***“Nona, mengapa Anda hobi sekali keluar masuk ruang interogasi ini?” Seorang Detektif yang bertugas menyidik Annelies malah mencibir sinis.Alih-alih menyambar, Annelies hanya memilih bungkam. Dan itu malah memicu sang detektif kesal.‘Aish, sial! Apa orang-orang kaya memang sombong semua?!’ batin Detektif itu menekuk wajahnya.Dia membuka laptop, lalu bertanya, “katakan, apa benar Anda bertemu Nona Duetche di kamar A2 lantai lima belas Robert Hotel?”Annelies tetap diam.“Nona Annelies, Anda tidak bisu! Jawab selagi saya masih bersabar!” decak Detektif itu meninggikan nadanya sebagai ancaman.“Apa benar kalian bertengkar, lalu Anda mencekik dan mendorong Nona Duetche sampai jatuh?” tanya Detektif tadi dengan gigi terkatup.Bahkan matanya menyorot dingin, tapi Annelies tetap tak mau buka suara.‘Merepotkan!’ geming Detektif tadi mulai geram.Dia melempar berkas laporan, lalu bangkit dengan amarah tertahan. Kakinya melangkah mendekati Annelies. Detektif itu membungkuk tepat di sebel
*** “Brengsek!” Logan melempar ponsel sekali pakai ke arah almari kaca sampai pecah. Amarahnya masih meluap. Dia menyambar tongkat golf dari sudut ruangan, lantas menghantamkannya ke layar komputer di meja kerjanya. “Argh … dasar jalang! Bagaimana dia bisa lolos dari penjara? Itu mustahil, harusnya mustahil!” dengus Logan kembali mengayunkan stick golf-nya pada guci bernilai puluhan juta hingga pecah berhamburan ke lantai. ‘Sial! Hampir saja!’ Dave yang berdiri di ruangan yang sama nyaris terkena pecahan guci. Dia mengamati wajah sang kakak yang merah padam seraya membatin, ‘gila! Kak Logan memang gila kalau sudah murka! Apa aku pergi saja? Aku bisa mati kalau dia marah padaku juga.’ Diam-diam Dave mundur, tapi mendadak Logan mendecak sengit. “Kenapa kerjamu tidak becus?!” “Heuh? Ka-kakak bicara padaku?” sahut Dave terbata. Logan mengangkat pandangan dengan sorot tajam. “Memang di sini ada anjing bodoh lagi selain kau?!” Dave tersentak, ekspresinya pun berangsur mura
Mobil yang dikemudikan Kaelus berputar hingga nyaris menabrak pembatas jalan. Kaelus pun mati-matian menguasai setir dan menginjak rem sedalam mungkin.“Ahh!” Annelies menjerit saat berpikir dirinya akan tersungkur.Namun, beruntung Dan Theo berhasil merangkulnya hingga Annelies tak sampai ambruk. Bahkan pria itu mendekapnya seolah menjadi tameng agar Annelies tidak terluka.“Kau tidak apa-apa?” Pria itu bertanya.Annelies mengangguk samar, tapi jelas dirinya terguncang karena tabrakan yang tiba-tiba. Dia menoleh ke belakang, irisnya pun berubah sebelar cakram saat melihat truk berjalan ugal-ugalan mengejar mobilnya.“Dan Theo, sepertinya mereka mengincar kita,” tutur Annelies dengan manik gemetar.“Aku tahu,” sahut Dan Theo yang lantas memasang sabuk pengaman melintangi tubuh Annelies.Dia melirik rekannya yang menyetir seraya berkata, “Kaelus, lakukan!”Kaelus pun tersenyum miring sambil mengangguk. Dia yang sempat kehilangan kendali karena tabrakan keras dari belakang, kini memicin
“Kau!” Annelies merengkuh masker wanita berkuncir kuda itu dengan cepat. Saat maskernya terbuka, Annelies bisa melihat tahi lalat di atas bibir wanita tersebut. “Pasti Kak Logan yang menyuruhmu!” tukas Annelies gemetar saat perutnya terasa dikoyak. Lawan bincangnya malah tersenyum miring, lalu mendekati telinga Annelies. “Jika aku menjawab ya, apa itu akan membuat kematianmu terasa ringan?” bisiknya memprovokasi. Sial, darah yang mengucur dari perut Annelies kian deras. Tapi ucapan wanita kuncir kuda itu justru memicu dendamnya membengkak. “Sampaikan padanya, sampai mati pun, dia tidak akan berhasil merebut milikku, ugh!” sahut Annelies seiring dengan darah yang muncrat dari mulutnya karena wanita tadi tiba-tiba mencabut belatinya dengan kasar. Sial, pandangan Annelies langsung kabur, bahkan kepalanya sangat berat dan pusing sebab kehilangan banyak darah. “Arghh ….” Dia merintih, tapi wanita kuncir kuda tadi hanya menatapnya dingin. “Brengsek! Beraninya kau memerintahku padaha
