Hancur benar-benar hati seorang Rasty. Pengakuan Andra--benar-benar membuat dunianya terguncang. Dia sedang mengandung anak dari pria itu, namun dengan gamblangnya Andra mengakui kalau dia masih memiliki rasa pada Rania, wanita yang tak lain adalah adik-angkatnya. Rasty tak mampu menahan diri untuk menumpahkan airmata yang sedari tadi dia bendung. Butir-butir kristal itu--kini luruh membasahi kedua pipi wanita itu. "Rasty!" Suara panggilan dari sang Bunda, membuat Rasty tercengang. Tak, ingin Mama Anita mengetahui kalau dia tengah menangis dengan cepat punggung tangan Rasty mengujap jejak basah yang tertinggal pada kedua pipinya. Telah mendekat dengan Rasty--airmuka Mama Anita mendadak berubah--begitu dirinya mendapati mata Rasty yang nampak memerah. Telah mendengar pertengkaran, emosi yang sudah ada di dalam diri kian menyeruak. "Kamu, bertengkar dengan Andra-lagi?!" tanya Mama Rasty dengan nada suaranya yang penuh emosi. Rasty hanya diam, wanita itu seolah kehilangan kata-k
Suara panggian dari Rasty cukup membuat Andra terkejut. Lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri panggilan teleponenya dan Susi. "Sus, Mas tutup teleponenya--istri Mas datang," bisik Andra dengan nada suaranya yang tergesa-gesa, namun pias yang juga kepanikan nyata terlihat di wajah pria itu. Susi tersenyum--sebelumnya akhirnya wanita itu bersuara, "Oke, Mas~sampai ketemu nanti," pamit Susi dengan nada suaranya yang mendayu-dayu, dan memutuskan sambungan teleponenya dan Andra. Andra mengeram kesal. Wajahnya itu menegang, nyata terlihat kilatan api yang membakar manik hitam legamnya-bagi pria itu-kedatangan Rasty hanya mengganggu kesenangannya saja. "Andra! Mas Andra!" Terdengar kembali Rasty yang menyeruhkan dirinya dengan lantang, seraya memaksa membuka pintu kamar mandi. Suara panggilan dari Rasty lagi semakin menyalahkan api amarah di dalam diri Andra. Memasukkan gawai ke dalam saku celana, dan membuka pintu kamar mandi dengan kasar. "Apa yang kamu lakukan di dalam?!" tany
Beberapa menit melakukan perjalanan dari kontrakkan Susi, kini Devan telah kembali tiba di depan sebuah gedung bertingkat. Pria itu tak langsung turun dari dalam mobil. Devan terlihat sedang sibuk, pria itu sedang menggantikan pakaian mewahnya, dengan pakaian yang begitu sederhana. Membuka kaos bermerek, dan menggantikannya dengan kaos yang memiliki harga yang murah, dan apa yang pria itu lakukan ternyata mengalihkan perhatian Deni. Lelaki muda itu terus menatap sang Majikan lewat kaca spion dalam mobil, dengan senyum yang menbungkus. Deni seperti tengah menahan tawa. "Hidup anda benar-benar merepotkan. Cinta benar-benar bisa membuat orang jadi gila, dan terlihat bodoh," gumam Deni dalam hati, masih dengan diam-diam menatap Devan. Tak sengaja melemparkan pandangannya ke arah lain. Gerakan tangan Devan sontak berhenti, kala mendapati senyuman Deni [padanya. Pria itu yakin, kalau Deni tengah menertawakan dirinya dalam hati. Wajahnya menegang, sorot mata Devan--sontak berubah tajam
Wajahnya membeku, dengan tak ada kedipan sama sekali, berkali-kali Andra menelan ludanya kelat, pemandangan di depan mata--sungguh menggiurkan. Bagaimana Andra tidak tergoda, kini Susi melebarkan kedua paha--wanita itu kini terlentang pasrah, memamerkan inti miliknya yang sudah basah. Telah terbakar oleh api gairahnya, Susi benar-benar tersiksa kala Andra tak kunjung memasukinya. Menurunkan pandangan di mana Andra masih setia menatap pada area intinya. "Mas Andra, ayo--," lirih Susi, dengan nada suaranya yang seperti desahan. Wanita itu menatap Andra dengan harap, nyata terlihat kabut gairah yang sudah membakar pada kedua manik hitam legamnya. Panggilan dari Susi berhasil membela dunia dari Andra. Pria itu sontak melemparkan pandangannya pada Susi, di mana wanita itu tengah menatapnya dengan penuh napsu. Sebagai pria normal--tentunya Andra pasti sangat menginginkannya. Apa lagi melihat inti Susi yang sudah sangat basah oleh cairannya, Andra benar-benar tidak tahan. Namun, kedu
