Umi hanya bisa duduk berpangku kedua tangannya sembari berdoa yang terbaik untuk anak kesayangannya, Arisa. Pasrah dengan keadaan dan tawakal agar diberikan kabar baik dari dokter.
"Semoga baik-baik saja kamu nak." Doa Umi penuh harapan.Drap drap drap."Arisa kenapa Umi?" Tanya Abi yang masih ngos-ngosan sehabis berlari."Arisa pingsan, Abi. Waktu itu Umi mengantarkan makanan ke kamarnya dan Arisa hanya makan secuil nasi. Tiba-tiba menangis dan pingsan dipelukan Umi." Jawab Umi tergesa-gesa."Sudah, yang tenang Umi. Jangan panik dulu, baca istighfar Umi." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Umi."Astaghfirullah." Ucap Umi refleks."Kita doakan yang terbaik untuk Arisa ya Umi." Bujuk Abi sembari memeluk Umi.Umi yang dari tadi menahan air matanya tiba-tiba menetes dengan entengnya setelah dipeluk Abi. Sekuat-kuatnya Umi, Abi yang paling tahu bagaimana isi hati Umi yang sebenarnya. "Ingin menangis tapi tidak ingin dilihat orang lain", itulah yang tertulis di wajah Umi. Hanya Abi yang paling mengerti Umi.Tak.Pintu terbuka.Umi dan Abi dengan sigap berdiri dan mendekati dokter yang telah memeriksa Arisa."Bagaimana kondisi anak kami, dokter? Tanya Umi penuh harap."Saat ini pasien dalam kondisi lemah dan perlu dipantau terus untuk kondisinya." Jelas dokter."Apa anak kami sudah siuman dok?" Tanya Abi untuk memperjelas."Iya, sudah siuman." Jawab dokter singkat."Alhamdulillah." Ucap Umi dan Abi bersamaan."Namun, ada yang perlu kami tanyakan kepada Ibu dan Bapak terkait kondisi pasien saat ini. Apa kalian bersedia ke ruangan saya? Tanya dokter."Iya, dokter." Jawab Umi dan Abi bersamaan.Sebenarnya ada hal yang perlu diperhatikan dari diri Arisa. Itulah yang akan dianalisis dokter. Penyebab Arisa pingsan tentu karena Arisa sering tidak makan selama dua minggu. Kekurangan karbohidrat, protein, vitamin, dan zat-zat lainnya dikarenakan tidak adanya makanan yang masuk ke dalam tubuh. Namun, yang lebih parahnya adalah kondisi jiwa dan batin Arisa juga memprihatinkan."Jadi dokter, apa yang ingin ditanyakan tentang anak kami ini?" Tanya Umi penasaran."Begini bu, pak, apakah akhir-akhir ini Arisa sering melamun dan kurang fokus?" Tanya dokter."Iya, sepertinya sering." Jawab Umi singkat."Apa sekarang ini anak anda ada masalah?" Tanya dokter lagi."..." Umi dan Abi sama-sama tidak menjawab pertanyaan dokter."Mohon maaf bu, pak. Mungkin pertanyaan tadi terkesan menggali privasi anak anda. Begini, Arisa sepertinya mengalami gangguan kesehatan mental. Namun, belum diketahui penyebabnya apa. Itulah sebabnya saya banyak bertanya." Imbuh dokter."Gangguan kecemasan itu bagaimana ya dok?" Lanjut Umi."Jenisnya beragam. Misalnya Fobia salah satunya. Apa anak anda pernah Fobia dengan sesuatu?" Tanya dokter."Sepertinya Arisa sehat-sehat aja dok. Iyakan Abi?" Tanya Umi memastikan."Iya, dok. Kami gak pernah melihat Arisa ketakutan dok." Jawab Abi yakin."Baik, kalau begitu anak anda perlu dirawat beberapa hari di rumah sakit untuk kesehatan tubuhnya. Sedangkan kondisi jiwanya akan dipantau oleh dokter lain dibidang psikiater." Tambah dokter."Iya dok, terima kasih banyak." Ucap Umi dan disusul Abi menyampaikan terima kasihnya juga.Selama ini, Arisa bisa dibilang manusia