Seolah melupakan kesedihan yang tengah dia rasakan--Rania begitu terkejut, bahkan juga shyok saat melihat pemandangan di depan mata. Takut, sesuatu terjadi pada Rasty dan bayinya dengan segera Rania menghampiri Rasty yang terus meringis kesakitan, bahkan telah menangis. Menyentuh pundak Rasty, namun langsung ditepis oleh wanita itu. "Lepaskan! Jangan menyentuhku! Aku tidak sudi disentuh--oleh anak pelacur, dan pembawa sial seperti dirimu!" teriak Rasty dengan nada penuh emosi. Begitu membenci Rania--membuatnya enggan disentuh oleh wanita itu. "Aku juga tidak sudi menolongmu, sebab aku tahu--kau begitu membenciku. Namun, kau harus segera dilarikan ke rumah sakit!" sahut Rania dengan lantang. "Lepaskan! Pergi kau, Rania---Pergi!" teriak Rasty dengan kemarahan semakin menjadi-jadi, wanita itu benar-benar enggan ditolong oleh Rania. Namun, sekejap Rasty berteriak kesakitan--kala merasakan sakit pada perutnya. "Mas, Andra cepat bawa mobil kamu kemari, kita bawa kak Rasty ke rumah sakit
Dahi Rania berkerut samar--pertanyaan yang sang ayah angkat--layangkan menciptakan kebingungan di wajah wanita berusia 25 tahun itu. Rania menatap papa Hendra dengan pandangan yang sangat sulit untuk diartikan. "Andra?" sahut Rania setelah sekian detik lamanya. "Iya. Apakah, kau masih berhubungan dengannya?" tanya Papa Hendra, kedua pualam laki-laki berusia setengah abad itu menatap Rania dengan lekat-lekat. Rania terkekeh tertahan--airmuka tak lagi sama. Ada rasa menggelitik, namun juga marah,"Aku dan Mas Andra, benar-benar sudah berakhir, Paa--, jadi apa yang dituduhkan Mama dan kak Rasty itu sama sekali tidak benar! Aju benar-benar sudah mengikhlaskan Mas Andra untuk kak Rasty!" Rania menekan kata dipenghujung ucapannya, agar Papa Hendra dapat percaya dengan kebenaran yang dia katakan. Airmuka Papa Hendra tak lagi sama. Berarti selama ini kecemburuan putrinya tak beralasan. Rania-anak angkatnya ternyata telah benar-benar berakhir dengan Andra, "Papa mengirah kau dan Andra, diam
Andra mengayunkan langkah kaki--membawa kembali diri pada ruangan yang menjadi ruang operasi sang istri. Dari jauh airmuka itu mendadak berubah begitu dirinya mendapati sang Ibu mertua yang tengah terisak, dan nampak sang ayah mertua sedang berusaha menenangkan. Penasaran--dengan apa yang terjadi, Andra mempercepat langkah kaki itu."Paa, Maa, apa yang terjadi?!" tanya Andra dengan nada suaranya yang menuntut, pria itu menurunkan pandangannya menatap kedua sosok mertua yang duduk disebuah kursi tunggu. Papa Hendra, dan Mama Anita--sontak mengangkat wajah mereka. Airmuka Mama Anita berubah tegang begitu dirinya mendapati keberadaan Andra di depan mata. Menyalahkan atas apa yang terjadi pada putrinya akibat sang menantu, dengan segera Mama Anita bangkit berdiri. Membawa langkah kakinya pada Andra, dan setelah mendekat, wanita paruhbaya itu segera menghadiai pipi Andra dengan sebuah tamparan yang cukup keras.PLAAK!Papa Hendra terperangah--mulutnya setengah terbuka--lelaki paruhbaya it
Hawa dingin yang menyeruak di dalam tubuh, dan pemandangan taman yang menghijau, dengan beraneka bunga yang tersaji di depan mata, mampu membuat suasana hati Rania jauh lebih baik. Setidaknya kesedihan itu sedikit mampu terobati walaupun hanya sesaat saja. "Bagaimana? Apakah, sudah jauh lebih baik?" tanya Devan setelah sekian detik lamanya, dan saat mendapati ice cream milik Rania hanya tersisa setengah saja, Mengulas senyum di wajah, dan bersuara, "Setidaknya suasana hatiku sudah jauh lebih baik," sahut Rania, dan diakhir ucapannya wanita itu kembali menciptakan senyum kecilnya. Hening kembali menyelimuti--kala Devan dan Rania kembali diam, menikmati keindahan taman larut dalam dunianya masing-masing. Begitu menikmati dunia mereka, membuat pasangan suami-istri itu sampai tidak menyadari kalau sedari tadi ada seseorang yang mengabadikan kebersamaan keduanya. Seringai licik tersungging disudut bibir Dion, saat melihat gambar-gambar hasil jepretannya, "Aku tidak bisa membayangka
