Amora Artawijaya sebenarnya sudah ingin melupakan cinta dan obsesinya untuk mendapatkan Aksen, lelaki yang dicintainya dan juga sangat membencinya. Karena sebentar lagi, lelaki itu akan menikah dengan sepupunya sendiri. Namun tanpa diduga, justru yang menikah dengan Aksen adalah dirinya bukan Aurelia, sepupunya. Mengapa? “Aku yang akan menggantikan Aurelia!” ucap Amora Artawijaya. Sejak kalimat itu Amora ucapkan, hidupnya seketika berubah drastis.
View More“Apakah merebut kebahagiaan orang lain adalah hobimu?” Aksen membuka pintu kamarnya dengan sarkas. Di kamarnya kini dia tak sendiri. Seorang wanita terduduk lemas di atas ranjang dengan gaun pernikahan berwarna putih yang masih melekat pada tubuhnya.
Dia Amora, wanita yang baru saja sah menjadi istrinya. Wanita yang selalu terlihat rendah dan menjijikan di matanya. Padahal Amora adalah wanita yang sangat mencintainya dari dulu. Tapi, otak dan hatinya sama sekali tak pernah menerima kehadiran Amora di dunia ini.“Apa maksudmu?” Amora menatap suaminya dengan penuh tanda tanya.Brugh!Amora memejamkan matanya kaget ketika suara keras pintu yang dibanting oleh Aksen mampu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Aksen berjalan pelan menuju ke arahnya seraya menatap tajam.“Kenapa kau menggantikan Aurel menjadi pengantinku?” tekan Aksen dengan tatapan tajamnya. Amora sudah menduga ini akan terjadi. Dari dulu, Aksen hanya menginginkan sepupunya, Aurelia. Tidak dengan dirinya.Bagaimana tidak, Aurelia adalah seorang model cantik dengan bentuk badan yang bagus, impian semua wanita. Siapapun yang melihatnya pasti sangat terpesona, apalagi Aksen yang sudah mengejarnya sedari dulu.Beda dengan Amora, yang memiliki badan kurus dan mungil. Tapi meskipun tak secantik Aurelia, Amora memiliki keunikan sendiri, wajahnya sangat manis dan mampu memikat kaum Adam dengan senyumannya.Helaan nafas panjang Amora terdengar begitu jelas di telinga Aksen. Amora membalas tatapan Aksen tanpa ekspresi. “Aurel tidak mau menikah denganmu!” ucap Amora kemudian.Aksen tersenyum sinis mendengarnya. “Hah? Kau pikir aku bodoh? Alibi apalagi yang sekarang kau pakai untuk mengelabui dunia demi menikah denganku?” ucap Aksen dengan senyum meremehkan Amora.Amora memalingkan wajahnya dari tatapan tajam Aksen. Marah, kesal selalu bercampur aduk ketika ia berhadapan dengan lelaki bernama Aksen. Laki-laki itu tidak pernah berubah. Amora selalu menjadi sasaran empuk sebagai penyebab semua kesalahan yang terjadi. Meskipun dia tidak berbuat apa-apa.“Jangan tanya padaku. Sekalipun aku menjawab pertanyaanmu dengan jujur, kau takkan pernah percaya dengan kata-kataku,” ucap Amora menahan sesak yang ada. Ia tak mampu menoleh sedikitpun kepada Aksen yang masih memelototinya.“Aku akan segera mengurus surat perceraian!”Aksen berlalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya yang sudah sangat terasa lengket. Jika bukan karena orang tuanya, ia pasti sudah membatalkan pernikahannya ketika tahu pengantin wanitanya adalah seseorang yang sangat ia benci. Hari ini adalah hari paling buruk menurut Aksen.Sementara Amora kembali memejamkan matanya sebentar setelah kalimat terakhir Aksen mampu membuatnya bungkam. Seharusnya, kemarin ia tidak menyetujui permintaan Aurelia untuk menggantikan posisinya menjadi pengantin wanita dari Aksen. Tapi karena ia berpikir jika beberapa tujuan hidupnya akan terwujud ketika ia menikahi Aksen, Amora terpaksa menyetujuinya.Di hati kecil Amora, alasan paling kuat dia melakukan hal itu adalah rasa cintanya