Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.
Tok tok tok."Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa."Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi."Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.Trak."Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi."..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca."Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon UminyaSemur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore. Namun tidak pada hari itu."Sudah jam 06.00 sore, kenapa belum pulang ya?" Gumam Arisa khawatir.Tik tok tik tok. Menunjukkan jam 08.00 malam.Dreeet dret tut."Kenapa gak diangkat? Apa ada masalah kerjaan ya?" Gumam Arisa sembari menelpon ulang Tris."Masih gak diangkat. Kalau lembur biasanya ngasih kabar duluan." Imbuh Arisa khawatir.Tik tok tik tok.Arisa duduk dimeja makan sambil sekali-kali menengok jam dinding."Sudah jam 10.00 malam. Kenapa belum pulang juga?" Gumam Arisa sembari mengucek matanya yang ngantuk.Tik tok tik tok.Ceklek."Hmm." Arisa terbangun dari tidurnya."Udah pulang? Sudah makan belum sayang?" Tanya Arisa."Apa ada masalah pekerjaan?" Tanya Arisa lagi."Aku mau mandi dulu." Jawab Tris ketus."Iya, aku tunggu di meja makan ya." Jawab Arisa.Tik tok tik tok."Kok lama banget ya, udah setengah jam belum keluar juga." Imbuh Arisa heran."Ya sudah, aku bawain ke kamar aja." Gumam Arisa sembari membawa nampan."Sayang, aku bawain semur ayam nih." Ucap Arisa ceria."Eh "Arisa terdiam melihat suaminya sudah berbaring di kasur."Sayang?" Panggil Arisa pelan sembari memegang bahu suaminya."Iya?" Jawab Tris serak."Kenapa dengan suaramu, sayang?""Kamu sakit ya?" Tanya Arisa sembari meletakkan tanganya di jidat Tris."Gak panas.""Apa sakit tenggorokan? Panas dalam?" Tanya Arisa beruntun."Kamu ngebangunin aku cuman buat nanyain itu? Ketus Tris."Oh enggak kok. Ini aku bawain semur ayam. Makan dulu yuk!" Bujuk Arisa."Gak." Tolak Tris"Ini semur ayam loh. Favorit kamu sayang." Bujuk Arisa lagi sembari memperlihatkan isi nampan yang dibawanya."Gak lapar." Tolak Tris ketus."Masa sih? Ini sudah dipanasin loh, pasti lebih...."Prang.Pecah. Semua makanan yang dibawa Arisa terbuang sia-sia. Masakan yang ia masak sepenuh hati ludes terbuang karena di dorong Tris."Sayang?" Tanya heran Arisa dengan mata berkaca-kaca."Aku sudah bilang gak lapar. Keluar sana!" Bentak Tris marah.Arisa buru-buru keluar dengan menyembunyikan air matanya. Berlari menuju kamar tamu yang jarang dipakai. Menyandarkan tubuhnya dipojokan pintu dengan posisi melingkarkan kedua tangannya di bawah lulutnya. Arisa menangis sendirian. Arisa memang mudah menagis jika orang yang disayangi membentaknya atau memarahinya tanpa sebab yang jelas.Rela menunggu suaminya sampai larut malam hanya untuk makan bersama. Namun nyatanya, penantian Arisa berbuah tangis. Tanpa ia sadari, Arisa belum makan sedikitpun karna mengkhawatirkan suaminya yang pulang telat."Hiks...hiks..., kenapa sakit sekali?" Tangis Arisa pecah."Hiks.., apa salahku?" Tanya Arisa ke dirinya sendiri."Kenapa dadaku...hiks... rasanya lebih sakit...hiks...dibanding luka dikakiku yang terkena pecahan mangkuk?" Tangis Arisa menjadi-jadi."Hiks...""Hiks...""Hiks...""Arisa.""Arisa.""ARISA ANITA ZAHRA!" Panggil Umi keras.Ternyata Umi sudah lama memanggil-manggil Arisa yang melamun. Namun tidak direspon Arisa. Arisa terlalu tenggelam dengan kenangannya sampai-sampai tidak mengubris Uminya yang tepat berada di depan wajahnya."Tolong sadar Arisa, Umi mohon." Pinta Umi sembari menghapus air mata yang membasahi pipi Arisa."Hiks... Umi, maafkan Arisa!" Ucap Arisa yang baru