5 bulan kemudian Oeek---- Oeek---- Suara tangisan bayi menggema di dalam ruangan operasi, dan suara tangisan bayi yang terdengar, membuat sosok-sosok dewasa itu seketika mengucapkan rasa syukur. "Selamat ya, Deni, akhir nya kamu sudah menjadi ayah," ujar Devan, menghampiri Deni dan memeluk sebentar pria itu. "Terima kasih Tuan," ujar Deni, dengan senyum lepas di wajah--kebahagiaan nyata terlihat di wajah pria itu, di mana binar bahagia nyata terlihat di bola mata nya. "Deni----," panggil Rania beberapa menit kemudian. Datang nya sosok Rania, mengembangkan senyum di wajah Deni, namun ada nya air mata yang dia temukan pada kelopak mata kakak angkat nya, membuat Deni pun tak mampu membendung kesedihan itu lagi. Bagi Deni, Rania adalah sosok kakak yang baik untuk nya. Melangkah menghampiri, Deni segera memeluk tubuh wanita itu saat sudah berada dekat dengan nya. "Kau, sudah menjadi seorang, ayah, Deni, selamat!" ujar Rania dengan lirih, sudah ada butir kristal yang mene
“Aku dan Andra sudah menikah. Kini, usia kandunganku sudah 4 bulan. Kuharap kamu bisa menerima kenyataan.”"Tidak mungkin. Ini sangat tidak mungkin," gumam Rania, tak percaya. Berkumpul kembali bersama keluarga tentunya akan mendatangkan kebahagian untuk siapapun, setelah sekian lama tak bersua. Namun, siapa sangka Rania akan mendengar kabar kakaknya telah menikah dengan kekasih dan tunangannya?!Bahkan, kedua orangtuanya pun menutupi hal ini darinya selama Rania bekerja di luar kota!"Tidak mungkin, bagaimana? Jelas-jelas, kau melihat sendiri perutku yang sudah membuncit. Ditambah lagi, kau sudah mendengar sendiri kalau Deni mengakui anak yang kukandung ini adalah anaknya, kan?" Bukan menyesali perbuatannya yang sudah merebut calon suami sang adik, perempuan itu justru menampilkan senyuman mencemoohnya pada Rania. Tak terlihat adanya penyesalan sama sekali di wajahnya."Lagian, kamu bodoh sekali sih! Bisa-bisanya meninggalkan Deni begitu lama di sini.""Bodoh?" sahut Rania yang ge
“Sial,” lirih Devan Adma Wijaya di bawah langit gelap. Dia tak menyangka niatnya untuk menghindari perjodohan yang dilakukan oleh kakeknya dengan anak seorang pengusaha kaya, berakhir tragis seperti ini.Mendadak, Devan justru menikahi seorang wanita asing yang jauh dari kriterianya.Rania adalah wanita kampung dan juga dari kelas bawah. Mengedarkan pandangan–Devan menjelajahi setiap sudut ruangan. Dia mengamati satu per satu benda yang berada di dalam kamar, hingga suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan pria itu. Mendapati sosok yang melangkah masuk ke dalam kamar, membuat api yang sudah nyaris padam dalam diri Devan kembali berkobar. Emosi kini telah kembali menyelimuti wajah tampan sang casanova.Alis tebalnya menyatu dan matanya pun menggelap. "Kamu sudah menjebakku. Kamu lihat saja, apa yang akan aku lakukan pada hidupmu, Nona Rania!" ancam Devan seketika.Brak!Takut perkataan Devan terdengar oleh orang luar, Rania cepat-cepat menutup pintu.Dia khawatir ada yang me
Tanpa terasa, mentari sudah kembali bersinar. Pagi-pagi sekali, Rania sudah bangun dari tidurnya untuk menyiapkan keperluan Devan. Walaupun mereka sepakat akan bercerai setelah satu tahun pernikahan mereka, namun Rania berjanji akan mengurus Devan selayaknya seorang suami. Bagaimanapun juga, pria itu telah membantunya. Jadi, setelah membersihkan diri, Rania segera ke luar dari dalam kamar mengabaikan Devan yang masih tidur di sofa. Dia akan membuatkan kopi untuk suaminya. Dibukanya salah satu kabinet kecil, guna mengambil gula dan kopi yang tersimpan di dalamnya. Namun, begitu lama-menelusuri ruang kecil itu--Rania tak menemukan apa yang dia cari. "Bukankah biasanya kopi dan gula simpannya di sini?" gumam Rania yang bertanya pada dirinya sendiri. Mungkin saja sudah dipindahkan ketempat yang lainnya, setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Rania. Wanita itu kembali mencari di dalam kabinet yang lainnya. Namun, apa yang dia cari tak kunjung dia temukan, hingga Rania mend