kepada Aksen yang terlampau sangat tinggi, membuatnya sedikit gila.Semuanya telah terjadi. Amora harus tetap kuat menjalani kehidupannya yang pasti akan dihiasi penderitaan ke depannya. Lelaki bernama Aksen itu tidak mungkin membiarkannya hidup tenang setelah dianggap merusak kebahagiaannya bersama Aurelia.Amora menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan pasrah. Ia mulai beranjak dari ranjang putih itu dan berjalan ke meja rias untuk membersihkan make up dan riasan-riasan lainnya yang menempel di tubuhnya.Amora menunggu Aksen keluar dari kamar mandi. Namun, pintu kamar mandi itu tak kunjung terbuka. Aksen sengaja menghabiskan waktunya di kamar mandi hanya untuk menghindari istrinya. Terpaksa Amora pergi ke kamar mandi bawah untuk membersihkan badannya.Setelah selesai dengan ritualnya di kamar mandi, Amora hendak pergi ke kamar Aksen. Tapi seketika matanya membulat ketika melihat koper dan barang-barang lainnya sudah berada di luar kamar. Ia menoleh ke arah pintu kamar Aksen yang terlihat tertutup rapat.Amora sudah mengira itu pasti perbuatannya Aksen. Laki-laki itu tak mungkin mau sekamar dengan wanita yang dibencinya. Bahkan jika bisa melawan orang tuanya, Aksen pasti memilih untuk tidak serumah dengan Amora.Dengan lemas, Amora mengangkut barang-barangnya ke ruang tamu di bawah. Meskipun sedikit lebih merasa sesak, tapi ia sudah terbiasa. Terbiasa dengan sikap Aksen yang selalu membuatnya terlihat seperti wanita rendahan.Drtt... drtt.... drtt....Amora segera merogoh sakunya untuk mengambil ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Seketika ia mengerutkan dahinya ketika di layar ponselnya tertera nama Dokter Frans menelponnya, padahal ini sudah larut malam.“Hallo, Dokter Frans!”“Dokter Am, maaf mengganggu waktu istirahatmu, bisakah datang segera ke rumah sakit?”Perasaan Amora saat ini sangat tidak enak. Dokter Frans tidak biasanya meminta untuk segera membantunya, jika tidak terjadi darurat. Ia semakin mengerutkan dahinya seraya menerka apa yang terjadi.“Apa yang terjadi?”“Vincent kembali melakukan percobaan bunuh diri!”Mata Amora melebar mendengar ucapan dokter Frans. Vincent adalah pasiennya yang tengah ia rawat karena mengalami depresi berat. Ya, Amora adalah seorang dokter spesialis kesehatan jiwa yang sudah dikenal dengan kemampuannya menyembuhkan beberapa orang yang mengalami gangguan kejiwaan.“Tunggu aku disana!” Amora memutuskan sambungan teleponnya kemudian meraih jaket kebesarannya untuk pergi ke rumah sakit. Meskipun hari ini ia mengambil cuti karena merupakan hari pernikahannya, tapi ia tetap saja mengutamakan pasiennya yang lebih membutuhkannya dibanding malam pertamanya yang sangat menyedihkan.Amora mengendarai mobilnya melaju membelah ibu kota di malam hari. Untung saja jalanan nampak sepi. Ia bisa membawa kendaraannya dengan sedikit kencang agar lebih cepat sampai di rumah sakit.Setelah beberapa menit, akhirnya ia sampai di tempat tujuannya. Dengan langkah cepat, Amora melewati beberapa keluarga pasien yang tengah menahan kantuknya di kursi tunggu. Beberapa perawat berlalu lalang melewati koridor yang sepi, mereka terlihat sangat semangat bekerja meskipun kebagian shift malam.Akhirnya, Amora berhasil sampai di depan ruang inap Vincent. Ia segera masuk dan terdapat dua perawat bersama Vincent yang tengah menunduk di ranjangnya dengan menenggelamkan wajahnya diantara kedua lutut yang tertekuk. Menyadari pintu ruangan terbuka, kedua perawat itu segera menghampiri Amora dan memberi salam.