Sudut mata Rafael menyempit dengan mulut yang tertutup rapat. Kuku kukunya terasa menancap telapak tangannya sendiri. Dia masih berdiri menatap punggung Fic yang semakin jauh dan menghilang di ujung sana.Sebentar kemudian Rafael mengusap wajahnya dan kembali ke dalam Cafe. Pikirannya masih belum lepas kepada Fic dan Erina."Ternyata Fico juga bukan tipe orang yang setia. Kasihan sekali Almarhum Mentari jika melihat Fico seperti ini." Dalam Pikiran Rafael, Fico sudah menikah dan sekarang malah menjalin hubungan dengan Erina. Jika tidak ada hubungan khusus, mana mungkin Fico juga berada disini dan menolong Erina. Fico sudah berselingkuh.Erina sungguh hebat, bahkan bisa menggaet Seorang Fico sekalipun.Rafael sangat marah. Kebenciannya pada Erina semakin meningkat. Tetapi semakin dia membenci Erina, semakin dia ingin mendapatkan kembali Erina. "Baiklah. Aku tidak akan mencampuri urusan pribadi Fico. Entah dia akan berselingkuh atau bagaimana itu terserah dia. Tapi kenapa harus deng
Rafael sudah pulang dari Rumah kakeknya. Sampai di kamar dia memeriksa Ponselnya. Ada beberapa panggilan masuk dari Alika. Dia tertegun menatap nama itu.Alika. Rafael sebenarnya tidak pernah mencintai wanita itu. Rafael mendekatinya Alika awalnya karena ingin membalas rasa sakit hatinya kepada Erina. Tetapi apa yang didapat Rafael. Setiap kali menatap Alika dia teringat Erina. Setiap kali ia berhasil menyakiti atau mengumpat Erina, dia sendiri yang merasa sakit hatinya.Alika memang cantik, dan kebetulan wajahnya hampir mirip dengan Erina. Hanya saja mata dan senyumnya tidak bisa sama dengan Erina."Halo." Rafael mengangkat panggilan walaupun sangat malas."Rafael, kamu di mana? Kenapa tidak mengangkat teleponku. Aku ke rumahmu juga, kata Paman Adreno kamu tidak ada?""Maaf. Aku sangat sibuk. Jadi aku tidak sempat melihat Ponsel." "Ah, baiklah tidak apa apa. Aku hanya sedang merindukanmu." "Hem. Besok malam aku ke Rumahmu." "Benar ya? Aku akan menunggumu,"Belum sempat Alika meny
Hari ini Fic memang melarang Erina untuk pergi bekerja. Awalnya Erina bersikeras untuk berangkat saja. Tetapi saat Fic mengancam akan mengantar Erina sampai ke Kantor tempat Erina bekerja, akhirnya Erina menurut dan mau untuk tidak bekerja hari ini.Fic sendiri pergi ke Kantor dan mengatakan akan cepat kembali."Kamu menyuruhku untuk tidak bekerja. Tetapi kami sendiri pergi." Erina cukup kesal dengan keputusan Fic."Sebenarnya aku juga tidak ingin pergi, tetapi Jefri baru saja menelponku dan mengatakan jika Mahendra mengundurkan diri. Aku harus tau apa alasannya kenapa tiba tiba dia mengundurkan diri. Aku khawatir ada sesuatu yang terjadi di bagian Keuangan. Aku harus memeriksa sendiri." Fic berusaha menjelaskan."Mahendra? Siapa dia Fic? Apa orang yang sangat penting?"Tiba tiba Fic merasa keceplosan. Sebenarnya dia tidak ingin Erina tahu dulu jika Mahendra adalah Rafael."Fic?""Oh. Tuan Muda Mahendra Adreno adalah Anak dari pamanku. Dia bekerja di Perusahaan ku baru beberapa hari,
Fic berhasil membuka seluruh pakaian Erina, kemudian membuka pakaiannya sendiri. Sekarang Fic sudah tertumpu pada kedua lututnya sendiri diatas tubuh Erina yang polos. Mata Fic menatap tubuh mulus Erina. Terlihat jakunnya naik turun menelan salivanya sendiri. Tidak ingin menyia nyiakan kesempatan yang memang sudah ditunggunya selama ini Fic mulai kembali mencium bibir Erina. Merasakan manis bibir yang terus diimpikan dalam setiap malamnya itu. Fic benar benar sudah dibuat melayang dengan adegannya sendiri. Dia tidak menyadari jika tubuh Erina gemetaran. Hingga ciuman Fic merambat ke leher Erina dan mulai turun ke bagian dada. Tiba tiba Erina berteriak keras dan mendorong tubuh Fic."Jangan! Ku mohon jangan lakukan itu!"Fic terperangah. Menatap Erina penuh kebingungan. "Erina, ada apa?" Fic mencoba bertanya dengan nada lembut.Erina menggeleng dengan wajah yang begitu pucat. Gadis itu menarik tubuhnya mundur dan menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya. "Jangan! Jangan laku