“Li-lidahnya hilang!” Tukang Kebun itu seketika ambruk dengan tubuh gemetar usai memeriksa mayat tersebut. Beberapa pelayan dan bodyguard langsung mendatangi rumah kaca. Mereka tertegun melihat kondisi mayat yang penuh tusukan dan tanpa lidah. “Ma-maria?!” Pelayan rambut pendek memekik saat mengenali mayat tadi. “Maria, apa yang terjadi padamu?!”Ya, mayat tersebut ternyata pelayan rambut ikal yang semalam bergosip dengannya. Seketika itu, pelayan rambut pendek tadi teringat sesuatu.‘Maria kehilangan lidahnya. Apa ini pembalasan karena dia selalu menyebar gosip keluarga Langford?’ batinnya menutup mulutnya yang menganga. ‘Astaga, mengerikan! Mu-mulai sekarang aku harus berhati-hati!’Saat itu mobil Logan keluar dari pelataran. Meski mansion dihebohkan oleh mayat pelayan, tapi Logan tak kaget sedikitpun. Wajahnya tampak dingin saat duduk di kursi belakang mobil. Dan itu membuat para pekerja mansion Langford tak berani bicara macam-macam.“Kenapa kalian hanya diam? Cepat bereskan ma
“Dan Theo, kau—”Annelies seketika menegang begitu sang suami menempelkan pistol ke pelipisnya. Jantung berdetak seperti drum, napasnya pun tercekat seolah paru-parunya lenyap saat Dan Theo menarik pelatuk senjata api itu.‘Tidak!’ batin Annelies yang sontak memejam.Melihat reaksi wanita itu, sebelah bibir Dan Theo malah merayap ke atas.‘Ekspresi tegangnya sangat menarik!’ gemingnya yang lantas mendekati wajah sang istri.“Harusnya kau tetap tenang di situasi seperti ini. Jangan tunjukan kelemahanmu untuk mengelabuhi lawan. Saat lawan berpikir kau kalah, itulah kesempatanmu menyerang!” bisik Dan Theo yang sekejap memicu Annelies membuka mata.Tatapannya meminta penjelasan, tapi Dan Theo hanya mengangkat sebelah alis dengan tenang.“Ini pistol kosong!” tukas pria itu yang memicu kening Annelies mengernyit.Dan Theo pun menjulurkan wajah hingga tepat di samping telinga Annelies. Napasnya yang panas kini menghangatkan tengkuk istrinya.“Lengah itu berbahaya. Siapapun lawannya, kau haru
‘Eugen Morkov! Rupanya Ayah mengirim orang kepercayaannya,’ batin Dan Theo dengan tampang dingin. “Sudah lama sekali. Bagaimana keadaan Anda, Big Boss? Ketua sangat khawatir.” Eugen-utusan yang dikirim ayah Dan Theo itu berkata usai menegakkan tubuhnya. Alih-alih jawaban, justru sorot tajam yang dikuarkan Dan Theo. Dia menyambar cerutu dan mengepulkan asapnya dalam diam. Eugen pun tahu dia tidak disambut, tapi dirinya tak bisa mengelak titah ketua! “Tuan Theodore—” “Eugen!” Dan Theo segera menyambar. Entah mengapa telinganya gatal jika dipanggil dengan nama tersebut. “Aku tahu selama ini Ayah mengawasiku. Ayah tahu apapun yang aku lakukan. Kenapa kau masih bertanya?!” tukas Dan Theo pelan, tapi nadanya mengandung ancaman. Eugen tersenyum. Tanpa malu dia berkata, “Anda tahu maksud Ketua baik.” “Jangan menceramahiku. Aku bisa marah padamu!” sahut Dan Theo memicing, tapi senyum Eugen tidak luntur. Inilah yang paling dibenci Dan Theo. Eugen terlalu setia pada ayahnya! “Akhir-akhir
“Aku suka melihatmu tidur, sangat cantik. Tapi kenapa saat bangun kau jadi galak?” tutur Harvey tersenyum di samping brankar Annelies. Dia yang mendengar Annelies dirawat di rumah sakit ini, sengaja datang tengah malam meski harus memakai kursi roda. Harvey membelai pipi Annelies seraya berkata, “aku berhasil menunda pernikahan dengan Samantha. Jika aku membantumu menjadi Komisaris, apa kau akan menerima cintaku?” Gerakan itu membuat Annelies terusik. Alisnya mengedut, tapi Harvey mengusap-usap kepalanya hingga dia kembali lelap. “Manis sekali,” gumamnya. Lelaki itu meraih tangan Annelies, lalu melanjutkan. “Kau harus tahu, Annelies. Tidak ada pria selain diriku yang berhak memilikimu seutuhnya!” Tanpa diduga, Harvey menggigit pergelangan tangan Annelies. Tatapannya berangsur tajam seiring gigitannya yang kian dalam. Saat itulah Annelies langsung terbangun karena tangannya sakit. “Argh! Apa yang kau lakukan?!” pekiknya kegat. Wanita itu buru-buru bangun dan sontak me