Satu minggu kemudian Satu minggu telah berlalu--dan dalam satu minggu terakhir ini hubungan Susi dan Andra semakin mesrah, dan hal itu, memberi dampak buruk--untuk rumah tangganya dan Rasty. "Kamu, dari mana saja--Andra?! Kenapa, kemarin kamu tidak pulang?!" tanya Rasty dengan nada penuh emosi, seraya membawa langkah kakinya menyusul Andra--yang melangkah masuk ke dalam kamar. Hal yang terjadi menarik perhatian pada Hendra, dan juga Mama Anita yang nampak terusik dengan kemarah dari putri mereka. Mama Anita terlihat terpancing oleh amarahnya. Wanita paruhbaya itu akan bangkit berdiri, namun cekalan tangan papa Hendra--membuat tubuh yang akan bangkit dari kursi kembali dia urungkan. "Jangan," pinta Papa Hendra dengan lirih, seraya menatap Mama Anita dengan tatapan memohon. Mama Anita mendaratkan tubuh dengan gerakan yang kasar, wajahnya pun nampak mengeras,"Jangan, bagaimana?! Papa lihat sendiri sikap Andra akhir-akhir ini pada Rasty, menurut Mama sudah sangat keterlaluan! Mun
Pagi hari Kediaman Papa Hendra Mama Anita tak mampu menyembunyikan keterjutannya--begitu melihat video yang dikirimkan oleh salah satu temannya pada aplikasi WA. "Nggak! Ini nggak mungkin. Ini pasti bukan Andra!" gumam Mama Anita, jantungnya berdebar cepat--wajahnya pucat pasih bagai tak teraliri darah sama sekali. Tak-ingin mempercayai video yang dia lihat--Mama Anita memperbesar tampilan layarnya--menatap wajah sosok pemeran pria. Namun, pemeran pria dalam vide panas itu benar-benar Andra--Menantunya. "Ini benar-benar, Andra! Oh Tuhan---, bagaimana bisa?" gumam Mama Anita, dengan wajah shyoknya--wanita itu membekap mulutnya kuat-kuat dengan satu tangannya melihat bagaimana panasnya Andra bercinta dengan wanita itu. Suara pintu terbuka--tak mampu menarik perhatian Mama Anita. Wanita paruhbaya itu hanya sekilas melirik dan kembali memfokuskan pandangannya pada layar HP dan ternyata hal itu menarik perhatian Papa Hendra, yang seketika menyimpan rasa penasaran video apa yang ditont
Melangkah kakinya ke dalam bangunan Wijaya Group--raut wajah Andra nampak seperti seseorang yang kebingungan. Bagaimana, tidak? Sebab sepanjang perjalanan pria itu-karyawan-karyawan dari Wijaya Group menatapnya sembari berbisik, ada pun yang menertawakan dirinya dan tentu saja hal itu memancing tanda tanyabesar dalam diri seorang Andra. "Apakah, ada yang salah dengan penampilan aku? Ataukah, karyawan-karyawan di sini-sudah mengetahui hubungan aku dan Susi? Dan, mereka sedang menggosipkan aku," gumam Andra dalam hati, pria itu nampak berpikir keras. Andra telah tiba di lantai--lantai di mana ruang kerjanya berada. Sudah tidak sabar mengetahui Susi masih bekerja atau tidak di Wijaya Group, pria itu segera melayangkan pertanyaan namun dengan berbagai cara agar tak memancing kecurigaan karyawan. "Ehem-ehem--." Andra berpura-pura berdehem, hanya untuk memberitahukan kedatangannya. Sontak ketiga karyawati yang tengah bergosip segera menolehkan wajah mereka pada asal suara, airmuka yang
Kesedihan membuat Andra seolah melupakan rasa malunya. Pria itu melangkahkan kakinya berat--dengan menenteng sebuah kotak di mana berisi barang-barang miliknya. Sepanjang perjalanan--Andra tak luput dari pandangan karyawan-karyawan Wijaya Group yang menatapnya dengan mencemooh, dan mencibir."Dasar nggak tahu, malu!" hardik seorang wanita berkemeja hitam. "Iya. Benar-benar nggak punya malu!" timpal seorang wanita berkemeja putih, menatap Andra dengan mencemoh. Namun, semua cemohoan itu benar-benar tak diperdulikan oleh Andra. Frustasi memikirkan permasalahan yang terjadi di dalam hidupnya, dan juga kehilangan pekerjaan membuatnya tak memperdulikan bagaimana cara karyawan Wijaya Group memperlalukan dirinya. Beberapa menit kemudian Andra telah tiba di depan gedung. Andra tak langsung melangkah menghampiri kendaraan roda empatnya yang terparkir di halaman parkir. Pria itu menengadah- menatap langit biru yang terlihat begitu cerah, dengan mentari yang bersinar begitu terang hari ini.