"Hai. Sudah tenang?" tanya Wiliam dengan santai sambil menyeruput kopinya. "Kenapa Kak Wiliam melakukan ini? Apa salahku?" tanya Nasya menahan emosi yang sudah ingin meledak. "Kamu tidak salah. Yang salah suamimu. Tapi tenang saja, kamu akan aman disini, suamimu tidak akan tau kamu ada disini" ucapnya sambil terus menyeruput kopi. Ingin rasanya Nasya menangis dan berteriak tapi dia ingat kalau yang dia butuhkan saat ini adalah ketenangan. Dia tidak ingin Wiliam mencelakai anak yang ada didalam kandungannya. Setelah dirasa Nasya sudah tenang, Wiliam mengajaknya keliling rumahnya. Menjelaskan satu per satu ruangan yang ada disana dan terakhir mereka duduk di bawah pohon kelengkeng rindang yang ada dibelakang rumahnya. Bercerita panjang lebar walau Nasya hanya meresponnya dengan senyum tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Selama mereka berbincang, ada seorang fotografer yang mengabadikan momen mereka berdua. Beberapa foto yang terlihat sangat real. Wiliam menghentikan pembicaraan me
"Wah. Pingsan lagi dia. Kalau bukan bos udah aku lempar ke sungai. Nyusahin aja" gumam Saka yang kesal, disaat genting seperti sekarang ini malah bosnya ini pingsan. Atau lebih tepatnya tertidur. Sampai disekitaran hutan, mereka mutuskan untuk berhenti dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Arga yang baru saja sadar, seolah merasa seperti diawasi oleh seseorang. Dan benar saja, saat dia melihat kesamping, ternyata Saka yang sedang menatapnya tajam. "Sialan" umpat Arga yang kaget. "Mereka sudah bergerak ini malah tidur. gimana sih?" cecar Saka yang sebal dengan tingkah bosnya itu. Arga tidak mempedulikan ucapan Saka kemudian keluar dari mobil dan melihat sekeliling. Hawa sejuk dan dingin tapi menyeramkan dalam satu waktu merasuk dalam tubuhnya. Dua orang wanita suruhan Saka yang menyamar seolah sedang mendaki dan tersesat dihutan sudah berjalan lebih dulu. Mereka bertugas mengalihkan perhatian para penjaga yang ada diluar dengan meminta pertolongan karena salah satu dari
'Siapkan satu prosesi pemakanan. Anakmu akan segera tiba' "Apa maksud isi pesan Saka ini?" gumamnya setelah membaca pesan dari Saka yang sudah dikirim sehari sebelum Saka mendatangi Wiliam. "Apa dia sudah menemukan Wiliam?" imbuhnya. Tanpa menghiraukan pesan itu, dia kembali berkutat dengan dokumen yang ada dimeja kerjanya. Hingga sebuah panggilan dengan nada dering yang khusus berbunyi,"Iya Ma. Ad... APA?" teriaknya dan langsung berdiri. Dia segera berlari keluar bahkan tanpa membawa jas yang tergantung didekat kursinya. Melajukan mobilnya dengan cepat bahkan hampir menabrak penjual bakso yang sedang menyebrang jalan. Saat sampai rumahnya, disana sudah penuh dengan sanak saudara yang datang dengan pakaian serba hitam-hitam. Banyak orang hilir mudik menyiapkan semua keperluan pemakaman. Dia segera mendekat kearah peti mati yang berada diruang tengah rumahnya. Melihat kedalamnya dan menyadari bahwa itu benar-benar anaknya. Wiliam terbaring disana memegang setangkai bunga mawar mer
Arga tidak bisa berkata-kata saat melihat Nasya yang sedang tertidur pulas dengan sebuah buku yang masih ada ditangannya. Dia segera mendekat dan mengambil buku itu kemudian keluar lagi, takut Nasya terbangun. "Hah. Jauh-jauh nyari jambu kristal sampai ke pasar induk tengah malam ngantuk-ngantuk begini. Tau-tau yang ngidam udah tidur. Oh. Tuhan" keluh Saka yang membawa buah dan menghampiri Arga yang berada didepan pintu. Setelah mengatakan itu, Saka meletakkan buah yang dia bawa kemudian pergi kekamarnya sambil terus memijat tengkuk yang tiba-tiba terasa pegal. Arga yang bahagia bisa melihat istrinya tidur nyenyak tidak menghiraukan keluhan Saka dan kemudian berbaring untuk tidur. Diapun merasa mengantuk dan tubuhnya pegal-pegal. Pagi harinya, seperti biasa, Nasya terbangun karena perutnya terasa sangat mual. Berkali-kali dia berusaha memuntahkan apa yang ada dalam perutnya tapi yang keluar hanya cairan bening yang justru semakin memicunya untuk terus muntah. Sementara yang kelela