yang pandai menyembunyikan batu dibalik kelopak matanya. Seberat dan sesakit apapun masalah yang dihadapinya, sebisa mungkin Arisa menyembunyikannya dari orang tuanya. Selalu berpura-pura baik-baik saja jika ditanyakan kabar, selalu bahagia jika ditanyakan kondisi keluarganya dan selalu tersenyum untuk menutupi rasa sakitnya. Arisa layaknya aktris profesional dibidang akting.Banyak hal yang Arisa sembunyikan tentang dirinya setelah berkeluarga, salah satunya rasa takut yang membelenggu Arisa. Bermula dari masalah semur ayam yang ditolak Tris dengan bentakan dan mengusir Arisa dari kamar. Sehingga Arisa pergi ke kamar tamu yang jarang dipakai dan menangis sejadi-jadinya.Tak. Ceklek."Ini hukuman untukmu yang mengganggu tidurku." Ucap Tris girang sembari memainkan kunci ditangannya.Arisa terlalu tenggelam dengan emosinya hingga tidak menyadari apa yang sudah dilakukan Tris.Dirasa puas melampiaskan emosi dengan tangis, hanya ada keheningan dan rasa ngantuk yang dirasakan Arisa. Namun kantuknya hilang ketika matanya tertuju ke lampu yang berkelip-kelip.Bzzzt, zzzt, zzzt.Tup.Tiba-tiba ruang kamar menjadi gelap."Allahu akbar." Teriak Arisa kaget."Gelap sekali, aku harus cepat-cepat keluar dari sini." Gumam Arisa sembari meraba-raba dinding untuk mencari gagang pintu kamar.Duk."Auw, sakit!" Rintih Arisa kesakitan karna kakinya yang terluka akibat pecahan kaca menabrak dinding.Tak. Grep."Ketemu!" Ucap senang Arisa.Tak tak tak tak."Loh? Kenapa gak bisa dibuka? Padahal aku gak ngunci." Gumam Arisa heran."Tris, bukain pintunya. Aku kecunci di dalam. Tolong bukain!" Teriak Arisa.Duk duk duk."Tris!" Panggil Arisa sembari menggedor pintu kamar.Hening, gelap dan tidak ada jawaban sama sekali. Udara menjadi dingin mencekam, sepoi angin yang mengeluarkan bunyi mengerikan, keringat dingin mulai bercucuran dan sesak."Hah...hah...tolong!" Panggil Arisa lemas."Tolo....ng."Bruk.Arisa pingsan.Kejadian itu hanyalah permulaan. Banyak kejadian menyakitkan yang dialami Arisa selama satu tahun terakhir sebelum cerai. Terlalu sering mengalami hal menyakitkan dan menakutkan tentu berdampak buruk pada kesehatan, khususnya jiwa atau mental.***Tap tap tap.Suara langkah kaki seseorang yang sedang berjalan di koridor. Kuat dan keras, seakan-akan mengisyaratkan postur kaki yang jenjang dan tinggi. Dihiasi dengan jas putih di punggungnya yang sesekali tertiup angin ketika melangkah. Tegap dan bidang punggungnya menambah sempurna penampilannya."Selamat siang dok." Sapa beberapa perawat yang lewat."Siang juga." Sapa balik dokter dengan senyum ramah."OMG, dokternya tersenyum? Gila, visualnya meresahkan!" Gumam beberapa perawat bak ngefans berat dengan dokter itu.Dokter itu tak menghiraukan dan terus berjalan. Hingga perhatiannya teralihkan ke daftar nama pasien yang tertempel di dinding salah satu bangsal."Arisa?""Arisa Anita Zahra!" Gumam dokter seakan-akan tahu dengan pemilik nama itu.Drap drap drap.Suara langkah kaki yang terburu-buru dan bergegas masuk ke salah satu bangsal. Berlari-lari kecil sembari mencari-cari seseorang namun tak kunjung ketemu. Tak mau menyerahkan, dokter itu tetap mengitari semua pasien yang ada di bangsal itu. Satu persatu pasien di bangsal itu dilihatnya