Sejak tadi Rania masih merasa dirinya dejafu. Namun, semua itu nyata-rasa kecewa yang bertumpuk segera Rania luapkan. Wanita itu enggan dipeluk oleh Devan."Lepaskan! Lepaskan aku! Lepaskan!" Rania memberontakkan tubuhnya sekuat mungkin, dengan tangis yang telah pecah. Dia benar-benar merasakan sakit hati yang teramat sangat pada pria berstatus suaminya itu.Airmata pun tak terbendung lagi oleh Devan. Dia tahu--Rania begitu marah atas kebohongan yang dia lakukan selama ini, "Maafkan aku, maafkan aku. Aku terpaksa melakukannya. Aku terpaksa. Tapi, aku benar-benar tulus dan serius dengan pernikahan ini," ujar Devan tergesa-gesa, dengan air mata yang terus saja luruh.Ucapan Devan bagai sebuah percikan api. Amarah di dalam dirinya pada Devan semakin bertambah, rasa sakit hati itu pun semakin saja menjadi. Dengan sekuat tenaga Rania kembali memberontakkan tubuhnya, "Lepaskan aku, Dev! Lepaskan aku!" Dan, kali ini Rania berhasil melepaskan pelukan Devan, dan apa yang wanita itu lakukan hamp
Ada hal janggal yang dia temui pada layar computernya, kakek Darma beranjak dari singgasananya. Dia yakin Devan telah melakukan sesuatu. "Kita ke kamar Devan!" ujarnya datar, dan segera melangkahkan kakinya dari dalam ruangan yang disusul oleh anak buah dari belakang. Tak ada senyuman-atau apa pun itu. Tetap tanpa ekspresi, dengan sorot mata tajam, dan hal itu menimbulkan suasana tegang disekitarnya. Para pelayan yang berpapasan dengan laki-laki tua itu, segera menepi dan tentunya memberi hormat., namun wajah mereka telah dipenuhi tanda tanya. "Apakah, ada hal buruk yang terjadi?" gumam seorang pelayan wanita. Mendapati hal yang menegangkan yang ditunjukkan seorang Darma Wijaya, seorang pelyan wanita meyakini ada hal serius yang terjadi di rumah mewag itu. "Sepertinya Tuan Besar pergi ke kamar Tuan muda Devan. Mungkinkah, Tuan muda Devan telah melakukan kesalahan lagi?" sahut rekannya dengan tatapan penuh tanda tanya, dan disambut pelayan wanita itu dengan mengangkat kedua pundakn
Rania sontak memalingkan pandangannya pada arah pandang Desi--dan nampak sedikit kaget setelah melihat pemandangan pada gedung bertingkat. "Bahkan aku pun tak mengetahui kalau Komisaris akan menyerahkan jabatannya pada Pak Devan hari ini,"gumam Desi--dengan wajah bodohnya, dan itu mengalihkan pandangan Rania sekilas padanya. Rania kembali menonton tayangan pada gedung bertingkat itu dengan begitu khusuk. Wanita itu menonton--rangkain demi rangkaian acara yang tengah dilangsungkan di Wijaya Group. Devan terlihat begitu tampan, dan juga berwibawa dalam balutan jas berwarna hitam yang sangat pas di tubuhnya, dan terlihat semakin menawan, dengan tatanan rambutnya yang dibuat sedemikian rupa. Pria itu terus melepaskan senyumnya, saat menyambut jabatan tangan dari para petinggi perusahaan, dan juga rekan bisnis atau pun colega. Dan tak berlangsung lama, nampak seorang wanita cantik dengan penampilannya yang modis, memberi selamat--dan keduanya berfoto bersama, dengan sang wanita yang men
Walaupun tengah terbakar oleh api amarahnya yang teramat sangat--sebisa mungkin Devan menahan bara yang hampir meledak di dalam diri. Bagaimana tidak? Sebab dalam acara penyerahan jabatan ada pula seorang wanita yang tidak asing bagi diri pria itu. "Tuan, anda baik-baik saja?" tanya Deni dengan setengah berbisik, mendapati adanya sosok wanita masa lalu sang Tuan muda-pria itu yakin kalau Devan pasti sedang tidak baik-baik saja. Devan mendesahkan napasnya kasar--bahkan tarikan napas pria itu mampu terdengar jelas. Devan nyata terlihat sedang tidak baik-baik saja--namun sebisa mungkin pria itu menahannya agar terlihat baik-baik saja. "Kapan, wanita itu datang?" tanya Devan dengan nada suaranya yang datar--terlihat tenang--namun aura yang pria itu tunjukkan terasa mencekam. Sorot mata Devan laksana mata pisau yang mengeluarkan kemilaunya. "Nona Sarah datang dua hari yang lalu, dan Tuan besar yang mengundangnya khusus agar datang ke acara ini," ujar Deni dengan nada yang masih sama. Pr