sadar dari melamun."Umi...hiks, maafkan Arisa!" Pinta Arisa.Grep.Umi langsung memeluk Arisa yang menangis. Umi tidak tega melihat anak semata wayangnya yang tidak bisa move on atas apa yang terjadi. Sesekali Umi menyeka air matanya agar tidak terlihat anaknya."Iya, Umi maafin kok. Kamu gak salah apa-apa nak." Hibur Umi dengan menepuk pelan punggung Arisa."Umi tau, kamu sedih. Tapi jangan sampai kamu mendzolimi diri kamu sendiri nak. Adakalanya kita harus bangkit dari masa lalu. Buktikan kalau dirimu kuat, tegar dan sanggup melaluinya. Buktikan kepada dunia!" Hibur Umi."Mau kan? Hmm? Tanya Umi sembari memperhatikan Arisa yang ada diperlukannya.Tuk."ARISA!" Teriak Umi.Umi hanya bisa duduk berpangku kedua tangannya sembari berdoa yang terbaik untuk anak kesayangannya, Arisa. Pasrah dengan keadaan dan tawakal agar diberikan kabar baik dari dokter. "Semoga baik-baik saja kamu nak." Doa Umi penuh harapan.Drap drap drap."Arisa kenapa Umi?" Tanya Abi yang masih ngos-ngosan sehabis berlari."Arisa pingsan, Abi. Waktu itu Umi mengantarkan makanan ke kamarnya dan Arisa hanya makan secuil nasi. Tiba-tiba menangis dan pingsan dipelukan Umi." Jawab Umi tergesa-gesa."Sudah, yang tenang Umi. Jangan panik dulu, baca istighfar Umi." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Umi."Astaghfirullah." Ucap Umi refleks."Kita doakan yang terbaik untuk Arisa ya Umi." Bujuk Abi sembari memeluk Umi.Umi yang dari tadi menahan air matanya tiba-tiba menetes dengan entengnya setelah dipeluk Abi. Sekuat-kuatnya Umi, Abi yang paling tahu bagaimana isi hati Umi yang sebenarnya. "Ingin menangis tapi tidak ingin dilihat orang lain", itulah yang tertulis di wajah Umi. Hanya Abi yang
Drap drap drap.Suara langkah kaki yang terburu-buru dan bergegas masuk ke salah satu bangsal. Berlari-lari kecil sembari mencari-cari seseorang namun tak kunjung ketemu. Tak mau menyerahkan, dokter itu tetap mengitari semua pasien yang ada di bangsal itu. Satu persatu pasien di bangsal itu dilihatnya dengan teliti. Hingga tersisa satu pasien yang belum dilihatnya yaitu pasien yang berada dipojok paling akhir dengan tirai tertutup.Hanya satu meter jarak antara dokter itu dengan pasien terakhir. Dokter itu terdiam sejenak untuk menghela nafas sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Tak lupa menyeka keringat di wajahnya. Sraaak.Tirai digeser perlahan dan separu tubuh pasien terlihat berbaring lengkap dengan selimutnya. Dokter itu berniat menggeser tirai itu lagi karena masih penasaran dengan wajah pasien. Namun, niatnya terhenti karena mendengar seseorang memanggilnya."Dokter, pasien yang kemarin ngamuk lagi!" Teriak perawat dari pintu bangsal."Dimana pasiennya?" Tanya dokter itu dan b
Umi Salma dan Abi Jakfar adalah orang tua Arisa yang selalu Zain ingat sampai sekarang. Sosok Umi yang sangat baik, peduli, perhatian, murah senyum dan penyayang kepada siapapun yang ia temui membuat Zain selalu ingat dengan Umi. Berbeda dengan Abi yang nampak ketus, dingin, dan jarang tersenyum, tapi hatinya punya kehangatan yang begitu besar. Nyatanya, Abi sering bercanda dan usil kepada istrinya sendiri. Dimata Zain, dua sosok yang berkebalikan terlihat sempurna ketika bersama.Zain pertama kali bertemu Umi Salma dan Abi Jakfar ketika berusia 15 th. Kala itu, Umi Salma dan Abi Jakfar pertama kalinya berkunjung ke panti asuhan anak "Mulia Indah". Kunjungan mereka ke panti asuhan untuk memberikan bantuan kepada anak-anak panti seperti membagikan pakaian, makanan, snack dan uang untuk keperluan pembangunan panti asuhan. Sebagai anak tertua disana, Zain sering membantu keperluan para tamu yang berkunjung. Seperti membantu memindahkan barang-barang yang didonasikan, mencatat pemasukan
