"Bos, bagaimana dengan Wiliam? Dia sudah sembuh dan beberapa kali mencoba untuk kabur" tanya Saka pada Arga yang sedang mengecek laporan dari bagian marketing. Arga meletakkan berkas dan kacamata yang bertengger dihidungnya kemudian berkata, "Ok. Nanti kita kesana. Kosongkan jadwalku setelah makan siang". "Siap. Aku akan menghubungi Max untuk mempersiapkan semuanya" ucap Saka kemudian meninggalkan ruangan Arga. Arga segera membereskan pekerjaannya hari itu agar bisa mengajak makan siang istrinya. "Baru dua jam kenapa aku sudah rindu pada istriku? Apa ini bawaan bayi?" gumamnya sambil mengutak-atik ponselnya untuk melakukan video call dengan istrinya. "Halo,sayang" ucapnya setelah panggilannya dijawab. "Ada apa sayang? Tumben jam segini udah telfon? Video call lagi" tanya Nasya yang sedang sibuk memakai skincare karena baru saja mandi. Entah kenapa semenjak hamil dia jadi merasa gampang berkeringat. "Pengen deket kamu terus" ucap Arga dengan nada mendayu yang dibuat-buat. "Hala
Setelah kepergian Arga dan Saka dari tempat persembunyian, anak buah keluarga Smith menyerbu tempat itu dan melumpuhkan Max juga seluruh anak buahnya. Mereka berhasil membawa Wiliam pergi dan menghancurkan tempat itu. Beruntung Max dan beberapa anak buahnya berhasil menyelamatkan diri walau mengalami cidera diseluruh tubuhnya. Mereka berjalan tertatih menuju tempat persembunyian lain yang tidak jauh dari tempat penyekapan Wiliam. Arga memang menyiapkan tempat itu apabila terjadi hal seperti saat ini. Dia tidak ingin ambil resiko, semakin banyak korban dari anak buahnya. Juga tempat itu sebagai tempat istirahatnya dan Saka jika sedang tidak ingin diganggu. Sepanjang perjalanan, Saka bercerita kronologis yang terjadi sesuai dengan yang dia dapat dari Max. Arga hanya mengangguk dan merasa kesal karena dia kecolongan dan masuk kedalam taktik keluarga Smith yang memprovokasinya melalui Wiliam. Sebelum kecolongan untuk kedua kalinya, Arga menyuruh anak buahnya untuk mengecek bandara, sta
Bibi merasa kasihan melihat Nasya. Dia teringat dengan anaknya yang sudah meninggal karena sakit. Ingin rasanya dia mengeluarkan Nasya dari sana tapi apa daya, dia masih harus bekerja untuk menghidupi keluarganya dikampung. "Ini obat apa Bi?" tanya Nasya saat Bibi memberinya tablet obat. "Aku lagi hamil, tidak bisa sembarangan minum obat" imbuhnya. "Nona hamil? Berarti benar kata dokter tadi. Tapi tenang saja ini hanya vitamin. Tadi dokter bilang kalau kemungkinan Nona hamil jadi dia hanya meresepkan vitamin saja" tutur Bibi sambil memberikan lagi tablet yang tadi ditolak oleh Nasya. "Ini vitamin Non, Bibi jamin" imbuhnya saat melihat raut wajah Nasya yang masih belum yakin. Setelah makanannya habis Nasya segera meminum vitaminnya dan mencoba memohon pada Bibi agar membantunya keluar dari rumah Wiliam. Tapi Bibi menolak karena dia sendiri juga takut kalau harus berurusan dengan Wiliam yang temperamental. Bibi hanya menyarankan agar Nasya mencoba meluluhkan hati Wiliam agar Wiliam t
"Hai. Sudah tenang?" tanya Wiliam dengan santai sambil menyeruput kopinya. "Kenapa Kak Wiliam melakukan ini? Apa salahku?" tanya Nasya menahan emosi yang sudah ingin meledak. "Kamu tidak salah. Yang salah suamimu. Tapi tenang saja, kamu akan aman disini, suamimu tidak akan tau kamu ada disini" ucapnya sambil terus menyeruput kopi. Ingin rasanya Nasya menangis dan berteriak tapi dia ingat kalau yang dia butuhkan saat ini adalah ketenangan. Dia tidak ingin Wiliam mencelakai anak yang ada didalam kandungannya. Setelah dirasa Nasya sudah tenang, Wiliam mengajaknya keliling rumahnya. Menjelaskan satu per satu ruangan yang ada disana dan terakhir mereka duduk di bawah pohon kelengkeng rindang yang ada dibelakang rumahnya. Bercerita panjang lebar walau Nasya hanya meresponnya dengan senyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Selama mereka berbincang, ada seorang fotografer yang mengabadikan momen mereka berdua. Beberapa foto yang terlihat sangat real. Wiliam menghentikan pembicaraan me
