Srrrr.
Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.Tes tes.Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa."Hah,...bosannya." Gumam Arisa."Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya."Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir."Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir."Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek."Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.Triring triring.Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan Nenek berdering.Tak.Kakek mematikan alarm yang berdering."Sudah waktunya makan lalu minum obat setelahnya." Ucap Kakek sembari menyiapkan makanan di meja pasien.Ketika memasuki usia paruh baya, semua kegiatan yang dilakukan nampak lebih lambat. Tubuh yang mulai membungkuk, cepat lelah, imunitas tubuh menurun, namun hal itu tidak membuat Kakek berhenti merawat dan menjaga istri tercintanya.Arisa kagum melihat Kakek yang begitu perhatian kepada istrinya. Dilihatnya tangan Kakek yang bergetar karena faktor usia itu memegang sendok untuk menyuapi istrinya."Aaa..." Ucap Kakek mengisyaratkan Nenek untuk membuka mulutnya."Aaa, yum." Patuh Nenek."Gimana? Enak?" Tanya Kakek."Enak!" Jawab Nenek."Kalau enak, makanannya harus dihabisin hari ini!" Pinta Kakek."Iya, sayang." Jawab Nenek sembari melahap makanannya.Perhatian Kakek ke Nenek tidak pernah lepas sedikitpun. Selalu menemani disamping Nenek. Mulai dari makan, minum obat hingga tidur. Ketika Nenek tertidur, Kakek tidak lupa mengelus-elus lembut rambut istrinya dan mengecup keningnya.Nyut.Deg deg deg.Arisa yang dari tadi menyaksikan keharmonisan dua paruh baya itu, secara tak sadar tangannya meremas baju di dadanya. Hatinya terasa sakit dan sesekali memukul-mukul dadanya. Arisa merasa ditampar keras oleh keadaannya sekarang. Iri sekaligus terharu melihat pasangan yang langgengnya sampai rambut memutih. Mata yang berkaca-kaca sekuat-kuatnya ia tahan agar tidak menetes. Tak ingin menangis, Arisa memilih berbaring di kasur untuk menghilangkan rasa sakit hatinya dengan cara tidur.***Drap drap drap.Umi bergegas memasuki bangsal Arisa dengan barang bawaan penuh ditangannya. Seperti buah-buahan, beberapa tangkai bunga, dan keperluan lainnya."Arisa Umi bawain kamu buah nih." Ucap Umi di balik tirai pasien. Umi tidak bisa membuka tirai karena tangan penuh dengan barang bawaan."Gak ada respon? Apa gak ada orangnya?" Gumam Umi sembari meletakkan bawaannya di lantai.Srrrr."Arisa?" Panggil Umi."Eh, tidur ternyata." Gumam Umi sembari meletakkan dan merapikan bawaannya di meja."Okelah, tidur yang nyenyak anakku sayang." Ucap Umi pelan sembari merapikan selimut Arisa."Kamu tidur, Umi juga bisa istirahat sebentar." Gumam Umi sambil menyenderkan punggungnya ke kursi.***Tik tok tik tok.Empat mata yang sudah lama saling pandang namun tidak kunjung ada topik pembicaraan. Entah siapa yang ngajak bicara duluan, sampai sekarang tidak ada pertanyaan yang dilontarkan. Satu kelihatan bingung, dan satunya lagi kelihatan canggung. Sungguh suasana yang tidak enak dipandang."Aku harus mulai darimana ya? Gumam Abi dalam hati."Bisa-bisanya aku ngajak bicara tanpa pikir panjang dulu." Gumam Abi dalam hati sembari menggigit sedikit bibirnya."Abi, mau ngomongin apa ya? Kok sampai gigit bibir?." Gumam Zain bingung dalam hatinya."Bisa-bisanya canggung di hadapannya sih." Gumam Abi kesal dalam hatinya."