“Selamat malam, Dokter Am,” ucap salah seorang dari dua perawat tersebut.“Apa kalian tidak memberikan obatnya hari ini?” marah Amora tanpa meninggikan suaranya. Ia hanya cemas dengan keadaan Vincent, jadinya perawat yang kena kemarahannya.“Maaf, Dok. Hari ini pasien tidak mau makan sama sekali,” ucap salah satu perawat kepada Amora.“Haishhh!” geram Amora seraya melangkah menuju ranjang Vincent yang masih menunduk. Amora mengusap pelan bahu Vincent kemudian menghela nafas pelan.“Vin....”“Aurel tidak jadi menikah hari ini,” ucap Amora membuat Vincent bergerak mengangkat kepalanya kemudian menatap Amora penuh sendu. Amora tersenyum kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya, menyatakan kalau ia berkata dengan jujur.“Kau tidak berbohong, Am?” tanyanya serius.Amora mengangguk lagi. “Aku tidak berbohong. Aku yang menikah dengan Aksen, bukan wanitamu.” Amora mengangkat satu tangannya dan memperlihatkan cincin yang melingkari jari manisnya pertanda ia sudah menikah.Vincent mengembangkan senyumnya senang. Laki-laki itu benar-benar dalam keadaan sadar ketika ingin mengakhiri hidupnya. Hanya saja ia mengingat bahwa hari ini adalah hari pernikahan Aurelia, mantan pacarnya yang masih sangat ia cintai.Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Kalimat itu pantas untuk Amora. Karena dengan menikahi Aksen, ia berhasil mendapat tiga keuntungan. Yaitu berhasil mendapatkan Aksen, berhasil mewujudkan keinginan terakhir mendiang ibunya, dan berhasil menyelamatkan psikis pasiennya, Vincent.Amora termenung di depan gerbang setelah ia keluar dari bangunan itu dan meninggalkan dua orang yang paling Amora benci di dunia. Baron dan Frans sudah divonis hukuman mati oleh pengadilan sesuai tuntutan keluarga korban dan hukum yang berlaku.Setelah ini Amora akan belajar ikhlas atas semuanya. Ayah, ibu, kakek, semua keluarganya sudah tiada. Dan yang sekarang bisa menemaninya hanya keluarga dari sang suami. Mereka begitu terlihat peduli kepada Amora bahkan di kala perempuan itu dalam kesulitan.“Ayo, pulang!” Aksen merangkul pundak Amora dengan lembut.Amora kemudian menoleh. Perempuan itu tersenyum tipis membuat Aksen semakin erat memeluknya. Tak akan pernah Aksen lepaskan lagi seorang istri yang begitu berharga ini dalam hidupnya. Tak akan pernah.Amora kini merasa aman. Bersama orang-orang yang begitu menyayanginya. Seorang suami yang rela berbuat apapun demi menyenangkan hatinya, saudara-saudara yang selalu membuatnya tertawa dan seorang ibu mertua yang mementingkan kebutuhanny
“Aku sudah tahu tempat persembunyian para bajingan itu!” Aksen mengepalkan tangan kirinya dengan erat setelah mengetahui beberapa hal yang membuatnya sangat jengkel. Sudah beberapa hari Aksen mencoba melayangkan senjata kepada dua bajingan itu tapi entah kesaktian apa yang mereka punya sampai selalu lolos dari segala rencananya.Tapi tidak untuk hari ini. Aksen, Diego, Anna, Riri dan Amora akan menyatukan rencana untuk menjebak Baron dan Frans itu. Amora sudah berangkat dengan beberapa pengawalnya menuju gedung tak terpakai yang beberapa tahun lalu terbakar.Benar sekali, di tengah jalan, Amora diculik oleh dua orang dengan topengnya. Amora berpura-pura pingsan untuk mengelabui musuhnya itu. Terdengar jelas di telinga Amora tawa renyah Frans Baron memenuhi ruangan kedap suara. Ingin sekali Amora menyumpal mulut sialan itu. Tapi ia harus menahan itu semua dan berpura-pura pingsan dulu untuk sementara waktu.“Am, kau merindukan panggilan itu, bukan?” tanya Frans dengan wajah berseri.
