Hawa dingin yang menyeruak di dalam tubuh, dan pemandangan taman yang menghijau, dengan beraneka bunga yang tersaji di depan mata, mampu membuat suasana hati Rania jauh lebih baik. Setidaknya kesedihan itu sedikit mampu terobati walaupun hanya sesaat saja. "Bagaimana? Apakah, sudah jauh lebih baik?" tanya Devan setelah sekian detik lamanya, dan saat mendapati ice cream milik Rania hanya tersisa setengah saja, Mengulas senyum di wajah, dan bersuara, "Setidaknya suasana hatiku sudah jauh lebih baik," sahut Rania, dan diakhir ucapannya wanita itu kembali menciptakan senyum kecilnya. Hening kembali menyelimuti--kala Devan dan Rania kembali diam, menikmati keindahan taman larut dalam dunianya masing-masing. Begitu menikmati dunia mereka, membuat pasangan suami-istri itu sampai tidak menyadari kalau sedari tadi ada seseorang yang mengabadikan kebersamaan keduanya. Seringai licik tersungging disudut bibir Dion, saat melihat gambar-gambar hasil jepretannya, "Aku tidak bisa membayangka
Satu minggu kemudian Satu minggu telah berlalu--dan dalam satu minggu terakhir ini hubungan Susi dan Andra semakin mesrah, dan hal itu, memberi dampak buruk--untuk rumah tangganya dan Rasty. "Kamu, dari mana saja--Andra?! Kenapa, kemarin kamu tidak pulang?!" tanya Rasty dengan nada penuh emosi, seraya membawa langkah kakinya menyusul Andra--yang melangkah masuk ke dalam kamar. Hal yang terjadi menarik perhatian pada Hendra, dan juga Mama Anita yang nampak terusik dengan kemarah dari putri mereka. Mama Anita terlihat terpancing oleh amarahnya. Wanita paruhbaya itu akan bangkit berdiri, namun cekalan tangan papa Hendra--membuat tubuh yang akan bangkit dari kursi kembali dia urungkan. "Jangan," pinta Papa Hendra dengan lirih, seraya menatap Mama Anita dengan tatapan memohon. Mama Anita mendaratkan tubuh dengan gerakan yang kasar, wajahnya pun nampak mengeras,"Jangan, bagaimana?! Papa lihat sendiri sikap Andra akhir-akhir ini pada Rasty, menurut Mama sudah sangat keterlaluan! Mun
Pagi hari Kediaman Papa Hendra Mama Anita tak mampu menyembunyikan keterjutannya--begitu melihat video yang dikirimkan oleh salah satu temannya pada aplikasi WA. "Nggak! Ini nggak mungkin. Ini pasti bukan Andra!" gumam Mama Anita, jantungnya berdebar cepat--wajahnya pucat pasih bagai tak teraliri darah sama sekali. Tak-ingin mempercayai video yang dia lihat--Mama Anita memperbesar tampilan layarnya--menatap wajah sosok pemeran pria. Namun, pemeran pria dalam vide panas itu benar-benar Andra--Menantunya. "Ini benar-benar, Andra! Oh Tuhan---, bagaimana bisa?" gumam Mama Anita, dengan wajah shyoknya--wanita itu membekap mulutnya kuat-kuat dengan satu tangannya melihat bagaimana panasnya Andra bercinta dengan wanita itu. Suara pintu terbuka--tak mampu menarik perhatian Mama Anita. Wanita paruhbaya itu hanya sekilas melirik dan kembali memfokuskan pandangannya pada layar HP dan ternyata hal itu menarik perhatian Papa Hendra, yang seketika menyimpan rasa penasaran video apa yang ditont
Melangkah kakinya ke dalam bangunan Wijaya Group--raut wajah Andra nampak seperti seseorang yang kebingungan. Bagaimana, tidak? Sebab sepanjang perjalanan pria itu-karyawan-karyawan dari Wijaya Group menatapnya sembari berbisik, ada pun yang menertawakan dirinya dan tentu saja hal itu memancing tanda tanyabesar dalam diri seorang Andra. "Apakah, ada yang salah dengan penampilan aku? Ataukah, karyawan-karyawan di sini-sudah mengetahui hubungan aku dan Susi? Dan, mereka sedang menggosipkan aku," gumam Andra dalam hati, pria itu nampak berpikir keras. Andra telah tiba di lantai--lantai di mana ruang kerjanya berada. Sudah tidak sabar mengetahui Susi masih bekerja atau tidak di Wijaya Group, pria itu segera melayangkan pertanyaan namun dengan berbagai cara agar tak memancing kecurigaan karyawan. "Ehem-ehem--." Andra berpura-pura berdehem, hanya untuk memberitahukan kedatangannya. Sontak ketiga karyawati yang tengah bergosip segera menolehkan wajah mereka pada asal suara, airmuka yang
Kesedihan membuat Andra seolah melupakan rasa malunya. Pria itu melangkahkan kakinya berat--dengan menenteng sebuah kotak di mana berisi barang-barang miliknya. Sepanjang perjalanan--Andra tak luput dari pandangan karyawan-karyawan Wijaya Group yang menatapnya dengan mencemooh, dan mencibir."Dasar nggak tahu, malu!" hardik seorang wanita berkemeja hitam. "Iya. Benar-benar nggak punya malu!" timpal seorang wanita berkemeja putih, menatap Andra dengan mencemoh. Namun, semua cemohoan itu benar-benar tak diperdulikan oleh Andra. Frustasi memikirkan permasalahan yang terjadi di dalam hidupnya, dan juga kehilangan pekerjaan membuatnya tak memperdulikan bagaimana cara karyawan Wijaya Group memperlalukan dirinya. Beberapa menit kemudian Andra telah tiba di depan gedung. Andra tak langsung melangkah menghampiri kendaraan roda empatnya yang terparkir di halaman parkir. Pria itu menengadah- menatap langit biru yang terlihat begitu cerah, dengan mentari yang bersinar begitu terang hari ini.