...Apa karena dia ganteng?... Eh, masa? Gantengan akulah!" Gumam Abi dalam hati sambil memperlihatkan senyum miringnya."Apa aku ada salah sama Abi? Kok senyum Abi bikin merinding ya?" Zain bertanya-tanya dalam hati."Penasaran juga sih, Abi mau ngomongin apa? Cepat Abi, ngomong duluan!" Gumam Zain dalam hati sembari melihat jam tangannya."Sepertinya aku kelamaan mikir. Sampai Zain melihat jam tangannya beberapa kali." Gumam Abi dalam hati."Gak tau lagi deh." Gumam Abi nyerah dalam hati."Silahkan Abi, tadi mau bicarakan apa?" Tanya Zain memulai pembicaraan."Kamu suka anak saya, kan?" Tanya Abi blak-blakkan."..." Zain bengong sesaat."Ya ampun, mulut ini! Kenapa tiba-tiba nanyain begituan?" Gumam Abi dalam hati sembari menepuk mulutnya.Menyerah dengan keadaan yang makin canggung, Abi memilih menelepon Umi untuk datang ke ruangan dokter Zain. Dengan harapan agar pembicaraan lebih terarah dan tujuannya tersampaikan dengan baik dan benar.Zain yang bengong tidak bisa berkata-kata lagi. Kaget dan takjub kepada Abi. Menurut Zain, dia sudah menyembunyikan rasa sukanya sekuat mungkin agar tidak ketahuan. Saking kuatnya, hatinya bak brangkas yang diberi kunci berlapis-lapis. Bahkan, sahabatnya tidak ada yang tahu tentang Zain yang menyukai Arisa. Namun, dihadapan Abi semuanya terbongkar dengan mudahnya. Zain bengong bukan karena pertanyaan Abi yang blak-blakkan, tapi bengong karena brangkasnya berhasil dijebol Abi. Zain penasaran dengan cara apa Abi mengetahuinya."Kita tunggu Umi nyusul ke sini aja." Ucap Abi sembari menutup handphone."Iya, Abi. Tapi pertanya-...." Jawab Zain."Oh, untuk pertanyaan Abi tadi tidak perlu di jawab." Potong Abi."Iya, Abi." Patuh Zain."Abi, saya boleh bertanya gak sama Abi?" Tanya Zain."Iya, boleh. Mau tanya apa?" Jawab Abi mempersilahkan."Abi tau darimana kalau saya menyukai Arisa?" Tanya Zain jujur sekaligus penasaran."Hemm berarti tebakan Abi benar kalau kamu menyukai Arisa." Gumam Abi membanggakan dirinya sambil tersenyum kecil."Jadi Abi cuma nebak aja?" Tanya Zain tidak percaya."Kalau gak nebak, apalagi coba?" Tanya balik Abi."Gak percaya!" Jawab Zain."Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan perasaan sukamu, tetap terbaca dengan mudah melalui matamu. Sekuat apapun kamu mengunci hatimu, tapi mata tetap tidak bisa dikunci. Mata selalu jujur, Zain." Jelas Abi."Tapi kenapa sahabat dekat saya tidak bisa mengetahuinya?" Tanya Zain lagi."Itu mungkin sahabatmu aja yang pura-pura tidak tahu." Jawab Abi singkat."Gak mungkin!" Ucap Zain yang masih tidak percaya."Menurut Abi, hanya orang tertentu yang bisa dengan jelas mengetahuinya. Misalnya orang itu punya pengalaman yang sama denganmu atau orang itu memang ahli dalam membaca pikiran dan perasaan." Jelas Abi."Berarti Abi pernah memendam perasaan suka juga dong?""Oh jelas." Jawab Abi kelepasan."Ooh, Abi sepertinya lama juga memendam perasaan menyukai seseorang." Sindir Zain."Siapa orang yang Abi sukai itu?" Tanya Zain kepo."Orang yang sudah lama Abi sukai itu sudah pasti..." Jawab Abi belum selesai."Abi suka sama siapa? Jawab Abi!" Potong