"Akhirnya kamu datang juga" ucap Tuan Smith dengan mengangkat sebelah ujung bibirnya. "Tidak usah bertele-tele, ada urusan apa anda kemari?" tanya Saka dengan wajah datar dan tatapan tajam pada lawan bicaranya itu. Sementara sang lawan bicara dengan santai menikmati kopi yang sebelumnya sudah disajikan oleh sekretaris Saka. "Bukankah Anda sedang berduka? Apa tidak lebih baik Anda menemani istri Anda dirumah dan menerima ucapan duka cita?" sindir Saka yang sedang menyeduh kopinya di mesin pembuat kopi yang memang tersedia disebelah meja kerjanya. "Jadi benar kamu anggota La Costello?" ucap Tuan Smith to the point. Saka tidak menjawab dan lebih memilih menyeruput kopi buatannya kemudian duduk didepan Tuan Smith. "Bagaimana Anda tau?" tanya Saka dengan kelewat santai. "Bagaimana aku tau? Hahahah. Lucu sekali. Sudah jelas kamu dengan sengaja membuat tato dipunggung tangan William" ucap Tuan Smith yang geram dengan tanggapan Saka yang santai seolah tidak pernah terjadi apa-apa. "Tun
"Sayang, aku lusa ada perjalanan bisnis ke Singapura. Bagaimana kalau kamu ikut?" tanya Arga sambil mengunyah makan malamnya. Menu kali ini adalah gulai kambing, permintan khusus Nasya yang secara tiba-tiba menelfon Arga dan mengharuskannya putar balik padahal tinggal 5 menit lagi sampai didepan rumah. "Disana berapa lama?" tanya Nasya yang sangat lahap menyantap gulai kambing. "Mungkin 4-5 hari tergantung kliennya" jawab Arga. "Perutku sudah mulai membesar, aku takut terjadi apa-apa disana dan malah mengganggu pekerjaanmu. Lebih baik kamu pergi bersama Saka saja" tolak Nasya dengan lembut. Sebenarnya dia sangat ingin ikut dengan suaminya tapi dia takut terjadi apa-apa selama mereka disana. "Saka akan tetap berasa disini menggantikan aku bertemu klien dari Jepang dan mengurus serta memantau proyek yang sedang berjalan" jelas Arga. Setelah selesai makan malam, mereka memutuskan untuk menonton tv sejenak sebelum akhirnya pergi tidur. Demi menjaga kebugaran tubuhnya, Arga akan pergi
Selama Arga pergi, Mama mertuanya selalu datang kerumahnya setiap hari. Sementara orang tua Nasya saat ini ada diperkebunan teh. Mereka sedang merombak seluruh tatanan yang ada disana setelah waktu itu menemukan adanya human error. Mereka tidak mau kecolongan untuk kedua kalinya. Tapi mereka tetap sering berkomunikasi dengan Nasya, bahkan selalu mengatakan rindu dan sudah tidak sabar untuk menimang cucu. Dan Seperti biasa, Mama mertuanya ini selalu membawakan makanan yang dimasaknya sendiri dari rumah. "Nasya mana Bi?" tanyanya setelah meletakkan rantang berisi sayur masakannya. "Masih belum turun, Nyonya" jawab Bibi sambil mengaduk capjay pesanan Nasya tadi malam. Dia lantas naik kelantai dua untuk melihat Nasya. "Sayang, sudah bangun? Mama masuk ya?" tanyanya sambil mengetuk pintu kamar Nasya. "Iya Ma" teriak Nasya dengan malas dari atas ranjang. Mama mertuanya pun masuk dan duduk ditepi ranjang. Nasya langsung memeluk Mamanya itu sambil terisak. Air matanya sudah tidak bisa l
"Maaf aku tidak bisa menemani kamu sampai david sadar. Istriku sedang menungguku dirumah. Kalau butuh bantuan kamu bisa langsung menghubungiku melalui Saka. Aku pergi dulu" ucap Arga setelah kembali dari toilet dan menghampiri Sophia yang masih setia menunggu David. Arga bahkan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Sophia. "Sepertinya memanh sudah saatnya aku benar-benar melepasmu dari hatiku. Semoga kamu selalu bahagia walai kenyataannya bukan aku lagi yang ada disisi dan hatimu" gumam Sophia melihat kelorong yang tadi dilewati Arga. Tanpa terasa air matanya kembali tumpah bersamaan dengan perasaannya yang mulai runtuh. Arga yang kelimpungan sendiri dengan cepat menuju hotel untuk mengambil barang-barangnya dan oleh-oleh yang sudah dia beli untuk sang istri. Setelah selesai dia segera menuju bandara dengan masih mencoba menghubungi nomor istrinya. Sementara itu, di Indonesia. Nasya sedang berbincang bersama Mama mertuanya di gazebo dekat kolam renang. Mereka awalnya berencana