dengan teliti. Hingga tersisa satu pasien yang belum dilihatnya yaitu pasien yang berada dipojok paling akhir dengan tirai tertutup.Hanya satu meter jarak antara dokter itu dengan pasien terakhir. Dokter itu terdiam sejenak untuk menghela nafas sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Tak lupa menyeka keringat di wajahnya. Sraaak.Tirai digeser perlahan dan separu tubuh pasien terlihat berbaring lengkap dengan selimutnya. Dokter itu berniat menggeser tirai itu lagi karena masih penasaran dengan wajah pasien. Namun, niatnya terhenti karena mendengar seseorang memanggilnya."Dokter, pasien yang kemarin ngamuk lagi!" Teriak perawat dari pintu bangsal."Dimana pasiennya?" Tanya dokter itu dan b
Umi Salma dan Abi Jakfar adalah orang tua Arisa yang selalu Zain ingat sampai sekarang. Sosok Umi yang sangat baik, peduli, perhatian, murah senyum dan penyayang kepada siapapun yang ia temui membuat Zain selalu ingat dengan Umi. Berbeda dengan Abi yang nampak ketus, dingin, dan jarang tersenyum, tapi hatinya punya kehangatan yang begitu besar. Nyatanya, Abi sering bercanda dan usil kepada istrinya sendiri. Dimata Zain, dua sosok yang berkebalikan terlihat sempurna ketika bersama.Zain pertama kali bertemu Umi Salma dan Abi Jakfar ketika berusia 15 th. Kala itu, Umi Salma dan Abi Jakfar pertama kalinya berkunjung ke panti asuhan anak "Mulia Indah". Kunjungan mereka ke panti asuhan untuk memberikan bantuan kepada anak-anak panti seperti membagikan pakaian, makanan, snack dan uang untuk keperluan pembangunan panti asuhan. Sebagai anak tertua disana, Zain sering membantu keperluan para tamu yang berkunjung. Seperti membantu memindahkan barang-barang yang didonasikan, mencatat pemasukan
Srrrr.Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.Tes tes.Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa."Hah,...bosannya." Gumam Arisa."Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya."Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir."Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir."Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek."Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.Triring triring.Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan
Umi langsung tertidur tak lama setelah dia menyenderkan punggungnya. Begitu juga dengan Arisa yang masih tertidur pulas. Berselang 10 menit, handphone di dalam tas Umi berdering.Triring triring."Hm?" Gumam Umi yang masih setengah tidur."Siapa yang nelpon Umi disaat lagi enak-enaknya tidur? Tanya Umi sembari merogoh tasnya."Hm? Abi! Ngapain nelpon segala? Gumam Umi heran."Assalamualaikum, ada apa Abi?" Tanya Umi sedikit kesal."Wa'alaikumussalam. Umi lagi ngapain? Gak sibukkan?" Tanya balik Abi."Lagi tidur, tapi sudah dibangunin sama dering handphone." Jawab Umi kesal."Iya, maaf Umi. Abi nelpon karena Abi mau minta tolong sama Umi." Jelas Abi."Minta tolong apa?" Tanya Umi."Bantuin Abi bicara sama Zain tentang rencana kita itu." Jawab Abi."Oh, ayo. Sekarang Abi lagi dimana?" Tanya Umi beranjak dari kursinya."Di ruangan dokter Zain. Cepat ya Umi!" Jawab Abi singkat.Tut."Loh, kok sudah dimatiin? Umi gak tau dimana ruangan dokter Zain. Abi ini dasar! Ngasih taunya gak jelas."