"Wah. Pingsan lagi dia. Kalau bukan bos udah aku lempar ke sungai. Nyusahin aja" gumam Saka yang kesal, disaat genting seperti sekarang ini malah bosnya ini pingsan. Atau lebih tepatnya tertidur. Sampai disekitaran hutan, mereka mutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Arga yang baru saja sadar, seolah merasa seperti diawasi oleh seseorang. Dan benar saja, saat dia melihat kesamping, ternyata Saka yang sedang menatapnya tajam. "Sialan" umpat Arga yang kaget. "Mereka sudah bergerak ini malah tidur. gimana sih?" cecar Saka yang sebal dengan tingkah bosnya itu. Arga tidak mempedulikan ucapan Saka kemudian keluar dari mobil dan melihat sekeliling. Hawa sejuk dan dingin tapi menyeramkan dalam satu waktu merasuk dalam tubuhnya. Dua orang wanita suruhan Saka yang menyamar seolah sedang mendaki dan tersesat dihutan sudah berjalan lebih dulu. Mereka bertugas mengalihkan perhatian para penjaga yang ada diluar dengan meminta pertolongan karena salah satu dari
'Siapkan satu prosesi pemakanan. Anakmu akan segera tiba' "Apa maksud isi pesan Saka ini?" gumamnya setelah membaca pesan dari Saka yang sudah dikirim sehari sebelum Saka mendatangi Wiliam. "Apa dia sudah menemukan Wiliam?" imbuhnya. Tanpa menghiraukan pesan itu, dia kembali berkutat dengan dokumen yang ada dimeja kerjanya. Hingga sebuah panggilan dengan nada dering yang khusus berbunyi,"Iya Ma. Ad... APA?" teriaknya dan langsung berdiri. Dia segera berlari keluar bahkan tanpa membawa jas yang tergantung didekat kursinya. Melajukan mobilnya dengan cepat bahkan hampir menabrak penjual bakso yang sedang menyebrang jalan. Saat sampai rumahnya, disana sudah penuh dengan sanak saudara yang datang dengan pakaian serba hitam-hitam. Banyak orang hilir mudik menyiapkan semua keperluan pemakaman. Dia segera mendekat kearah peti mati yang berada diruang tengah rumahnya. Melihat kedalamnya dan menyadari bahwa itu benar-benar anaknya. Wiliam terbaring disana memegang setangkai bunga mawar mer
Arga tidak bisa berkata-kata saat melihat Nasya yang sedang tertidur pulas dengan sebuah buku yang masih ada ditangannya. Dia segera mendekat dan mengambil buku itu kemudian keluar lagi, takut Nasya terbangun. "Hah. Jauh-jauh nyari jambu kristal sampai ke pasar induk tengah malam ngantuk-ngantuk begini. Tau-tau yang ngidam udah tidur. Oh. Tuhan" keluh Saka yang membawa buah dan menghampiri Arga yang berada didepan pintu. Setelah mengatakan itu, Saka meletakkan buah yang dia bawa kemudian pergi kekamarnya sambil terus memijat tengkuk yang tiba-tiba terasa pegal. Arga yang bahagia bisa melihat istrinya tidur nyenyak tidak menghiraukan keluhan Saka dan kemudian berbaring untuk tidur. Diapun merasa mengantuk dan tubuhnya pegal-pegal. Pagi harinya, seperti biasa, Nasya terbangun karena perutnya terasa sangat mual. Berkali-kali dia berusaha memuntahkan apa yang ada dalam perutnya tapi yang keluar hanya cairan bening yang justru semakin memicunya untuk terus muntah. Sementara yang kelela
"Akhirnya kamu datang juga" ucap Tuan Smith dengan mengangkat sebelah ujung bibirnya. "Tidak usah bertele-tele, ada urusan apa anda kemari?" tanya Saka dengan wajah datar dan tatapan tajam pada lawan bicaranya itu. Sementara sang lawan bicara dengan santai menikmati kopi yang sebelumnya sudah disajikan oleh sekretaris Saka. "Bukankah Anda sedang berduka? Apa tidak lebih baik Anda menemani istri Anda dirumah dan menerima ucapan duka cita?" sindir Saka yang sedang menyeduh kopinya di mesin pembuat kopi yang memang tersedia disebelah meja kerjanya. "Jadi benar kamu anggota La Costello?" ucap Tuan Smith to the point. Saka tidak menjawab dan lebih memilih menyeruput kopi buatannya kemudian duduk didepan Tuan Smith. "Bagaimana Anda tau?" tanya Saka dengan kelewat santai. "Bagaimana aku tau? Hahahah. Lucu sekali. Sudah jelas kamu dengan sengaja membuat tato dipunggung tangan William" ucap Tuan Smith yang geram dengan tanggapan Saka yang santai seolah tidak pernah terjadi apa-apa. "Tun