Share

BAB 6 PENOLAKAN

Srrrr.

Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.

Tes tes.

Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa.

"Hah,...bosannya." Gumam Arisa.

"Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.

Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya.

"Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir.

"Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir.

"Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek.

"Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.

Triring triring.

Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan Nenek berdering.

Tak.

Kakek mematikan alarm yang berdering.

"Sudah waktunya makan lalu minum obat setelahnya." Ucap Kakek sembari menyiapkan makanan di meja pasien.

Ketika memasuki usia paruh baya, semua kegiatan yang dilakukan nampak lebih lambat. Tubuh yang mulai membungkuk, cepat lelah, imunitas tubuh menurun, namun hal itu tidak membuat Kakek berhenti merawat dan menjaga istri tercintanya.

Arisa kagum melihat Kakek yang begitu perhatian kepada istrinya. Dilihatnya tangan Kakek yang bergetar karena faktor usia itu memegang sendok untuk menyuapi istrinya.

"Aaa..." Ucap Kakek mengisyaratkan Nenek untuk membuka mulutnya.

"Aaa, yum." Patuh Nenek.

"Gimana? Enak?" Tanya Kakek.

"Enak!" Jawab Nenek.

"Kalau enak, makanannya harus dihabisin hari ini!" Pinta Kakek.

"Iya, sayang." Jawab Nenek sembari melahap makanannya.

Perhatian Kakek ke Nenek tidak pernah lepas sedikitpun. Selalu menemani disamping Nenek. Mulai dari makan, minum obat hingga tidur. Ketika Nenek tertidur, Kakek tidak lupa mengelus-elus lembut rambut istrinya dan mengecup keningnya.

Nyut.

Deg deg deg.

Arisa yang dari tadi menyaksikan keharmonisan dua paruh baya itu, secara tak sadar tangannya meremas baju di dadanya. Hatinya terasa sakit dan sesekali memukul-mukul dadanya. Arisa merasa ditampar keras oleh keadaannya sekarang. Iri sekaligus terharu melihat pasangan yang langgengnya sampai rambut memutih. Mata yang berkaca-kaca sekuat-kuatnya ia tahan agar tidak menetes. Tak ingin menangis, Arisa memilih berbaring di kasur untuk menghilangkan rasa sakit hatinya dengan cara tidur.

***

Drap drap drap.

Umi bergegas memasuki bangsal Arisa dengan barang bawaan penuh ditangannya. Seperti buah-buahan, beberapa tangkai bunga, dan keperluan lainnya.

"Arisa Umi bawain kamu buah nih." Ucap Umi di balik tirai pasien. Umi tidak bisa membuka tirai karena tangan penuh dengan barang bawaan.

"Gak ada respon? Apa gak ada orangnya?" Gumam Umi sembari meletakkan bawaannya di lantai.

Srrrr.

"Arisa?" Panggil Umi.

"Eh, tidur ternyata." Gumam Umi sembari meletakkan dan merapikan bawaannya di meja.

"Okelah, tidur yang nyenyak anakku sayang." Ucap Umi pelan sembari merapikan selimut Arisa.

"Kamu tidur, Umi juga bisa istirahat sebentar." Gumam Umi sambil menyenderkan punggungnya ke kursi.

***

Tik tok tik tok.

Empat mata yang sudah lama saling pandang namun tidak kunjung ada topik pembicaraan. Entah siapa yang ngajak bicara duluan, sampai sekarang tidak ada pertanyaan yang dilontarkan. Satu kelihatan bingung, dan satunya lagi kelihatan canggung. Sungguh suasana yang tidak enak dipandang.

"Aku harus mulai darimana ya? Gumam Abi dalam hati.

"Bisa-bisanya aku ngajak bicara tanpa pikir panjang dulu." Gumam Abi dalam hati sembari menggigit sedikit bibirnya.

"Abi, mau ngomongin apa ya? Kok sampai gigit bibir?." Gumam Zain bingung dalam hatinya.

"Bisa-bisanya canggung di hadapannya sih." Gumam Abi kesal dalam hatinya.

"...Apa karena dia ganteng?... Eh, masa? Gantengan akulah!" Gumam Abi dalam hati sambil memperlihatkan senyum miringnya.

"Apa aku ada salah sama Abi? Kok senyum Abi bikin merinding ya?" Zain bertanya-tanya dalam hati.

"Penasaran juga sih, Abi mau ngomongin apa? Cepat Abi, ngomong duluan!" Gumam Zain dalam hati sembari melihat jam tangannya.

"Sepertinya aku kelamaan mikir. Sampai Zain melihat jam tangannya beberapa kali." Gumam Abi dalam hati.

"Gak tau lagi deh." Gumam Abi nyerah dalam hati.

"Silahkan Abi, tadi mau bicarakan apa?" Tanya Zain memulai pembicaraan.

"Kamu suka anak saya, kan?" Tanya Abi blak-blakkan.

"..." Zain bengong sesaat.