"Hati-hati ya kalian. Kabari Mama kalau sudah sampai" ucap Mama Mala dan kedua besannya yang mengantar Arga dan Nasya ke bandara. "Iya Ma, Bu. Nanti Nasya kabarin kalau sudah sampai" jawab Nasya sambil memeluk mereka satu per satu. Sementara Arga masih memberikan brifing singkat pada Saka untuk mengingatkannya lagi apa yang harus dikerjakan duluan. Setelah selesai, dia dan Saka segera bergabung bersama Nasya dan berpamitan dengan para orang tua. "Titip Mama. Awas kalau kenapa-kenapa" bisik Arga pada Saka yang hanya melengos tanpa peduli. Dia sudah paham bahkan tanpa diberitahukan lagi apa saja tugasnya, semuanya sudah diluar kepala. Toh, selama ini dia sudah sering kali ditinggal-tinggal oleh Arga setelah dia menikah. Setelah selesai berpamitan, Arga dan Nasya segera berangkat walau dengan perasaan yang entah kenapa terasa berat meninggalkan mereka. Tidak seperti biasanya, mereka justru cenderung merasa gelisah. "Tidak akan ada apa-apa kan ya Sayang?" tanya Nasya pada sang suami
Dengan segala lika-liku yang menemani kehidupan rumah tangga mereka, juga kejadian yang membuat keduanya apalagi Nasya yang hampir kehilangan kewarasan karena kehilangan calon anak mereka, akhirnya pelangi dirasakan oleh keduanya. "Kalian pergilah honeymoon" suruh Mama Mala pada keduanya saat sedang makan malam. "Tidak. Nanti Mama sendirian disini" jawab Arga sambil terus mengunyah makanannya. "Halah. Disinikan ada Saka, Mbak Yu juga ada. Apa yang keperlu dikhawatirkan?" "Iya sana pergi kemana gitu. Tidak perlu keluar negeri, ke bali atau lombok saja. Lumayankan bisa sekalian refreshing" timpal Ibunya Nasya. "Nanti deh. Coba aku lihat jadwal dulu, sekalian aku selesaikan dulu pekerjaan yang tertunda" jawab Arga. "Mama yang akan minta Saka kosongkan semua jadwal kamu selama beberapa hari dan Mama juga akan minta supaya dia sementara yang menghandle semua pekerjaan kamu. Apa kamu masih tidak percaya dengan cara kerja Saka? Isshh, Keterlaluan" cecar Mama Mala yang kesal karena anak
"Arga" "Nak, bangun" "Arga. Bangun Nak" Beberapa kali sudah Ayah mertuanya membangunkan Arga tapi tidak mendapat respon apa-apa hingga akhirnya Ayah mertuanya itu menepuk pipi Arga sedikit lebih keras. Arga yang kaget langsung bangkit dan melihat sekeliling."Istriku mana? Nasya mana Yah?" teriaknya yang dengan cepat dia turun dari ranjang kemudian berlari menuju brangkar yang tadi ditempati istrinya dan ternyata ranjangnya sudah kosong. Diapun jongkok dan menangis tersedu bahkan beberapa kali berteriak memanggik nama istrinya. "Arga, Sadar Nak. Kamu ini sebenarnya kenapa? Istri kamu cuma ke ruangan psikolog. Dan kamu sudah mencarinya sampai seperti ini?" ucap Ayah mertuanya sambil menepuk bahu kemudian mengusap punggung Arga. "Bukankah kamu yang mendaftar Nasya untuk konsultasi dengan Psikolog sesuai dengan anjuran dokter kandungan?" imbuhnya. Mendengar ucapan Ayah mertuanya, tangis Arga seketika berhenti. Dia diam sambil mencerna kembali apa yang dikatakan oleh Ayah mertuanya
