Malam hari "Rania----." Suara panggilan membuat lamunan panjang Rania membelah, wanita berambut indah itu seketika memindai pandangan nya pada asal suara. "Dev---,"gumam nya, saat mendapati kedatangan sang suami. Sebagai seseorang yang sangat mengenal baik Rania, tentu Devan tahu-seperti apa istri nya itu. Air muka yang Rania tunjukkan saat ini, Devan yakin ada sesuatu yang begitu membebani istri nya itu saat ini. "Kamu, baik-baik saja'kan?" tanya Devan. Menutup pintu ruangan, pria itu menyeretkan langkah berat nya menuju Rania. Rania tak langsung menyambut pertanyaan yang Devan layangkan. Pertanyaan yang pria itu berikan, kembali menyadarkan Rania atas kenyataan yang dia ketahui hari ini. Diam, iris hitam Rania begitu lekat, dan dalam, menatap manik hitam Devan. "Tidak! Aku tidak boleh memberitahukan hal ini pada Devan." Rania bermonolog dalam hati, wanita itu sedang berperang dengan suara hati nya sendiri. "Aku baik-baik saja!" sahut Rania, memutuskan pandangan-ber
Dua Minggu kemudian Duduk berdampingan, namun walaupun duduk bersama, Sarah, maupun Deni tak ada yang saling berbicara. Ntah, apa yang ada dalam pikiran kedua nya, namun kedua sosok itu lebih memilih untuk diam. Suasana canggung begitu terasa. Ingin berbicara, namun--Deni bingung harus memulai nya dari mana. Sarah terus saja mendiam kan nya. Alhasil, Deni tetap dengan diam nya--dengan sesekali melirik kan pandangan nya pada Sarah. Mendapati Sarah yang meremas jari-jari nya, pria itu hanya bisa mendesahkan napas nya berat. "Aku seperti melihat orang lain. Padahal Sarah yang aku kenal, adalah sosok yang arogant, dan suka, banyak bicara!" gumam Deni dalam hati, dengan diam-diam menatap pada Sarah. Hening--- Hening--- Sampai kapan--mereka saling, diam? Setidak nya itu lah yang ada di dalam pikiran Deni saat ini. Tak, mampu menahan diri itu lagi--Deni memilih untuk bersuara terlebih dahulu. "Kenapa, kau tidak memberitahukan padaku--kalau kau, sedang mengandung?" ujar Deni
Kaget, dengan bola mata yang membeliak penuh. Namun, menyadari bagaimana sambutan nya dengan segera Rania, mengembalikan mimik wajah nya. "Maaf," ujar Rania dengan kikuk, wanita itu nampak salah tingkah merasa tidak enak hati pada Sarah. Sarah yang menunduk, seketika mendongak--iris hitam nya, begitu dalam dan tajam, menatap manik hitam Rania. Masih menatap, Sarah akhir nya bersuara. "Apakah, kau tidak akan memaafkan aku?" tanya Sarah dengan lirih, ada mendung yang sudah menyelimuti wajah cantik wanita itu bagaimana mendapati sambutan Rania akan permintaan maaf dari nya. Wajah Rania mendadak kaku, terperangah--sebab merasa Sarah sudah salah sangkah pada nya," Oh, bukan begitu maksudku, kau salah sangkah! Aku, sudah memaafkan mu, sejak kau mengijinkan Papa, dan Mamaku untuk kembali bersatu " jelas Rania. "Benarkah?" ujar Sarah dengan senyum yang mengembang di wajah, wanita yang sedang mengandung 4 bulan itu terlihat sumringah, bola mata nya pun berbinar bahagia. "Yaa!"