Umi yang tiba-tiba datang."Iya pasti Umi dong." Jawab Abi sigap."Bohong!" Ucap Umi sinis."Duduk dulu istriku sayang. Sini nih." Ucap Abi sembari mendudukkan Umi di sampingnya."Coba deh tatap mata Abi! Biar Umi tau bohong atau enggak." Titah Abi untuk meyakinkan Umi.Umi langsung menatap mata Abi dan diam setelahnya."Jadi mau ngomongin apa sampai Umi dipanggil segala?" Tanya Umi mengganti topik."Topik yang pernah kita rancang itu Umi." Bisik Abi."Oke. Begini Zain, Abi sama Umi mau ngomongin hal serius sama kamu." Terus terang Umi."Hal serius apa Umi?" Tanya Zain."Perihal Arisa." Jawab Abi singkat."Kenapa dengan Arisa? Apa Arisa sakit parah?" Tanya Zain khawatir."Tidak. Arisa gak sakit parah kok, Zain. Umi sama Abi suka sama kamu, Zain. Jadi, menurutmu Arisa itu gimana?" Tanya Umi berterus terang."Arisa,...orang yang selama ini saya rindukan, Umi." Jawab Zain jujur dengan mata yang mulai memerah."Jadi, apa kamu mau dijodohin sama Arisa?" Tanya Umi lembut."Saya gak akan menolak, Umi. Tapi, bagaimana dengan Arisa? Apa dia mau menerima saya?" Tanya balik Zain.Brak."Gak mau!" Teriak Arisa yang muncul tiba-tiba mendobrak pintu.Umi langsung tertidur tak lama setelah dia menyenderkan punggungnya. Begitu juga dengan Arisa yang masih tertidur pulas. Berselang 10 menit, handphone di dalam tas Umi berdering.Triring triring."Hm?" Gumam Umi yang masih setengah tidur."Siapa yang nelpon Umi disaat lagi enak-enaknya tidur? Tanya Umi sembari merogoh tasnya."Hm? Abi! Ngapain nelpon segala? Gumam Umi heran."Assalamualaikum, ada apa Abi?" Tanya Umi sedikit kesal."Wa'alaikumussalam. Umi lagi ngapain? Gak sibukkan?" Tanya balik Abi."Lagi tidur, tapi sudah dibangunin sama dering handphone." Jawab Umi kesal."Iya, maaf Umi. Abi nelpon karena Abi mau minta tolong sama Umi." Jelas Abi."Minta tolong apa?" Tanya Umi."Bantuin Abi bicara sama Zain tentang rencana kita itu." Jawab Abi."Oh, ayo. Sekarang Abi lagi dimana?" Tanya Umi beranjak dari kursinya."Di ruangan dokter Zain. Cepat ya Umi!" Jawab Abi singkat.Tut."Loh, kok sudah dimatiin? Umi gak tau dimana ruangan dokter Zain. Abi ini dasar! Ngasih taunya gak jelas."
Dari jauh, wanita tak dikenal itu tidak sengaja melihat Umi dan Arisa. Namun mata wanita itu langsung tertuju pada Arisa. Dia merasa sangat familiar dengan Arisa. Ketika ingin mendekati Arisa, wanita itu mengurungkan niatnya lantaran ada Umi di dekat Arisa. Wanita itu hanya bisa mengamati dari jauh seakan menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. "Kenapa aku merasa sangat familiar dengan wanita kecil itu?" Gumam wanita tak dikenal itu."Dimana ya aku pernah melihatnya?" Gumam wanita tak dikenal itu sembari merogoh tasnya.Dia mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. Seseorang yang nampak dalam foto itu sangat persis dengan Arisa. Dan tertulis nama "Arisa" di balik foto itu."Ha? Ternyata benar! Persis sekali." Gumam marah wanita tak dikenal itu."Orang yang selama ini gangguin suamiku dan ngehancurin keluargaku." Ucap wanita tak dikenal itu semakin memanas.Kemarahan wanita tak dikenal itu semakin menjadi-jadi setelah menemukan orang yang selama ini gangguin suaminya hingga keluarganya b