Devan masih tetap setia membiarkan tangan Sarah mengudara--Devan seolah enggan menyambut uluran tangan wanita itu. Apa lagi melihat senyuman di wajah Sarah seperti tak ada rasa bersalah sama sekali membuat rasa sakit itu kian menusuk.Masih setia mengabaikannya--hingga bisikan dari Deni membuat pria itu sekilas menatap anak buahnya itu."Tuan. Segera sambut jabatan tangan Nona Sarah semua orang memperhatikan kalian berdua," ujar Deni pelan, dan kembali menjauhkan wajahnya dari telinga Devan. Sudah beberapa detik tangannya mengudara--apa lagi melihat banyak pasang mata yang menatap mereka membuat betapa malunya Sarah kini. Sarah memang benar-benar malu, sebab Devan nampak mengabaikannya. Tetap terseyum, namun ada pias di wajah cantik itu. Saat tangan itu akan berangsut turun--Devan meraihnya. "Hai juga Sarah," sahut Devan dengan nada suaranya yang datar, ada lengkungan sinis yang tersungging di kedua sudut bibir pria itu. Dia sangat membenci wanita di depannya ini.Sudah lama tak bers
Kenyataan yang baru saja Desi dengar--bukan hanya membuatnya kaget saja, namun juga shyok. Apa lagi hubungan Rania dan Devan yang masih terus terjalin hingga saat ini membuat kekhawatiran di dalam diri Desi kian menjadi saja. "Aku harus mengatakan semua ini pada Rania-sebab bagaimanapun dia harus mengetahuinya--kalau mantan kekasih Devan telah kembali!" gumam Desi dengan nada berapi-api, dan segera melangkah pergi dari ruangan itu. Satu jam kemudian Acara yang diselenggarakan telah usai. Para tamu undangan pun banyak yang sudah pulang. Devan masih berbincang dengan beberapa tamu yang tersisah, dan hal itu tak luput dari pandangan seorang Sarah yang terus memperhatikan pria itu. UHUUK UHUUK Kakek Darma berpura-pura batuk, dan apa yang lelaki tua itu lakukan membuat Sarah tercengang--wanita itu menoleh sekilas pada kakek Darma, wajahnya pun telah bersemu merah. "Sepertinya kau masih begitu mencintai cucuku-Sarah!" goda kakek Darma dengan datar,, ada lengkungan kecil yang terlukis
Devan mengeluarkan pandangan lewat kaca jendela mobil--guna mengintip apa yang kini menjadi pusat perhatian para pengguna jalan lainnya. Sontak, kedua mata pria itu membelalak lebar begitu mendapati sosok tidak asing untuknya. Kedua pria muda nampak menghancurkan dagangan milik Rania, dan yang lebih menyedihkan orang-orang disekitar hanya menontonnya saja. Devan geram--pria itu benar-benar tidak terima dengan apa yang kedua pria asing itu lakukan pada istrinya. Membuka pintu mobil dengan kasar, Devan akan menurunkan kedua kakinya. Namun cekalan tangan Deni, menghentikan gerakan kaki itu. Berbalik, dan menatap Deni dengan penuh tanda tanya."Saya mohon, jangan lakukan ini, Tuan, Ini terlalu beresiko-untuk anda!" ujar Deni memperingatkan, kekhawatiran nyata terlihat di wajah pria yang usianya satu tahun di bawah Devan itu.Devan menghempaskan kuat tangan Deni--yang membuat cekalan tangan pria itu seketika terlepas. Bara kian terlihat nyata di wajah tampan Devan, "Kau tidak dapat memaham
Begitu lembut ciuman yang Devan ciptakan, mampu menghadirkan gelenyar aneh yang menembus hingga ke tulang sum-sum. Bagai benang kusut, Rania mencoba untuk mengenyahkan semua hal buruk akan kenyataan hubungannya dan Devan yang sebenarnya. Dia menikmati ciuman panas suaminya--membiarkan diri itu tenggelam dalam lautan birahi bersama pria yang dia cintai. Hanyut, bolamata Rania telah nampak sayup-sayup Devan berhasil membangkitkan napsu birahi yang sudah lama hilang. Namun, kenyataan itu kembali melintas--begitu kuat dalam ingatan memaksa Rania agar ke luar. Membiarkan Devan beraksi--sebab semua telah terasa hambar. Hingga, remassan pada salah satu dadanya membuat tautan bibir itu sontak Rania lepaskan. Segera memberi jarak antara dirinya dan suami, dengan napas yang masih tersenggal-membiarkan diri tersiksa dalam birahi yang tak mampu tersalur. "Kenapa? Apakah, ada yang salah? Aku ini suami mu, Rania---?" Suara bariton itu telah berubah parau, awan hitam pun sudah menyelimuti wajah t