"Ya ampun, mulut ini! Kenapa tiba-tiba nanyain begituan?" Gumam Abi dalam hati sembari menepuk mulutnya.

Menyerah dengan keadaan yang makin canggung, Abi memilih menelepon Umi untuk datang ke ruangan dokter Zain. Dengan harapan agar pembicaraan lebih terarah dan tujuannya tersampaikan dengan baik dan benar.

Zain yang bengong tidak bisa berkata-kata lagi. Kaget dan takjub kepada Abi. Menurut Zain, dia sudah menyembunyikan rasa sukanya sekuat mungkin agar tidak ketahuan. Saking kuatnya, hatinya bak brangkas yang diberi kunci berlapis-lapis. Bahkan, sahabatnya tidak ada yang tahu tentang Zain yang menyukai Arisa. Namun, dihadapan Abi semuanya terbongkar dengan mudahnya. Zain bengong bukan karena pertanyaan Abi yang blak-blakkan, tapi bengong karena brangkasnya berhasil dijebol Abi. Zain penasaran dengan cara apa Abi mengetahuinya.

"Kita tunggu Umi nyusul ke sini aja." Ucap Abi sembari menutup handphone.

"Iya, Abi. Tapi pertanya-...." Jawab Zain.

"Oh, untuk pertanyaan Abi tadi tidak perlu di jawab." Potong Abi.

"Iya, Abi." Patuh Zain.

"Abi, saya boleh bertanya gak sama Abi?" Tanya Zain.

"Iya, boleh. Mau tanya apa?" Jawab Abi mempersilahkan.

"Abi tau darimana kalau saya menyukai Arisa?" Tanya Zain jujur sekaligus penasaran.

"Hemm berarti tebakan Abi benar kalau kamu menyukai Arisa." Gumam Abi membanggakan dirinya sambil tersenyum kecil.

"Jadi Abi cuma nebak aja?" Tanya Zain tidak percaya.

"Kalau gak nebak, apalagi coba?" Tanya balik Abi.

"Gak percaya!" Jawab Zain.

"Sepandai-pandainya kamu menyembunyikan perasaan sukamu, tetap terbaca dengan mudah melalui matamu. Sekuat apapun kamu mengunci hatimu, tapi mata tetap tidak bisa dikunci. Mata selalu jujur, Zain." Jelas Abi.

"Tapi kenapa sahabat dekat saya tidak bisa mengetahuinya?" Tanya Zain lagi.

"Itu mungkin sahabatmu aja yang pura-pura tidak tahu." Jawab Abi singkat.

"Gak mungkin!" Ucap Zain yang masih tidak percaya.

"Menurut Abi, hanya orang tertentu yang bisa dengan jelas mengetahuinya. Misalnya orang itu punya pengalaman yang sama denganmu atau orang itu memang ahli dalam membaca pikiran dan perasaan." Jelas Abi.

"Berarti Abi pernah memendam perasaan suka juga dong?"

"Oh jelas." Jawab Abi kelepasan.

"Ooh, Abi sepertinya lama juga memendam perasaan menyukai seseorang." Sindir Zain.

"Siapa orang yang Abi sukai itu?" Tanya Zain kepo.

"Orang yang sudah lama Abi sukai itu sudah pasti..." Jawab Abi belum selesai.

"Abi suka sama siapa? Jawab Abi!" Potong Umi yang tiba-tiba datang.

"Iya pasti Umi dong." Jawab Abi sigap.

"Bohong!" Ucap Umi sinis.

"Duduk dulu istriku sayang. Sini nih." Ucap Abi sembari mendudukkan Umi di sampingnya.

"Coba deh tatap mata Abi! Biar Umi tau bohong atau enggak." Titah Abi untuk meyakinkan Umi.

Umi langsung menatap mata Abi dan diam setelahnya.

"Jadi mau ngomongin apa sampai Umi dipanggil segala?" Tanya Umi mengganti topik.

"Topik yang pernah kita rancang itu Umi." Bisik Abi.

"Oke. Begini Zain, Abi sama Umi mau ngomongin hal serius sama kamu." Terus terang Umi.

"Hal serius apa Umi?" Tanya Zain.

"Perihal Arisa." Jawab Abi singkat.

"Kenapa dengan Arisa? Apa Arisa sakit parah?" Tanya Zain khawatir.

"Tidak. Arisa gak sakit parah kok, Zain. Umi sama Abi suka sama kamu, Zain. Jadi, menurutmu Arisa itu gimana?" Tanya Umi berterus terang.

"Arisa,...orang yang selama ini saya rindukan, Umi." Jawab Zain jujur dengan mata yang mulai memerah.

"Jadi, apa kamu mau dijodohin sama Arisa?" Tanya Umi lembut.

"Saya gak akan menolak, Umi. Tapi, bagaimana dengan Arisa? Apa dia mau menerima saya?" Tanya balik Zain.

Brak.

"Gak mau!" Teriak Arisa yang muncul tiba-tiba mendobrak pintu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status