Tok tok tok. Bunyi ketuk palu yang dilayangkan oleh hakim. Mengisyaratkan bahwa statusku berubah dan sah. Hari yang sangat menyakitkan bagiku. Tepat dua tahun setelah pernikahan. Masih terngiang dikepalaku bagaimana ekspresi yang tergambar diwajah suamiku. "Bukan lagi suamiku, sekarang mantan suami." Gumam Arisa sambil berjalan meninggalkan ruang sidang.Seumur hidup Arisa, ini hari pertamanya duduk dipersidangan. Tak terbayang sekalipun akan terjadi perceraian dengan seseorang yang sangat dia cintai.Untuk pertama kalinya juga Arisa menyadari bahwa dua insan yang saling mencintai satu sama lain belum tentu kekal abadi bersama seumur hidup. Setiap manusia punya takdirnya masing-masing. Begitu juga dengan Arisa.Tap tap....tap....tap.....Langkah kaki Arisa semakin melambat dan tidak bertenaga. "Arisa, kamu kuat. Jangan nangis." Ucap Arisa kepada dirinya sendiri."Please jangan nangis." Lagi-lagi Arisa bertekad menahan tangisnya.Baru kali ini Arisa merasakan betapa beratnya memben
Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.Tok tok tok."Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa."Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi."Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.Trak."Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi."..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca."Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon UminyaSemur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore
Umi hanya bisa duduk berpangku kedua tangannya sembari berdoa yang terbaik untuk anak kesayangannya, Arisa. Pasrah dengan keadaan dan tawakal agar diberikan kabar baik dari dokter. "Semoga baik-baik saja kamu nak." Doa Umi penuh harapan.Drap drap drap."Arisa kenapa Umi?" Tanya Abi yang masih ngos-ngosan sehabis berlari."Arisa pingsan, Abi. Waktu itu Umi mengantarkan makanan ke kamarnya dan Arisa hanya makan secuil nasi. Tiba-tiba menangis dan pingsan dipelukan Umi." Jawab Umi tergesa-gesa."Sudah, yang tenang Umi. Jangan panik dulu, baca istighfar Umi." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Umi."Astaghfirullah." Ucap Umi refleks."Kita doakan yang terbaik untuk Arisa ya Umi." Bujuk Abi sembari memeluk Umi.Umi yang dari tadi menahan air matanya tiba-tiba menetes dengan entengnya setelah dipeluk Abi. Sekuat-kuatnya Umi, Abi yang paling tahu bagaimana isi hati Umi yang sebenarnya. "Ingin menangis tapi tidak ingin dilihat orang lain", itulah yang tertulis di wajah Umi. Hanya Abi yang
Drap drap drap.Suara langkah kaki yang terburu-buru dan bergegas masuk ke salah satu bangsal. Berlari-lari kecil sembari mencari-cari seseorang namun tak kunjung ketemu. Tak mau menyerahkan, dokter itu tetap mengitari semua pasien yang ada di bangsal itu. Satu persatu pasien di bangsal itu dilihatnya dengan teliti. Hingga tersisa satu pasien yang belum dilihatnya yaitu pasien yang berada dipojok paling akhir dengan tirai tertutup.Hanya satu meter jarak antara dokter itu dengan pasien terakhir. Dokter itu terdiam sejenak untuk menghela nafas sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Tak lupa menyeka keringat di wajahnya. Sraaak.Tirai digeser perlahan dan separu tubuh pasien terlihat berbaring lengkap dengan selimutnya. Dokter itu berniat menggeser tirai itu lagi karena masih penasaran dengan wajah pasien. Namun, niatnya terhenti karena mendengar seseorang memanggilnya."Dokter, pasien yang kemarin ngamuk lagi!" Teriak perawat dari pintu bangsal."Dimana pasiennya?" Tanya dokter itu dan b