Dari jauh, wanita tak dikenal itu tidak sengaja melihat Umi dan Arisa. Namun mata wanita itu langsung tertuju pada Arisa. Dia merasa sangat familiar dengan Arisa. Ketika ingin mendekati Arisa, wanita itu mengurungkan niatnya lantaran ada Umi di dekat Arisa. Wanita itu hanya bisa mengamati dari jauh seakan menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. "Kenapa aku merasa sangat familiar dengan wanita kecil itu?" Gumam wanita tak dikenal itu."Dimana ya aku pernah melihatnya?" Gumam wanita tak dikenal itu sembari merogoh tasnya.Dia mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. Seseorang yang nampak dalam foto itu sangat persis dengan Arisa. Dan tertulis nama "Arisa" di balik foto itu."Ha? Ternyata benar! Persis sekali." Gumam marah wanita tak dikenal itu."Orang yang selama ini gangguin suamiku dan ngehancurin keluargaku." Ucap wanita tak dikenal itu semakin memanas.Kemarahan wanita tak dikenal itu semakin menjadi-jadi setelah menemukan orang yang selama ini gangguin suaminya hingga keluarganya b
Tok tok tok. Bunyi ketuk palu yang dilayangkan oleh hakim. Mengisyaratkan bahwa statusku berubah dan sah. Hari yang sangat menyakitkan bagiku. Tepat dua tahun setelah pernikahan. Masih terngiang dikepalaku bagaimana ekspresi yang tergambar diwajah suamiku. "Bukan lagi suamiku, sekarang mantan suami." Gumam Arisa sambil berjalan meninggalkan ruang sidang.Seumur hidup Arisa, ini hari pertamanya duduk dipersidangan. Tak terbayang sekalipun akan terjadi perceraian dengan seseorang yang sangat dia cintai.Untuk pertama kalinya juga Arisa menyadari bahwa dua insan yang saling mencintai satu sama lain belum tentu kekal abadi bersama seumur hidup. Setiap manusia punya takdirnya masing-masing. Begitu juga dengan Arisa.Tap tap....tap....tap.....Langkah kaki Arisa semakin melambat dan tidak bertenaga. "Arisa, kamu kuat. Jangan nangis." Ucap Arisa kepada dirinya sendiri."Please jangan nangis." Lagi-lagi Arisa bertekad menahan tangisnya.Baru kali ini Arisa merasakan betapa beratnya memben
Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.Tok tok tok."Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa."Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi."Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.Trak."Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi."..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca."Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon UminyaSemur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore
Dari jauh, wanita tak dikenal itu tidak sengaja melihat Umi dan Arisa. Namun mata wanita itu langsung tertuju pada Arisa. Dia merasa sangat familiar dengan Arisa. Ketika ingin mendekati Arisa, wanita itu mengurungkan niatnya lantaran ada Umi di dekat Arisa. Wanita itu hanya bisa mengamati dari jauh seakan menunggu waktu yang tepat untuk beraksi. "Kenapa aku merasa sangat familiar dengan wanita kecil itu?" Gumam wanita tak dikenal itu."Dimana ya aku pernah melihatnya?" Gumam wanita tak dikenal itu sembari merogoh tasnya.Dia mengeluarkan sebuah foto dari tasnya. Seseorang yang nampak dalam foto itu sangat persis dengan Arisa. Dan tertulis nama "Arisa" di balik foto itu."Ha? Ternyata benar! Persis sekali." Gumam marah wanita tak dikenal itu."Orang yang selama ini gangguin suamiku dan ngehancurin keluargaku." Ucap wanita tak dikenal itu semakin memanas.Kemarahan wanita tak dikenal itu semakin menjadi-jadi setelah menemukan orang yang selama ini gangguin suaminya hingga keluarganya b
Umi langsung tertidur tak lama setelah dia menyenderkan punggungnya. Begitu juga dengan Arisa yang masih tertidur pulas. Berselang 10 menit, handphone di dalam tas Umi berdering.Triring triring."Hm?" Gumam Umi yang masih setengah tidur."Siapa yang nelpon Umi disaat lagi enak-enaknya tidur? Tanya Umi sembari merogoh tasnya."Hm? Abi! Ngapain nelpon segala? Gumam Umi heran."Assalamualaikum, ada apa Abi?" Tanya Umi sedikit kesal."Wa'alaikumussalam. Umi lagi ngapain? Gak sibukkan?" Tanya balik Abi."Lagi tidur, tapi sudah dibangunin sama dering handphone." Jawab Umi kesal."Iya, maaf Umi. Abi nelpon karena Abi mau minta tolong sama Umi." Jelas Abi."Minta tolong apa?" Tanya Umi."Bantuin Abi bicara sama Zain tentang rencana kita itu." Jawab Abi."Oh, ayo. Sekarang Abi lagi dimana?" Tanya Umi beranjak dari kursinya."Di ruangan dokter Zain. Cepat ya Umi!" Jawab Abi singkat.Tut."Loh, kok sudah dimatiin? Umi gak tau dimana ruangan dokter Zain. Abi ini dasar! Ngasih taunya gak jelas."
