Ketika Erina terbangun di pagi hari, dia tidak melihat Fic ada di kasur sebelahnya. Dia juga tidak melihat Fic berada di sofa tempat Fic duduk semalam. Erina bangun dan segera mandi. Setelah Erina keluar dari kamar mandi, Melan sudah ada di dalam kamar untuk membantu Erina. Erina menanyakan tentang keberadaan Fic."Tuan Fic sudah berangkat pagi pagi. Tuan Fic hanya berpesan, Nyonya belum boleh berangkat bekerja dahulu."Fic berangkat pagi pagi? Tanpa menunggunya bangun atau sekedar meninggalkan pesan sendiri. Apa ini ada kaitannya dengan Mentari? Fic mengingat kekasih yang dia cintai. Erina terdiam, dia bisa menebak jika Fic mungkin sudah mulai menyesal telah menikahinya. Dia tidak boleh sedih. Pernikahannya ini tidak terlalu bisa untuk diharapkan. Erina harus sadar diri. Kemudian dia bersiap untuk berangkat ke Tempat pekerjaan."Aku sudah sehat. Jadi aku harus bekerja. Kau tenang saja. Aku akan tiba di rumah sebelum Fic sampai." Erina berpesan kepada Melan. Tentu saja Melan cema
Fic melangkah ke Ruangan Direktur Keuangan. Dia bisa melihat Rafael yang sedang fokus dengan Laptopnya. Mendengar langkah kaki, Rafael menoleh. Seketika dia berdiri saat melihat Fic yang datang."Fico. Kenapa kemari? Aku bisa datang ke Ruangan mu, jadi kamu tidak perlu serepot ini." Fic tidak menjawab. Dia menarik kursi lain dan duduk di hadapan Rafael. Sejenak dia menatap Rafael. Sebenarnya nama sepupu Fic ini adalah Mahendra Adreno. Tetapi dia memiliki nama panggilan saat kecil dari almarhum nenek yaitu Rafael. "Bagaimana? Apa kau ada kesulitan?""Tentu saja tidak. Hum.. Apa kamu sudah mengecek hasil pekerjaan ku hari ini?" Fic hanya mengangguk saja."Apa ada kesalahan?" Rafael bertanya lagi dan kembali duduk."Sejauh ini tidak. Tapi aku tidak tahu kedepannya. Jadi lebih baik kamu berhati hati jika ingin lebih lama bekerja disini." Rafael mengangguk, dia tahu jika Fic ini bukanlah orang yang mudah percaya kepada siapapun. Apalagi Rafael sangat tahu bagaimana hubungan keluarga m
Di kediaman rumah Adreno. Rafael sedang berada di meja makan bersama Ibu dan Ayahnya. Adreno beberapa kali berbicara kepada Rafael tentang Perusahaan Galaxy Group."Kau harus bisa menjatuhkan Perusahaan itu, minimal bagaimana caranya kau mengambil banyak uang dari perusahaan itu guna memperbesar Perusahaan kita sendiri." Rafael begitu kesal dengan ucapan Ayahnya."Ayah. Aku mau bekerja di perusahaan Fico semata untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan kita dengannya. Bukan untuk mencari masalah. Jika Ayah terus memaksaku untuk melakukan itu, maka lebih baik aku mundur!" Rafael segera bangun dari kursi dan melangkah pergi."Rafael!" Mendengar Ayahnya berteriak memanggil Rafael tidak peduli, dia terus melangkah pergi.Sepanjang perjalanan ke Gedung Galaxy Group, Rafael terus mengumpat. Dia tidak habis pikir kenapa Ayahnya terus mempunyai pikiran picik terhadap Fic. Ini bukan kali pertama Rafael mengetahuinya. Saat dia masih kecil dulu, dia juga sering mengetahuinya siasat demi siasat
Sudut mata Rafael menyempit dengan mulut yang tertutup rapat. Kuku kukunya terasa menancap telapak tangannya sendiri. Dia masih berdiri menatap punggung Fic yang semakin jauh dan menghilang di ujung sana.Sebentar kemudian Rafael mengusap wajahnya dan kembali ke dalam Cafe. Pikirannya masih belum lepas kepada Fic dan Erina."Ternyata Fico juga bukan tipe orang yang setia. Kasihan sekali Almarhum Mentari jika melihat Fico seperti ini." Dalam Pikiran Rafael, Fico sudah menikah dan sekarang malah menjalin hubungan dengan Erina. Jika tidak ada hubungan khusus, mana mungkin Fico juga berada disini dan menolong Erina. Fico sudah berselingkuh.Erina sungguh hebat, bahkan bisa menggaet Seorang Fico sekalipun.Rafael sangat marah. Kebenciannya pada Erina semakin meningkat. Tetapi semakin dia membenci Erina, semakin dia ingin mendapatkan kembali Erina. "Baiklah. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadi Fico. Entah dia akan berselingkuh atau bagaimana itu terserah dia. Tapi kenapa harus deng