Rasty benar-benar tak mampu membendung rasa sakit hatinya itu lagi. Riana! Riana! Riana! Dia yakin--kalau hanya nama itu yang menjadi semua akar dari permasalahannya dan Andra. Tak, memperdulikan guncingan orang-orang nanti, tak memperdulikan kehamilannya yang sudah membesar--Rasty kembali mendatangi Wijaya Group. Sengaja datang lebih awal, menunggu kedatangan Rania--yang juga belum menunjukkan batang hidungnya. Rasty benar-benar menebalkan mukanya, tak memperdulikan tatapan para karyawan WG--yang menatapnya seraya berbisik. "Aku nggak perduli kalau sampai Mas Andra, yang semakin membenciku--yang jelas aku harus memberikan pelajaran pada Rania!" geram Rasty dengan wajah yang kian mengeras, bahkan dadanya sampai kembang-kempis akan emosinya yang teramat sangat. Duduk disebuah bangku yang terletak tak jauh dari bibir jalan raya--pandangan Rasty terus dia lemparkan pada arah, di mana biasanya kedatangan Rania. Lama menunggu, sosok yang ditunggu akhirnya datang juga. Rasty bera
Seolah melupakan kesedihan yang tengah dia rasakan--Rania begitu terkejut, bahkan juga shyok saat melihat pemandangan di depan mata. Takut, sesuatu terjadi pada Rasty dan bayinya dengan segera Rania menghampiri Rasty yang terus meringis kesakitan, bahkan telah menangis. Menyentuh pundak Rasty, namun langsung ditepis oleh wanita itu. "Lepaskan! Jangan menyentuhku! Aku tidak sudi disentuh--oleh anak pelacur, dan pembawa sial seperti dirimu!" teriak Rasty dengan nada penuh emosi. Begitu membenci Rania--membuatnya enggan disentuh oleh wanita itu. "Aku juga tidak sudi menolongmu, sebab aku tahu--kau begitu membenciku. Namun, kau harus segera dilarikan ke rumah sakit!" sahut Rania dengan lantang. "Lepaskan! Pergi kau, Rania---Pergi!" teriak Rasty dengan kemarahan semakin menjadi-jadi, wanita itu benar-benar enggan ditolong oleh Rania. Namun, sekejap Rasty berteriak kesakitan--kala merasakan sakit pada perutnya. "Mas, Andra cepat bawa mobil kamu kemari, kita bawa kak Rasty ke rumah sakit
Dahi Rania berkerut samar--pertanyaan yang sang ayah angkat--layangkan menciptakan kebingungan di wajah wanita berusia 25 tahun itu. Rania menatap papa Hendra dengan pandangan yang sangat sulit untuk diartikan. "Andra?" sahut Rania setelah sekian detik lamanya. "Iya. Apakah, kau masih berhubungan dengannya?" tanya Papa Hendra, kedua pualam laki-laki berusia setengah abad itu menatap Rania dengan lekat-lekat. Rania terkekeh tertahan--airmuka tak lagi sama. Ada rasa menggelitik, namun juga marah,"Aku dan Mas Andra, benar-benar sudah berakhir, Paa--, jadi apa yang dituduhkan Mama dan kak Rasty itu sama sekali tidak benar! Aju benar-benar sudah mengikhlaskan Mas Andra untuk kak Rasty!" Rania menekan kata dipenghujung ucapannya, agar Papa Hendra dapat percaya dengan kebenaran yang dia katakan. Airmuka Papa Hendra tak lagi sama. Berarti selama ini kecemburuan putrinya tak beralasan. Rania-anak angkatnya ternyata telah benar-benar berakhir dengan Andra, "Papa mengirah kau dan Andra, diam
Andra mengayunkan langkah kaki--membawa kembali diri pada ruangan yang menjadi ruang operasi sang istri. Dari jauh airmuka itu mendadak berubah begitu dirinya mendapati sang Ibu mertua yang tengah terisak, dan nampak sang ayah mertua sedang berusaha menenangkan. Penasaran--dengan apa yang terjadi, Andra mempercepat langkah kaki itu."Paa, Maa, apa yang terjadi?!" tanya Andra dengan nada suaranya yang menuntut, pria itu menurunkan pandangannya menatap kedua sosok mertua yang duduk disebuah kursi tunggu. Papa Hendra, dan Mama Anita--sontak mengangkat wajah mereka. Airmuka Mama Anita berubah tegang begitu dirinya mendapati keberadaan Andra di depan mata. Menyalahkan atas apa yang terjadi pada putrinya akibat sang menantu, dengan segera Mama Anita bangkit berdiri. Membawa langkah kakinya pada Andra, dan setelah mendekat, wanita paruhbaya itu segera menghadiai pipi Andra dengan sebuah tamparan yang cukup keras.PLAAK!Papa Hendra terperangah--mulutnya setengah terbuka--lelaki paruhbaya it