Srrrr.Suara tirai tertiup angin yang datang dari jendela yang sengaja dibiarkan terbuka. Udara yang menyejukkan seolah-olah menemani pasien yang duduk termenung di kasurnya.Tes tes.Sesekali pasien itu memperhatikan tetesan cairan yang menetes dan mengalir melalui saluran kecil nan bening yang terpasang di punggung tangannya. Dan pasien itu sudah pasti Arisa."Hah,...bosannya." Gumam Arisa."Umi sama Abi belum kembali juga." Tambah Arisa.Tidak ada kegiatan yang dilakukan Arisa selain berdiam di atas kasur membuatnya sering menghela nafas panjang. Namun, tak lama kemudian matanya tertarik memperhatikan dua paruh baya yang berada satu bangsal dengannya."Sayang, apa masih ada yang sakit?" Tanya Kakek khawatir."Yang namanya tua, semuanya memang terasa sakit." Jawab Nenek tenang agar kakek tidak khawatir."Iya tau. Tapi kalau merasa sakitnya kambuh lagi, jangan ditahan sendiri." Saran Kakek."Iya, suamiku sayang." Jawab Nenek patuh.Triring triring.Bunyi alarm di meja dekat Kakek dan
Umi Salma dan Abi Jakfar adalah orang tua Arisa yang selalu Zain ingat sampai sekarang. Sosok Umi yang sangat baik, peduli, perhatian, murah senyum dan penyayang kepada siapapun yang ia temui membuat Zain selalu ingat dengan Umi. Berbeda dengan Abi yang nampak ketus, dingin, dan jarang tersenyum, tapi hatinya punya kehangatan yang begitu besar. Nyatanya, Abi sering bercanda dan usil kepada istrinya sendiri. Dimata Zain, dua sosok yang berkebalikan terlihat sempurna ketika bersama.Zain pertama kali bertemu Umi Salma dan Abi Jakfar ketika berusia 15 th. Kala itu, Umi Salma dan Abi Jakfar pertama kalinya berkunjung ke panti asuhan anak "Mulia Indah". Kunjungan mereka ke panti asuhan untuk memberikan bantuan kepada anak-anak panti seperti membagikan pakaian, makanan, snack dan uang untuk keperluan pembangunan panti asuhan. Sebagai anak tertua disana, Zain sering membantu keperluan para tamu yang berkunjung. Seperti membantu memindahkan barang-barang yang didonasikan, mencatat pemasukan
Drap drap drap.Suara langkah kaki yang terburu-buru dan bergegas masuk ke salah satu bangsal. Berlari-lari kecil sembari mencari-cari seseorang namun tak kunjung ketemu. Tak mau menyerahkan, dokter itu tetap mengitari semua pasien yang ada di bangsal itu. Satu persatu pasien di bangsal itu dilihatnya dengan teliti. Hingga tersisa satu pasien yang belum dilihatnya yaitu pasien yang berada dipojok paling akhir dengan tirai tertutup.Hanya satu meter jarak antara dokter itu dengan pasien terakhir. Dokter itu terdiam sejenak untuk menghela nafas sambil menepuk-nepuk pelan dadanya. Tak lupa menyeka keringat di wajahnya. Sraaak.Tirai digeser perlahan dan separu tubuh pasien terlihat berbaring lengkap dengan selimutnya. Dokter itu berniat menggeser tirai itu lagi karena masih penasaran dengan wajah pasien. Namun, niatnya terhenti karena mendengar seseorang memanggilnya."Dokter, pasien yang kemarin ngamuk lagi!" Teriak perawat dari pintu bangsal."Dimana pasiennya?" Tanya dokter itu dan b