Rafael sudah pulang dari Rumah kakeknya. Sampai di kamar dia memeriksa Ponselnya. Ada beberapa panggilan masuk dari Alika. Dia tertegun menatap nama itu.Alika. Rafael sebenarnya tidak pernah mencintai wanita itu. Rafael mendekatinya Alika awalnya karena ingin membalas rasa sakit hatinya kepada Erina. Tetapi apa yang didapat Rafael. Setiap kali menatap Alika dia teringat Erina. Setiap kali ia berhasil menyakiti atau mengumpat Erina, dia sendiri yang merasa sakit hatinya.Alika memang cantik, dan kebetulan wajahnya hampir mirip dengan Erina. Hanya saja mata dan senyumnya tidak bisa sama dengan Erina."Halo." Rafael mengangkat panggilan walaupun sangat malas."Rafael, kamu di mana? Kenapa tidak mengangkat teleponku. Aku ke rumahmu juga, kata Paman Adreno kamu tidak ada?""Maaf. Aku sangat sibuk. Jadi aku tidak sempat melihat Ponsel." "Ah, baiklah tidak apa apa. Aku hanya sedang merindukanmu." "Hem. Besok malam aku ke Rumahmu." "Benar ya? Aku akan menunggumu,"Belum sempat Alika meny
Hari ini Fic memang melarang Erina untuk pergi bekerja. Awalnya Erina bersikeras untuk berangkat saja. Tetapi saat Fic mengancam akan mengantar Erina sampai ke Kantor tempat Erina bekerja, akhirnya Erina menurut dan mau untuk tidak bekerja hari ini.Fic sendiri pergi ke Kantor dan mengatakan akan cepat kembali."Kamu menyuruhku untuk tidak bekerja. Tetapi kami sendiri pergi." Erina cukup kesal dengan keputusan Fic."Sebenarnya aku juga tidak ingin pergi, tetapi Jefri baru saja menelponku dan mengatakan jika Mahendra mengundurkan diri. Aku harus tau apa alasannya kenapa tiba tiba dia mengundurkan diri. Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi di bagian Keuangan. Aku harus memeriksa sendiri." Fic berusaha menjelaskan."Mahendra? Siapa dia Fic? Apa orang yang sangat penting?"Tiba tiba Fic merasa keceplosan. Sebenarnya dia tidak ingin Erina tahu dulu jika Mahendra adalah Rafael."Fic?""Oh. Tuan Muda Mahendra Adreno adalah Anak dari pamanku. Dia bekerja di Perusahaan ku baru beberapa hari,
Fic berhasil membuka seluruh pakaian Erina, kemudian membuka pakaiannya sendiri. Sekarang Fic sudah tertumpu pada kedua lututnya sendiri diatas tubuh Erina yang polos. Mata Fic menatap tubuh mulus Erina. Terlihat jakunnya naik turun menelan salivanya sendiri. Tidak ingin menyia nyiakan kesempatan yang memang sudah ditunggunya selama ini Fic mulai kembali mencium bibir Erina. Merasakan manis bibir yang terus diimpikan dalam setiap malamnya itu. Fic benar benar sudah dibuat melayang dengan adegannya sendiri. Dia tidak menyadari jika tubuh Erina gemetaran. Hingga ciuman Fic merambat ke leher Erina dan mulai turun ke bagian dada. Tiba tiba Erina berteriak keras dan mendorong tubuh Fic."Jangan! Ku mohon jangan lakukan itu!"Fic terperangah. Menatap Erina penuh kebingungan. "Erina, ada apa?" Fic mencoba bertanya dengan nada lembut.Erina menggeleng dengan wajah yang begitu pucat. Gadis itu menarik tubuhnya mundur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Jangan! Jangan laku
Erina bangun pagi pagi. Dia segera mandi dan bersiap untuk pergi ke Tempat Pekerjaannya. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke kantor. Bukan penasaran dengan Ketua Direksi yang baru, tapi Erina sedang mengharapkan bonus besar yang diceritakan Oca kemarin. Besok dia sudah harus membayar biaya perawatan Ayahnya. Sedangkan Erina belum mempunyai uang yang cukup.Fic juga sudah bangun, sudah selesai mandi dan menunggu Erina di meja makan.Erina bergegas menghampiri."Fic. Aku tidak ikut sarapan ya?" Fic langsung menoleh dengan mata sedikit terbuka lebar. "Kenapa sangat terburu buru?" Apa Erina sudah mengetahui tentang Rafael yang ada di Pekerjaannya, makanya dia sudah tidak sabar lagi? Pikiran Fic langsung buruk.Erina hanya terdiam, kemudian menarik kursi dan duduk. "Sebenarnya, ada hal penting yang sedang menungguku di kantor. Dan aku sangat mengharapkan ini. Jadi aku memang buru buru." Terlihat sekali wajah Erina gugup menutupi sesuatu."Apa ada hal yang tidak aku ta