Umi Salma dan Abi Jakfar adalah orang tua Arisa yang selalu Zain ingat sampai sekarang. Sosok Umi yang sangat baik, peduli, perhatian, murah senyum dan penyayang kepada siapapun yang ia temui membuat Zain selalu ingat dengan Umi. Berbeda dengan Abi yang nampak ketus, dingin, dan jarang tersenyum, tapi hatinya punya kehangatan yang begitu besar. Nyatanya, Abi sering bercanda dan usil kepada istrinya sendiri. Dimata Zain, dua sosok yang berkebalikan terlihat sempurna ketika bersama.Zain pertama kali bertemu Umi Salma dan Abi Jakfar ketika berusia 15 th. Kala itu, Umi Salma dan Abi Jakfar pertama kalinya berkunjung ke panti asuhan anak "Mulia Indah". Kunjungan mereka ke panti asuhan untuk memberikan bantuan kepada anak-anak panti seperti membagikan pakaian, makanan, snack dan uang untuk keperluan pembangunan panti asuhan. Sebagai anak tertua disana, Zain sering membantu keperluan para tamu yang berkunjung. Seperti membantu memindahkan barang-barang yang didonasikan, mencatat pemasukan
Dari jauh, wanita tak dikenal itu tidak sengaja melihat Umi dan Arisa. Namun mata wanita itu langsung tertuju pada Arisa. Dia merasa sangat familiar dengan Arisa. Ketika ingin mendekati Arisa, wanita itu mengurungkan niatnya lantaran ada Umi di dekat Arisa. Wanita itu hanya bisa mengamati dari jauh seakan menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. "Kenapa aku merasa sangat familiar dengan wanita kecil itu?" Gumam wanita tak dikenal itu."Dimana ya aku pernah melihatnya?" Gumam wanita tak dikenal itu sembari merogoh tasnya.Dia mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. Seseorang yang nampak dalam foto itu sangat persis dengan Arisa. Dan tertulis nama "Arisa" di balik foto itu."Ha? Ternyata benar! Persis sekali." Gumam marah wanita tak dikenal itu."Orang yang selama ini gangguin suamiku dan ngehancurin keluargaku." Ucap wanita tak dikenal itu semakin memanas.Kemarahan wanita tak dikenal itu semakin menjadi-jadi setelah menemukan orang yang selama ini gangguin suaminya hingga keluarganya b
Umi langsung tertidur tak lama setelah dia menyenderkan punggungnya. Begitu juga dengan Arisa yang masih tertidur pulas. Berselang 10 menit, handphone di dalam tas Umi berdering.Triring triring."Hm?" Gumam Umi yang masih setengah tidur."Siapa yang nelpon Umi disaat lagi enak-enaknya tidur? Tanya Umi sembari merogoh tasnya."Hm? Abi! Ngapain nelpon segala? Gumam Umi heran."Assalamualaikum, ada apa Abi?" Tanya Umi sedikit kesal."Wa'alaikumussalam. Umi lagi ngapain? Gak sibukkan?" Tanya balik Abi."Lagi tidur, tapi sudah dibangunin sama dering handphone." Jawab Umi kesal."Iya, maaf Umi. Abi nelpon karena Abi mau minta tolong sama Umi." Jelas Abi."Minta tolong apa?" Tanya Umi."Bantuin Abi bicara sama Zain tentang rencana kita itu." Jawab Abi."Oh, ayo. Sekarang Abi lagi dimana?" Tanya Umi beranjak dari kursinya."Di ruangan dokter Zain. Cepat ya Umi!" Jawab Abi singkat.Tut."Loh, kok sudah dimatiin? Umi gak tau dimana ruangan dokter Zain. Abi ini dasar! Ngasih taunya gak jelas."