5 bulan kemudian Oeek---- Oeek---- Suara tangisan bayi menggema di dalam ruangan operasi, dan suara tangisan bayi yang terdengar, membuat sosok-sosok dewasa itu seketika mengucapkan rasa syukur. "Selamat ya, Deni, akhir nya kamu sudah menjadi ayah," ujar Devan, menghampiri Deni dan memeluk sebentar pria itu. "Terima kasih Tuan," ujar Deni, dengan senyum lepas di wajah--kebahagiaan nyata terlihat di wajah pria itu, di mana binar bahagia nyata terlihat di bola mata nya. "Deni----," panggil Rania beberapa menit kemudian. Datang nya sosok Rania, mengembangkan senyum di wajah Deni, namun ada nya air mata yang dia temukan pada kelopak mata kakak angkat nya, membuat Deni pun tak mampu membendung kesedihan itu lagi. Bagi Deni, Rania adalah sosok kakak yang baik untuk nya. Melangkah menghampiri, Deni segera memeluk tubuh wanita itu saat sudah berada dekat dengan nya. "Kau, sudah menjadi seorang, ayah, Deni, selamat!" ujar Rania dengan lirih, sudah ada butir kristal yang mene
“Aku dan Andra sudah menikah. Kini, usia kandunganku sudah 4 bulan. Kuharap kamu bisa menerima kenyataan.”"Tidak mungkin. Ini sangat tidak mungkin," gumam Rania, tak percaya. Berkumpul kembali bersama keluarga tentunya akan mendatangkan kebahagian untuk siapapun, setelah sekian lama tak bersua. Namun, siapa sangka Rania akan mendengar kabar kakaknya telah menikah dengan kekasih dan tunangannya?!Bahkan, kedua orangtuanya pun menutupi hal ini darinya selama Rania bekerja di luar kota!"Tidak mungkin, bagaimana? Jelas-jelas, kau melihat sendiri perutku yang sudah membuncit. Ditambah lagi, kau sudah mendengar sendiri kalau Deni mengakui anak yang kukandung ini adalah anaknya, kan?" Bukan menyesali perbuatannya yang sudah merebut calon suami sang adik, perempuan itu justru menampilkan senyuman mencemoohnya pada Rania. Tak terlihat adanya penyesalan sama sekali di wajahnya."Lagian, kamu bodoh sekali sih! Bisa-bisanya meninggalkan Deni begitu lama di sini.""Bodoh?" sahut Rania yang ge
“Sial,” lirih Devan Adma Wijaya di bawah langit gelap. Dia tak menyangka niatnya untuk menghindari perjodohan yang dilakukan oleh kakeknya dengan anak seorang pengusaha kaya, berakhir tragis seperti ini.Mendadak, Devan justru menikahi seorang wanita asing yang jauh dari kriterianya.Rania adalah wanita kampung dan juga dari kelas bawah. Mengedarkan pandangan–Devan menjelajahi setiap sudut ruangan. Dia mengamati satu per satu benda yang berada di dalam kamar, hingga suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan pria itu. Mendapati sosok yang melangkah masuk ke dalam kamar, membuat api yang sudah nyaris padam dalam diri Devan kembali berkobar. Emosi kini telah kembali menyelimuti wajah tampan sang casanova.Alis tebalnya menyatu dan matanya pun menggelap. "Kamu sudah menjebakku. Kamu lihat saja, apa yang akan aku lakukan pada hidupmu, Nona Rania!" ancam Devan seketika.Brak!Takut perkataan Devan terdengar oleh orang luar, Rania cepat-cepat menutup pintu.Dia khawatir ada yang me
Tanpa terasa, mentari sudah kembali bersinar. Pagi-pagi sekali, Rania sudah bangun dari tidurnya untuk menyiapkan keperluan Devan. Walaupun mereka sepakat akan bercerai setelah satu tahun pernikahan mereka, namun Rania berjanji akan mengurus Devan selayaknya seorang suami. Bagaimanapun juga, pria itu telah membantunya. Jadi, setelah membersihkan diri, Rania segera ke luar dari dalam kamar mengabaikan Devan yang masih tidur di sofa. Dia akan membuatkan kopi untuk suaminya. Dibukanya salah satu kabinet kecil, guna mengambil gula dan kopi yang tersimpan di dalamnya. Namun, begitu lama-menelusuri ruang kecil itu--Rania tak menemukan apa yang dia cari. "Bukankah biasanya kopi dan gula simpannya di sini?" gumam Rania yang bertanya pada dirinya sendiri. Mungkin saja sudah dipindahkan ketempat yang lainnya, setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Rania. Wanita itu kembali mencari di dalam kabinet yang lainnya. Namun, apa yang dia cari tak kunjung dia temukan, hingga Rania mend
Beberapa menit mengemudikan kendaraan roda duanya, kini Devan dan Rania telah tiba di sebuah hunian kecil yang begitu sederhana. Pandangan Rania tak pernah putus dari rumah kecil itu. Dia begitu penasaran kediaman di depannya itu milik siapa. "Apakah ini, rumahmu?" tanya Rania hati-hati, seraya kedua kakinya melangkah dengan ragu. Devan menggeleng. "Bukan. Ini rumah kontrakkan kita. Setidaknya, jauh lebih baik kalau kita tinggal di sini, dari pada hidup di rumah orang tuamu!" tegasnya. Tak lama, pria itu melangkah masuk ke dalam pekarangan rumah. Namun, Devan menghentikan langkah kakinya saat menyadari kalau Rania yang masih berada jauh di belakangnya. "Ayo! Ngapain kamu masih di sana?" "Tapi, bagaimana kita membayarnya? Akan lebih baik kalau kita mencari kos saja. Bukankah, kalau menyewa sebuah rumah akan lebih menguras kantong?" Devan menarik napasnya dalam. Seandainya saja wanita di depannya ini mengetahui siapa dia, mungkin Rania tidak akan mencemaskan masalah biayany