Erina bangun pagi pagi. Dia segera mandi dan bersiap untuk pergi ke Tempat Pekerjaannya. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke kantor. Bukan penasaran dengan Ketua Direksi yang baru, tapi Erina sedang mengharapkan bonus besar yang diceritakan Oca kemarin. Besok dia sudah harus membayar biaya perawatan Ayahnya. Sedangkan Erina belum mempunyai uang yang cukup.Fic juga sudah bangun, sudah selesai mandi dan menunggu Erina di meja makan.Erina bergegas menghampiri."Fic. Aku tidak ikut sarapan ya?" Fic langsung menoleh dengan mata sedikit terbuka lebar. "Kenapa sangat terburu buru?" Apa Erina sudah mengetahui tentang Rafael yang ada di Pekerjaannya, makanya dia sudah tidak sabar lagi? Pikiran Fic langsung buruk.Erina hanya terdiam, kemudian menarik kursi dan duduk. "Sebenarnya, ada hal penting yang sedang menungguku di kantor. Dan aku sangat mengharapkan ini. Jadi aku memang buru buru." Terlihat sekali wajah Erina gugup menutupi sesuatu."Apa ada hal yang tidak aku ta
Setelah meninggalkan Rafael, Erina kembali ke Ruangan. Otaknya terasa sangat lelah mendapati kenyataan seperti itu. Tadinya dia mengira akan sedikit senang ketika bertemu dengan kerabat Fic. Erina sama sekali tidak pernah menyangka jika Kerabat Fic adalah Rafael. Pria yang pernah dicintainya dan pernah mengisi hatinya dulu.Erina masih belum bisa menyembunyikan rasa keterkejutannya. Dia bahkan tidak bisa konsen untuk bekerja. Dia tiba tiba teringat dengan Fic. Pria yang akhir akhir ini bisa membuatnya nyaman. Erina rasanya hari ini ingin cepat pulang.Dia merogoh Ponselnya dan berniat menghubungi Fic. Sekedar untuk mendengar suaranya saja. Siapa tau itu bisa membuat hatinya sedikit tenang. Namun saat dia membuka Ponselnya. Sebuah panggilan masuk. Dia tersenyum melihat nama sang pemanggil."Halo!""Keluar lah. Aku menunggumu di luar Gerbang." Erina langsung berdiri dan berlari kecil keluar menuju Gerbang."Fic!" Dia berseru sambil menghampiri mobil berwarna hitam yang berhenti agak
"Ah iya. Maafkan aku. Aku hanya sedikit ada masalah. Kalau begitu silahkan lanjutkan langkahmu. Aku juga harus segera pulang." Erina segera melangkah."Erina tunggu dulu!" Alika memanggil dan berlari kecil menghampiri Erina."Aku tahu, kamu mungkin masih mencintai Rafael. Apalagi kalian sekarang satu pekerjaan. Aku hanya ingin kamu bisa menjaga jarak. Aku tidak mau kamu menjadi orang ketiga dalam hubungan ku dengan Rafael. Sebentar lagi kami akan menikah. Kamu juga sudah bersuami bukan? Jadi kamu harus tau diri." Erina tersenyum menanggapi ucapan Alika. Lalu menepuk halus bahu Alika."Kamu tenang saja. Aku dan Rafael sudah tidak ada hubungan apapun. Jadi hubungan kami hanya sebatas pekerjaan." Selesai bicara Erina pergi keluar dan menyetop taksi. Alika menatap sinis kepergian Erina. Entah kenapa melihat Erina kali ini ada banyak kecemasan dalam hatinya. Dia tau jika Rafael sebenarnya belum bisa melupakan Erina. Dia juga tau jika Rafael masih mencintai Erina.Alika sadar jika Rafael
Fic melaju dengan kecepatan sedang. Sebentar dia terlihat tersenyum lalu Sebentar kemudian terlihat Fokus dengan kendali. Namun karena ini adalah hari pertamanya menyetir sendiri setelah sekian tahun lamanya, Fic sedikit kehilangan keseimbangan. Ketika melintasi rambu rambu lalulintas, dia tidak memperhatikan lampu merah. Dia menginjak rem dengan sangat mendadak, namun itu terlambat. Mobilnya menabrak bagian belakang mobil seseorang yang sedang berhenti di hadapannya."Astaga!" Fic terkejut.Seorang pria terlihat turun dari mobil yang ditabraknya itu sambil mengacungkan kepalan."Dasar Bodoh! Kamu tidak bisa mengemudi ya?" Pria itu berteriak marah."Turun! Kau harus bertanggung jawab atas kerusakan mobilku, atau aku akan membawa perkara ini ke kantor Polisi!" Pria itu menggedor pintu mobil Fic.Fic membuka pintu dan turun."Berapa kerugian Mu? Aku akan menggantinya."Pria itu terbelalak."Presdir Albarez? Anda rupanya." Pria itu mundur dan menunduk. Wajahnya tiba tiba memucat."Katak