Srrrr.Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.Tes tes.Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa."Hah,...bosannya." Gumam Arisa."Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya."Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir."Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir."Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek."Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.Triring triring.Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan
Umi Salma dan Abi Jakfar adalah orang tua Arisa yang selalu Zain ingat sampai sekarang. Sosok Umi yang sangat baik, peduli, perhatian, murah senyum dan penyayang kepada siapapun yang ia temui membuat Zain selalu ingat dengan Umi. Berbeda dengan Abi yang nampak ketus, dingin, dan jarang tersenyum, tapi hatinya punya kehangatan yang begitu besar. Nyatanya, Abi sering bercanda dan usil kepada istrinya sendiri. Dimata Zain, dua sosok yang berkebalikan terlihat sempurna ketika bersama.Zain pertama kali bertemu Umi Salma dan Abi Jakfar ketika berusia 15 th. Kala itu, Umi Salma dan Abi Jakfar pertama kalinya berkunjung ke panti asuhan anak "Mulia Indah". Kunjungan mereka ke panti asuhan untuk memberikan bantuan kepada anak-anak panti seperti membagikan pakaian, makanan, snack dan uang untuk keperluan pembangunan panti asuhan. Sebagai anak tertua disana, Zain sering membantu keperluan para tamu yang berkunjung. Seperti membantu memindahkan barang-barang yang didonasikan, mencatat pemasukan
Drap drap drap.Suara langkah kaki yang terburu-buru dan bergegas masuk ke salah satu bangsal. Berlari-lari kecil sembari mencari-cari seseorang namun tak kunjung ketemu. Tak mau menyerahkan, dokter itu tetap mengitari semua pasien yang ada di bangsal itu. Satu persatu pasien di bangsal itu dilihatnya dengan teliti. Hingga tersisa satu pasien yang belum dilihatnya yaitu pasien yang berada dipojok paling akhir dengan tirai tertutup.Hanya satu meter jarak antara dokter itu dengan pasien terakhir. Dokter itu terdiam sejenak untuk menghela nafas sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Tak lupa menyeka keringat di wajahnya. Sraaak.Tirai digeser perlahan dan separu tubuh pasien terlihat berbaring lengkap dengan selimutnya. Dokter itu berniat menggeser tirai itu lagi karena masih penasaran dengan wajah pasien. Namun, niatnya terhenti karena mendengar seseorang memanggilnya."Dokter, pasien yang kemarin ngamuk lagi!" Teriak perawat dari pintu bangsal."Dimana pasiennya?" Tanya dokter itu dan b
Umi hanya bisa duduk berpangku kedua tangannya sembari berdoa yang terbaik untuk anak kesayangannya, Arisa. Pasrah dengan keadaan dan tawakal agar diberikan kabar baik dari dokter. "Semoga baik-baik saja kamu nak." Doa Umi penuh harapan.Drap drap drap."Arisa kenapa Umi?" Tanya Abi yang masih ngos-ngosan sehabis berlari."Arisa pingsan, Abi. Waktu itu Umi mengantarkan makanan ke kamarnya dan Arisa hanya makan secuil nasi. Tiba-tiba menangis dan pingsan dipelukan Umi." Jawab Umi tergesa-gesa."Sudah, yang tenang Umi. Jangan panik dulu, baca istighfar Umi." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Umi."Astaghfirullah." Ucap Umi refleks."Kita doakan yang terbaik untuk Arisa ya Umi." Bujuk Abi sembari memeluk Umi.Umi yang dari tadi menahan air matanya tiba-tiba menetes dengan entengnya setelah dipeluk Abi. Sekuat-kuatnya Umi, Abi yang paling tahu bagaimana isi hati Umi yang sebenarnya. "Ingin menangis tapi tidak ingin dilihat orang lain", itulah yang tertulis di wajah Umi. Hanya Abi yang
Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.Tok tok tok."Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa."Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi."Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.Trak."Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi."..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca."Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon UminyaSemur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore
Tok tok tok. Bunyi ketuk palu yang dilayangkan oleh hakim. Mengisyaratkan bahwa statusku berubah dan sah. Hari yang sangat menyakitkan bagiku. Tepat dua tahun setelah pernikahan. Masih terngiang dikepalaku bagaimana ekspresi yang tergambar diwajah suamiku. "Bukan lagi suamiku, sekarang mantan suami." Gumam Arisa sambil berjalan meninggalkan ruang sidang.Seumur hidup Arisa, ini hari pertamanya duduk dipersidangan. Tak terbayang sekalipun akan terjadi perceraian dengan seseorang yang sangat dia cintai.Untuk pertama kalinya juga Arisa menyadari bahwa dua insan yang saling mencintai satu sama lain belum tentu kekal abadi bersama seumur hidup. Setiap manusia punya takdirnya masing-masing. Begitu juga dengan Arisa.Tap tap....tap....tap.....Langkah kaki Arisa semakin melambat dan tidak bertenaga. "Arisa, kamu kuat. Jangan nangis." Ucap Arisa kepada dirinya sendiri."Please jangan nangis." Lagi-lagi Arisa bertekad menahan tangisnya.Baru kali ini Arisa merasakan betapa beratnya memben