Umi hanya bisa duduk berpangku kedua tangannya sembari berdoa yang terbaik untuk anak kesayangannya, Arisa. Pasrah dengan keadaan dan tawakal agar diberikan kabar baik dari dokter. "Semoga baik-baik saja kamu nak." Doa Umi penuh harapan.Drap drap drap."Arisa kenapa Umi?" Tanya Abi yang masih ngos-ngosan sehabis berlari."Arisa pingsan, Abi. Waktu itu Umi mengantarkan makanan ke kamarnya dan Arisa hanya makan secuil nasi. Tiba-tiba menangis dan pingsan dipelukan Umi." Jawab Umi tergesa-gesa."Sudah, yang tenang Umi. Jangan panik dulu, baca istighfar Umi." Jawab Abi yang berusaha menenangkan Umi."Astaghfirullah." Ucap Umi refleks."Kita doakan yang terbaik untuk Arisa ya Umi." Bujuk Abi sembari memeluk Umi.Umi yang dari tadi menahan air matanya tiba-tiba menetes dengan entengnya setelah dipeluk Abi. Sekuat-kuatnya Umi, Abi yang paling tahu bagaimana isi hati Umi yang sebenarnya. "Ingin menangis tapi tidak ingin dilihat orang lain", itulah yang tertulis di wajah Umi. Hanya Abi yang
Sudah dua minggu, tidak ada perubahan sedikitpun dari Arisa. Mengurung diri dikamar, jarang makan, melamun hingga meneteskan air mata. Siapapun yang melihatnya pasti mengkhawatirkan Arisa, terlebih orang tuanya.Tok tok tok."Arisa, makan yuk! Umi bawain sarapan buat kamu." Bujuk Umi di depan pintu kamar Arisa."Umi tau kamu lagi sedih, tapi jangan sampai lupa makan." Tambah Umi."Masuk Umi, gak dikunci kok." Jawab Arisa.Trak."Ini dimakan ya. Mau ibu suapin?" Tanya Umi."..." Arisa hanya memandang makanan yang dibawa umi dengan mata yang berkaca-kaca."Ini makanan favorit kamu loh, Arisa. Cobain ya!" Pinta Umi sembari menyodorkan sesendok nasi ke mulut Arisa.Arisa hanya mengunyah nasi dengan pelan tanpa merespon UminyaSemur ayam adalah makanan favorit Arisa, begitu pula Tris. Seminggu sekali, Arisa selalu memasak semur ayam favorit mereka berdua.Setiap hari kamis, Arisa selalu menyajikan makanan favorit mereka untuk makan malam. Biasanya Tris akan pulang kerja pada jam 05.00 sore
Tok tok tok. Bunyi ketuk palu yang dilayangkan oleh hakim. Mengisyaratkan bahwa statusku berubah dan sah. Hari yang sangat menyakitkan bagiku. Tepat dua tahun setelah pernikahan. Masih terngiang dikepalaku bagaimana ekspresi yang tergambar diwajah suamiku. "Bukan lagi suamiku, sekarang mantan suami." Gumam Arisa sambil berjalan meninggalkan ruang sidang.Seumur hidup Arisa, ini hari pertamanya duduk dipersidangan. Tak terbayang sekalipun akan terjadi perceraian dengan seseorang yang sangat dia cintai.Untuk pertama kalinya juga Arisa menyadari bahwa dua insan yang saling mencintai satu sama lain belum tentu kekal abadi bersama seumur hidup. Setiap manusia punya takdirnya masing-masing. Begitu juga dengan Arisa.Tap tap....tap....tap.....Langkah kaki Arisa semakin melambat dan tidak bertenaga. "Arisa, kamu kuat. Jangan nangis." Ucap Arisa kepada dirinya sendiri."Please jangan nangis." Lagi-lagi Arisa bertekad menahan tangisnya.Baru kali ini Arisa merasakan betapa beratnya memben