Beberapa menit mengemudikan kendaraan roda duanya, kini Devan dan Rania telah tiba di sebuah hunian kecil yang begitu sederhana. Pandangan Rania tak pernah putus dari rumah kecil itu. Dia begitu penasaran kediaman di depannya itu milik siapa. "Apakah ini, rumahmu?" tanya Rania hati-hati, seraya kedua kakinya melangkah dengan ragu. Devan menggeleng. "Bukan. Ini rumah kontrakkan kita. Setidaknya, jauh lebih baik kalau kita tinggal di sini, dari pada hidup di rumah orang tuamu!" tegasnya. Tak lama, pria itu melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah. Namun, Devan menghentikan langkah kakinya saat menyadari kalau Rania yang masih berada jauh di belakangnya. "Ayo! Ngapain kamu masih di sana?" "Tapi, bagaimana kita membayarnya? Akan lebih baik kalau kita mencari kos saja. Bukankah, kalau menyewa sebuah rumah akan lebih menguras kantong?" Devan menarik napasnya dalam. Seandainya saja wanita di depannya ini mengetahui siapa dia, mungkin Rania tidak akan mencemaskan masalah biayany
Untungnya, Devan tak berkomentar lebih banyak dan memutuskan menghormati keputusan Rania.Mereka pun akhirnya beristirahat, hingga kini sinar mentari mulai masuk lewat jendela kamar.Silau, Rania pun terpaksa bangun dari tidurnya.Dia merenggangkan otot-otot yang terasa kaku meski rasa malas yang masih mendera. Lalu, istri Devan itu pun turun dari atas ranjang dan mendapati hari sudahg pagi."Di mana, dia?" gumam Rania seraya mengedarkan pandangannya ke segala arah.Sedari tadi, dirinya tak menemukan sosok Devan sama sekali.Jadi, dengan ragu, gadis itu membuka pintu kamar pria itu.Menjelajahi setiap sudut kamar dengan kedua matanya, dirinya masih tak menemukan Devan sama sekali."Bahkan di kamarpun dia tidak ada. Apakah, dia sudam pergi kerja?" gumam Rania, yang bertanya pada dirinya sendiri.Ditutupnya kembali pintu kamar, dan berbalik.Namun, seketika tubuh Rania meremang--saat mendapati Devan yang menjulang di depannya.Hampir saja Rania menabrak tubuh telanjang itu, dan dengan s
Devan melangkah menuju kamar Rania. Namun betapa kagetnya Devan, saat mendapati Rania yang ditarik paksa oleh juragan Jarwo. "Lepaskan dia!" teriak Devan dengan lantang, dan membawa langkah kakinya menuju teras rumah. Teriakan Devan menghentikan kegiatan juragan Jarwo. Memalingkan pandangannya pada sumber suara, dan mendapati kedatangan Devan. "Lepaskan dia!"pinta Devan lagi, saat sudah berada di teras rumah. Pria bertubuh tambun itu terkekeh. Devan yang bersikap bak seorang pahlawan untuk Rania serasa menggelitik untuknya. Menolehkan wajah--menatap satu persatu wajah kedua anak buahnya, dan sedetik kemudian, ketiganya sama-sama tertawa. "Melepaskannya?" tanya juragan Jarwo menjeda ucapannya sejenak, juragan Jarwo berusaha mengontrol emosinya," Apakah saya tidak salah dengar, anak muda?!" lanjutnya lagi. "Rania adalah istri saya, dan saya minta lepaskan dia!" Raut wajah juragan Jarwo berubah keruh. Rahangnya mengetat, otot-otot lehernya pun nampak menegang, akan emosi
Tanpa terasa, malam hari telah menyambut kembali. Hanya saja, saat ini hujan turun dengan sangat deras, sesekali petir menyambar menimbulkan bunga api yang berpijar di awan gelap hingga menampakkan pemandangan yang sangat indah. Terdengar suara hentakkan kaki yang begitu kencang. Bersamaan dengan itu, tampak sosok pria muda yang tengah berlari dengan kedua tangan yang dia gunakan untuk menutupi kepalanya. Menemukan halte, pria itu berteduh. Sosok itu berangsut mundur, menghindari siraman hujan agar tak membasahi tubuhnya. Dan tak lama, sebuah mobil mewah melaju pelan, dan berhenti tepat di depan sosok itu. Pintu mobil yang terbuka, dan menampilkan sosok pria berjas ke luar dari dalamnya dengan membawa sebuah payung yang telah dia buka. "Selamat malam Tuan," sapa seorang pria, saat Devan baru saja mendaratkan tubuhnya dikursi. "Malam." Devan membalas sapaan pria itu dengan datar, "Apakah kalian sudah membereskannya?" tanya Devan kemudian, tanpa menatap pria yang duduk disebelahny