Beberapa orang suruhan Diego dan Amora berhasil disebarkan untuk mencari keberadaan Aksen. Meskipun Amora nampak berdiam diri saja di rumah, tapi otak dan bawahan-bawahannya tidak pernah diam untuk terus menggali informasi perihal Aksen.Sehari berlalu, Amora belum mendapatkan kabar apapun dari Aksen. Hatinya semakin tak tenang dan otaknya sudah buntu tak bisa berpikir lagi. Apalagi ketika mendengar kabar terbaru dari televisi yang mengabarkan jika Baron dan Frans tidak terlacak kembali keberadaannya.Diego yang beberapa kali mencoba menghubungkan koneksi pelacak pun tetap tidak berhasil. Baron dan Frans sepertinya telah menyusun segala cara sebagus mungkin untuk hari ini dan hari-hari berikutnya demi menangkap Amora. Beberapa kali Diego berpesan untuk Amora tetap berjaga-jaga meskipun ia berdiam diri di rumah.Malam ini seperti biasa Amora tak berhasil memejamkan matanya. Pikiran yang terus berkecamuk dan kepala yang terasa pusing semakin membuatnya tak bisa tidur. Sesekali Amora men
Amora mondar mandir tidak jelas sejak tadi karena pikirannya yang mulai kacau semenjak acara televisi menyajikan berita tentang berkeliarannya dua orang buronan yang kabur dari keamanan. Tentu saja mereka itu adalah Baron dan Frans.Sesuatu yang begitu mengoyakkan hati Amora kala ia mengetahui jika kedua orang itu merupakan ayah dan anak. Frans merupakan anak Baron sebelum ia menikahi ibunya Aurelia. Sungguh sangat lembut permainan Frans waktu itu, hingga membuat Amora tidak bisa melihat mana rekayasa mana nyata.Tentulah sekarang Amora paham mengapa Frans begitu jahat padanya. Ya, semua itu karena Baron dan dirinya menginginkan harta kakeknya Amora yang begitu banyak dan melimpah. Namun tidak semudah itu, setelah membunuh Artha mereka juga mesti menyingkirkan Amora terlebih dahulu untuk mendapatkan harta itu.Amora menggigit jari telunjuknya mencoba menenangkan diri. Meski dirinya sekarang berada di tempat yang aman yaitu di rumah ibu mertuanya. Tapi yang lebih membuat Amora panik ad
“Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Huaa ...” Dada yang kembang kempis tak beraturan begitu terlihat disertai wajah ketakutan Amora. Perempuan itu menoleh ke samping dimana ada suaminya tengah memandang khawatir padanya. Bahkan tangan Aksen masih menjadi bantalan kepala istrinya.Untung saja semua itu hanya mimpi. Seseorang mendatanginya bahkan terbawa ke alam bawah sadarnya. Dia datang ingin merenggut nyawa dengan tanpa alasan. Amora sungguh ketakutan hingga tak sadar tangannya menggenggam lengan Aksen. “Ada apa, Mora?” Aksen mencoba menyadarkan istrinya yang terlihat kebingungan selepas sadar dari pingsannya.Menyadari dirinya begitu menempel ke tubuh Aksen, Amora segera berusaha duduk dan membenarkan posisinya. Meskipun dalam keadaan tak baik-baik saja, ia tak akan memperlihatkannya kepada Aksen. Saking gengsinya ia tak akan pernah merendahkan harga dirinya lagi di depan Aksen. “Mora, kau baik-baik saja?”Amora menghela napas panjang beberapa
“Katakan, apa maumu? Aku tidak mempunyai waktu luang cukup lama untukmu,” ujar Amora langsung pada intinya ketika mereka sudah dihidangkan beberapa makanan di atas meja.“Mora, aku bukan klienmu. Sekarang ini aku berperan sebagai suamimu, apa pantas bicara begitu?”Amora menatap tanpa ekpresi ke arah suaminya. Aksen kini selalu menyebalkan di depan matanya. “Aku tak suka bertele-tel-““Makan dulu,” potong Aksen seraya menyodorkan sepotong beefsteak ke mulut Amora hingga perempuan itu terdiam.Melihat istrinya yang sama sekali tidak membuka mulut untuk melancarkan suapannya, Aksen menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya dengan isyarat. Beberapa detik kemudian Amora mengambil garpu yang dipegang Aksen kemudian menyuapkan potongan daging itu oleh tangannya sendiri.Aksen hanya tersenyum menanggapinya.“Tidak ada hal penting, aku hanya ingin makan siang bersamamu.” Aksen mulai menyuapkan potongan daging kepada mulutnya.Amora terdengar menghela napas panjang. Wanita itu tiba-tiba berdi