Srrrr.Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.Tes tes.Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa."Hah,...bosannya." Gumam Arisa."Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya."Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir."Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir."Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek."Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.Triring triring.Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan
Umi langsung tertidur tak lama setelah dia menyenderkan punggungnya. Begitu juga dengan Arisa yang masih tertidur pulas. Berselang 10 menit, handphone di dalam tas Umi berdering.Triring triring."Hm?" Gumam Umi yang masih setengah tidur."Siapa yang nelpon Umi disaat lagi enak-enaknya tidur? Tanya Umi sembari merogoh tasnya."Hm? Abi! Ngapain nelpon segala? Gumam Umi heran."Assalamualaikum, ada apa Abi?" Tanya Umi sedikit kesal."Wa'alaikumussalam. Umi lagi ngapain? Gak sibukkan?" Tanya balik Abi."Lagi tidur, tapi sudah dibangunin sama dering handphone." Jawab Umi kesal."Iya, maaf Umi. Abi nelpon karena Abi mau minta tolong sama Umi." Jelas Abi."Minta tolong apa?" Tanya Umi."Bantuin Abi bicara sama Zain tentang rencana kita itu." Jawab Abi."Oh, ayo. Sekarang Abi lagi dimana?" Tanya Umi beranjak dari kursinya."Di ruangan dokter Zain. Cepat ya Umi!" Jawab Abi singkat.Tut."Loh, kok sudah dimatiin? Umi gak tau dimana ruangan dokter Zain. Abi ini dasar! Ngasih taunya gak jelas."
Dari jauh, wanita tak dikenal itu tidak sengaja melihat Umi dan Arisa. Namun mata wanita itu langsung tertuju pada Arisa. Dia merasa sangat familiar dengan Arisa. Ketika ingin mendekati Arisa, wanita itu mengurungkan niatnya lantaran ada Umi di dekat Arisa. Wanita itu hanya bisa mengamati dari jauh seakan menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. "Kenapa aku merasa sangat familiar dengan wanita kecil itu?" Gumam wanita tak dikenal itu."Dimana ya aku pernah melihatnya?" Gumam wanita tak dikenal itu sembari merogoh tasnya.Dia mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. Seseorang yang nampak dalam foto itu sangat persis dengan Arisa. Dan tertulis nama "Arisa" di balik foto itu."Ha? Ternyata benar! Persis sekali." Gumam marah wanita tak dikenal itu."Orang yang selama ini gangguin suamiku dan ngehancurin keluargaku." Ucap wanita tak dikenal itu semakin memanas.Kemarahan wanita tak dikenal itu semakin menjadi-jadi setelah menemukan orang yang selama ini gangguin suaminya hingga keluarganya b
Tok tok tok. Bunyi ketuk palu yang dilayangkan oleh hakim. Mengisyaratkan bahwa statusku berubah dan sah. Hari yang sangat menyakitkan bagiku. Tepat dua tahun setelah pernikahan. Masih terngiang dikepalaku bagaimana ekspresi yang tergambar diwajah suamiku. "Bukan lagi suamiku, sekarang mantan suami." Gumam Arisa sambil berjalan meninggalkan ruang sidang.Seumur hidup Arisa, ini hari pertamanya duduk dipersidangan. Tak terbayang sekalipun akan terjadi perceraian dengan seseorang yang sangat dia cintai.Untuk pertama kalinya juga Arisa menyadari bahwa dua insan yang saling mencintai satu sama lain belum tentu kekal abadi bersama seumur hidup. Setiap manusia punya takdirnya masing-masing. Begitu juga dengan Arisa.Tap tap....tap....tap.....Langkah kaki Arisa semakin melambat dan tidak bertenaga. "Arisa, kamu kuat. Jangan nangis." Ucap Arisa kepada dirinya sendiri."Please jangan nangis." Lagi-lagi Arisa bertekad menahan tangisnya.Baru kali ini Arisa merasakan betapa beratnya memben