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Devan yang tengah duduk santai sembari membaca buku. Hanya melirik sebentar pada Rania, dan kembali memfokuskan pandangan pada buku yang dibacanya. Rania menutup kembali pintu apartemen--setelah beberapa detik mematung di depan pintu. Membawa langkah kakinya masuk dengan pandangan yang tak terputus sama sekali dari Devan. "Apakah, kamu ingin mengatakan sesuatu padaku?" tanya Devan dengan nada suaranya yang datar, dan hal itu mampu membuat seorang Rania tercengang. Wanita itu mendaratkan tubuhnya dengan tergesa-gesa, airmuka yang Rania tunjukkan nampak tidak sabaran. Dan, Devan segera meletakkan buku dalam genggamannya, dan menatap Rania dengan lekat, "Katakan. Apa, yang ingin kamu katakan?" "Ini mengenai Andra." Devan berpura-pura tertarik, walaupun sesungguhnya dia sudah mengetahui apa yang akan Rania katakan. Tersenyum samar, ada kebahagiaan di wajah Devan, "Apa, itu?" tanya Devan, masih menatap Rania dengan tatapan yang sama."Andra---.
Dua hari kemudian Deni baru saja menyelesaikan makan malamnya. Masuk ke dalam kamar-pria itu merentangkan kedua tangan lebar-lebar, merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Mematahkan lehernya kekiri dan kanan, Deni merasakan tubuhnya jauh lebih baik setelah melakukan olah raga kecil."Hari yang melelahkan," gumamnya. Mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana--Deni mendapati gawainya yang mati total. Seharian beraktifitas di luar rumah-membuat daya ponsel pria itu habis. Mendaratkan tubuh pada sebuah kursi, Deni memakai kabel power bank untuk menyalahkan benda pipih miliknya itu.Begitu ponselnya telah kembali menyalah-- banyak pesan yang masuk ke dalam aplikasi WAnya, pria itu segera membaca beberapa pesan yang masuk dari beberapa teman, dan ada juga dari Devan. Setelah membalas pesan dari Devan, dengan iseng Deni masuk ke dalam aplikasi TIK-TOK nya. Senyuman membingkai di wajah pria itu, kala menonton berbagai video yang melewati berandanya.Hingga, seketika gerakan jari Deni m
Suara tawa begitu menggelegar--menggema di dalam ruangan, menciptakan kesan mistis bagi hunian yang berada tepat di bawah kaki bukit. Suara angin malam, dan suara lolongan anjing, menyatu dengan sempurna, menambah kesan horor, dan mampu membuat bulu kudukmu meremang. Tawa itu perlahan meredah. Menurunkan kedua kaki yang tersimpan di atas meja kerja, pria itu menyandarkan punggung kokohnya pada sandaran kursi--dengan senyuman kecil yang terpatri di wajahnya. "Jadi, foto-foto pada akun Tik-Tok bernama Wardhan telah terhapus?" tanya Dion, yang nampak menahan tawa. Iya-Tuan," sahut sang anak buah dengan nada suaranya yang takut-takut. Dion kembali terkekeh. Mendengar kepanikan Devan membuat pria itu terlihat sungguh sangat begitu bahagia. Dion-yakin kalau Devan pasti takut kalau foto-fotonya dan Rania, sampai terlihat oleh seorang Darma Wijaya. Tawa itu perlahan menghilang. Iris hitam Dion--telah menggelap, kala emosi telah berkobar di dalam diri pria itu. Menyeringai, laksana mata pi