Paginya, Aksen harus terganggu dengan kedatangan Diego ke rumah ibunya. Apalagi ketika melihat lelaki itu begitu akrab mengobrol dengan Amora membuat hatinya memanas. “Senang melihatmu baik-baik saja, Amora,” ujar Diego seraya menampilkan senyum tipisnya.“Aku selalu baik-baik saja,” balas Amora. Sementara Aksen berlalu begitu saja melewati mereka yang sedang mengobrol di ruang tamu. Dengan wajah masam itu, Diego menyadari jika Aksen memang tidak suka dirinya ada di rumah Rina. Apalagi ngobrol akrab dengan istrinya.Namun justru karena itu, Diego semakin gencar mengajak Amora mengobrol ria agar Aksen kesal. Pria itu paling suka melihat sepupunya marah. Aksen pergi ke dapur dan mengambil jus jeruk dingin dari kulkas. Aksen menuangkan jus itu ke gelas panjang kemudian meneguknya hingga tandas. Sisanya ia bawa ke ruang tamu seraya mendudukan dirinya begitu dekat dengan istrinya. Seakan memperlihatkan kepada Diego kalau Amora adalah miliknya.Diego yang paham dengan sikap Diego hanya m
TikPria beralis hitam tebal itu membuka seat belt yang selama hampir dua jam melilit dadanya. Napas lega begitu terdengar jelas dari mulut Aksen dengan diakhiri senyum tipis khas-nya.Setelahnya ia menoleh kepada perempuan yang masih terbaring nyaman di atas alat tidur portable di kursi samping yang direndahkan posisinya. Aksen merangkak mendekati Amora kemudian mengelus pelan pelipis wanita itu.Wanita itu terlihat nyaman bahkan tidak merasa terganggu sedikitpun ketika Aksen menyentuh pelipis dan hidungnya. Aksen terlalu gemas hingga beberapa kali mencubit hidung Amora seraya terkekeh pelan. Ditambah lagi, pipi Amora nampak sedikit berisi setelah ia mengandung.Aksen kembali melihat ke arah depan, mengedarkan pandangan kemudian tersenyum tipis. Terhalang kaca mobil, sebuah danau luas terhampar di depannya. Ya, Aksen ternyata mengajak Amora ke tempat yang tidak asing. Sebuah pulau yang dahulu kala adalah tempat mereka mengukir cerita yang hampir saja ingin Aksen lupakan. Jika mengi
“Gak mungkin anakku mati! Gak mungkin!!!”Teriakan ibunya Aurelia terdengar dari ruang IGD sampai ke tempat registrasi dimana Amora dan Aksen baru saja sampai untuk menjenguk mayat Aurelia yang baru saja ditemukan.Amora melirik sebentar ke wajah Aksen yang tengah tersenyum tipis ke arahnya. Aksen sengaja bersikap begitu dan memperlihatkan wajah tidak panik supaya Amora tidak merasa takut dan tidak sama-sama panik.Padahal dalam hatinya, Aksen kelimpungan sendiri. Takutnya ibunya Aurelia akan nekat melakukan hal buruk kepada Amora apalagi istrinya itu sekarang tengah hamil. Tapi bagaimanapun situasinya, Aksen sudah berjanji akan melindungi Amora dari serangan apapun.Menyadari Amora tidak maju juga dari tadi ke IGD, Aksen merengkuh bahu istrinya dengan tangan kanan kemudian merapatkan kepada tubuhnya. Amora kembali menoleh dan Aksen mengangguk meyakinkan.“Apa aku akan baik-baik saja?”Ini pertama kalinya Aksen mendengar kalau Amora sangat khawatir dan bertanya lebih dulu kepadanya. B
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments