung yang lain, ia berada tidak begitu jauh dari Wisnu dan perempuan yang masih bersamanya ini.Keduanya berh
Setelah selesai sarapan, Wisnu berangkat ke kantor, sedangkan Kinanti bergegas kembali masuk ke dalam kamar. Ia termangu menatap ponsel yang masih utuh dalam kotak, ponsel baru yang sengaja di berikan oleh Wisnu padanya, ia tersenyum mengenang sikap Wisnu yang begitu salah tingkah ketika menyadari ponsel dalam tasnya jatuh begitu saja di atas lantai.Wajah kikuk dan grogi tergambar jelas, dan semuanya membuat Kinanti tidak habis pikir.“Apa sih susahnya tinggal mengatakan bahwa ia telah membelikan ponsel untuk dirinya, ini malah pura-pura mau berangkat ke kantor, dasar kamu memang pria aneh Wisnu!” gerutu Kinanti seorang diri.Tapi serupa dengan Wisnu, ia pun enggan untuk menyentuh ponsel itu. Rasa gengsi dan marah yang sengaja di buat-buat ia begitu berat hati untuk langsung begitu saja menerimanya, meski yang memberikan ponsel itu adalah suaminya sendiri. Namun baginya Wisnu tetaplah orang asing dan belum sepantasnya jika dirinya begini cepat dekat dan akrab.“Ah Bima, sebenar
Wisnu telah bersiap pergi ke kantor, seperti biasanya ia selalu memeriksa isi tas kantornya. Ia tertegun melihat kotak ponsel yang di belinya kemarin, ia belum memberikan ponsel itu pada Kinanti.Mukanya menoleh saat derit pintu kamar berbunyi, pertanda ada yang masuk.Tapi entah mengapa, bibir Wisnu seakan terkunci rapat untuk sekedar memanggil dan menyerahkan ponsel itu.Kinanti masih diam, ia masih bermuka datar, tak ada bias keramahan di wajah ayu miliknya, membuat Wisnu semakin membeku di tempatnya.“Mari kita sarapan di bawah, Papa dan Mama sudah menunggu.” Kata Kinanti masih berdiri di muka pintu, menanti Wisnu keluar dari kamar.“Aku tidak sarapan hari ini, aku pergi lebih awal ke kantor, ada pekerjaan yang harus aku selesaikan lebih cepat pagi ini.” Wisnu mencoba memberikan alasan.“Sarapan hanya memerlukan waktu sebentar, lagi pula hari masih terlalu pagi untuk berangkat, apakah itu bukan sekedar alasan kamu agar cepat-cepat pergi?”“Kamu selalu berburuk sangka padaku
“Mas, mau ambil ponsel yang kemarin saya bawa kemari ya?” Kata Kinanti pada tukang servis ponsel yang ia datangi kemarin.“Dengan mbak Kinanti ya?”“Iya mas, apakah sudah jadi?”“Waduh Mbak, maaf ponselnya sudah tidak bisa di perbaiki!”“Yang bener saja Mas, masak sih?”“Iya, maaf ya Mbak?”“Apa tidak bisa di usahakan lagi ya Mas?”“Kemarin sudah saya coba Mbak, tapi tetap tidak bisa!”“Ya sudah kalau begitu, saya permisi dulu.”Kinanti meninggalkan tempat itu dengan perasaan kecewa, bagaimana tidak, ia benar-benar kehilangan kenangan yang ia lalui bersama dengan Bima, tak ada lagi yang bisa ia harapkan, tapi tak ada yang bisa di lakukan olehnya kali ini.akhirnya ia kembali masuk ke dalam taksi online yang iya pesan. Dengan lesu ia duduk di jok belakang taksi tersebut dan menatap keluar setelah berbicara pada sang sopir jika ia siap meninggalkan tempat itu.Dalam perjalanan, ia menatap keluar tanpa semangat, tiba-tiba netranya menatap seorang pemuda yang sedang berjalan s
Wisnu meletakkan ponsel baru yang baru saja di belinya, ia bermaksud memberikan ponsel itu untuk Kinanti, setelah beberapa hari yang lalu ia berhasil membujuk tukang servis HP agar tidak memperbaiki ponsel milik Kinanti.Lama ia terdiam, sesekali ia mendesah, ia begitu bingung harus bersikap seperti apa, harus bagaimana cara memberikan ponsel itu. Wisnu memasukkan ponsel baru itu ke dalam tas kerjanya, kemudian melangkah keluar meninggalkan kantor dengan santai.Wisnu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur ia begitu salah tingkah di hadapan istri mudanya itu.Dengan tekat yang kuat, akhirnya Wisnu memberanikan diri, ia mengetuk kamar yang masih tertutup rapat, mungkin Kinanti sedang istirahat.Lama tak ada sahutan, Wisnu masuk ke dalam kamar, ia melihat sekeliling kamar, namun ia tak menemukan keberadaan Kinanti di sana. Hanyalah suara gemercik dari arah kamar mandi, mungkin Kinanti sedang membersihkan diri.Wisnu tahu jika Kinanti masih marah padanya karena ponsel yang terj
Kinanti sibuk dengan gawai di tangannya, bahkan ia tidak menyadari jika kini Wisnu datang menghampirinya. Ia duduk di sebuah sofa panjang di ruang tamu.Wisnu menyusul Kinanti, setelah pertengkarannya dengan Miranda, ia tidak ingin memperpanjang masalah dengan Kinanti, makanya ia memutuskan untuk tinggal sementara waktu di kediaman keluarga Darmawan.Wajah teduh yang dingin itu seakan tak mengusik Kinanti, terbukti Kinanti yang masih memainkan gawai di tangannya, membuka galeri yang masih memamerkan kemesraannya dengan Bima.Wisnu mendekatkan dirinya kepada Kinanti, kepalanya agak melongok kedepan, sehingga Wisnu dengan bebas bisa melihat foto Kinanti yang di peluk dari belakang oleh Bima dengan begitu mesra. Dan Kinanti seakan tak mau berhenti menatapnya.Wisnu merasa darahnya berdesir.“Ah, mana mungkin aku cemburu, dia bukan siapa-siapa lagi bagi Kinanti, dia hanya masalalu.” Bisik hati Wisnu.Semakin lama wisnu melihat betapa lama Kinanti masih tetap pada posisi sebelum
“ Ayo Pa, kita berangkat, Kita yang jemput Kinanti sekarang!” Kata Sukma sangat bersemangat di dalam percakapannya dengan Pak Hermawan lewat ponsel. “Iya, tapi Papa masih meeting Ma .... tunggu sebentar lagi nanti Mama Papa jemput!” “Pokoknya Mama tak mau tahu, setengah jam lagi kita berangkat, atau Mama akan pergi sendiri!” “Kan tadi sudah Papa bilang, Mama saja yang jemput, sama sopir, Mama ngotot kita pergi!” “Ya sudah kalau Papa keberatan, aku pergi sendiri saja!” “Ya, oke Ma, tunggu ya ....” jawab Pak Hermawan akhirnya, ia tak bisa mendengar istrinya merajuk, karena tak selalu istrinya itu minta di turuti kemauannya, tapi jika sudah ingin maka harus mendapatkan apa yang di inginkannya. Selang beberapa menit, Pak Hermawan sudah datang menjemput Bu Sukma, sebab Bu Sukma sudah menunggu di tempat yang tidak jauh dari kantor mereka. “Masih ngambek?” canda Pak Hermawan sambil mencolek pipi istrinya mesra. “Pa ... Mama mau melihat wajah pucat Kinanti bersama Papa,