"Sayang, kamu sudah dapat nama buat anak kita?" tanya Nasya setelah terbangun sambil terus mengusap perutnya. Arga tidak menjawab, dia hanya melipat bibirnya kedalam. Kesedihan tiba-tiba membebat dalam hatinya. Sekuat tenaga dia menahan air matanya. Melihat istrinya seperti ini sungguh membuatnya semakin merasa bersalah. "Sayang. Kenapa diam?" tanya Nasya sekali lagi. "Sayang, sudah. Mungkin suami kamu sedang lelah. Dia dari kemarin menunggu kamu disini bahkan tidak tidur" ucap Ibunya Nasya mencoba mengalihkan perhatian anaknya. "Benar Kamu tidak tidur?" tanya Nasya khawatir. Arga hanya tersenyum kecut. "Pantas saja, kamu punya mata panda. Kamu istirahat dulu saja, biar aku sama Ayah sama Ibu" sambungnya. Ibu Mertuanya memberi kode agar Arga pergi keruangan yang memang sudah disiapkan untuk istirahat yang menjaga pasien. Disana sudah ada ranjang beserta perlengkapannya, tv, lemari pendingin juga lemari pakaian. Setelah Arga berbaring, dia memejam matanya. Walau sulit sekali untu
Demi keselamatan istrinya, Arga menyetujui proses kuret itu. Dia setia menunggu istrinya selama menjalanu proses kuret didepan ruang operasi. Disana dia bersama dengan orang tua Nasya yang tadi dijemput menggunakan helikopter oleh anak buah Saka. Sementara Saka diberi tugas oleh Arga untuk menjaga dan memantau Mamanya juga mencari siapa dalang dari kecelakaan itu. Bodyguard dan sopirnya juga ditangani di rumah sakit yang sama. Mereka juga sedang melakukan operasi karena ada beberapa tulang yang patah dan ada luka tembak dilengannya. "Mama sudah sadar, dia terus mencari Nasya, bagaimana?" Aku harus jawab apa?" tanya Saka pada Arga melalui sambungan telfon. "Ceritakan saja apa yang terjadi" jawab Arga dengan pikiran yang masih kalut kemudian menutup ponselnya, bukan dia tidak peduli dengan keadaan Mamanya, hanya saja saat ini pikirannya masih tertuju pada Nasya. Setelah menunggu hampir satu jam, akhirnya dokter keluar dan mempersilahkan Arga untuk masuk sedangkan perawat memberikan
"Kamu bau. Sana jauh-jauh" usir Nasya yang masih membungkuk didepan wastafel sambil mengibaskan tangannya. "Bukannya kamu suka bau aku kalau tidak mandi?" tanya Arga yang keheranan. Bagaimana bisa sekarang Nasya justru menyuruhnya menjauh karena tidak mandi. Karena ucapan Nasya tadi, akhirnya Arga hanya melihat istrinya yang masih muntah dari kejauhan. Setelah dirasa Istrinya sudah membaik, dia pun mendekat dan menyuruh istrinya menutup hidung, sementara dia berlari dengan cepat menuju bathup dan menenggelamkan diri disana. Nasya pun tertawa melihat kelakuan suaminya itu. Dia juga heran dengan dirinya sendiri karena selalu berubah-ubah. Dia hanya berharap agar suaminya mengerti bahwa semua ini karena hormon kehamilannya. Bukannya pergi, Nasya justru berdiri bersandar didekat wastafel sambil memperhatikan suaminya yang masih menggosok dada dan lengannya. "Sayang, butuh bantuan?" tanya Nasya yang langsung membuat Arga menoleh dan mengangguk. Bagaimana tidak, ini bagaikan kesempatan
Nasya akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar, dan betapa kagetnya dia ternyata suaminya juga sedang berdiri didepan pintu kamarnya. Setelah saling menatap sejenak, akhirnya Nasya langsung memeluk suaminya itu dan benar-benar membenamkan wajahnya didada suaminya. Bau keringat Arga membuatnya candu. "Sayang. I Love You" ucap Arga sambil mengecup kepala istrinya. Nasya hanya diam tapi mengangguk dan tersenyum. Argapun kemudian menggendong Nasya ala bridal style dan dibawanya ke kamar. Beruntunglah Arga rajin olahraga jadi menggendong Istrinya yang sedang hamil seperti sekarang ini bukan masalah baginya. Disepanjang jalan menuju kamar, mereka saling berpagutan. Mentransfer kerinduan yang menyesakkan dada keduanya. Arga sangat hati-hati dalam melangkah dan meletakkan Nasya di ranjang. "Hai sayang. Kangen sama Papa ya?" ucapnya didepam perut Nasya setelah sebelumnya mengucapkan hal yang sama pada sang istri. "Mau ketemu Papa sekarang?" sambungnya dengan melihat kearah Nasya dan t
Belum juga Mama Mala memulai ceritanya, tiba-tiba Arga datang dan langsung memeluk istrinya. Nasya yang semula masih tertawa terbahak-bahak, langsung diam. "Sayang, rindu" bisik Arga. Seketika bulu kuduk Nasya berdiri, dia mencoba menyentuh tangan Arga untuk memastikan bahwa dia tidak sedang bermimpi. "Apa-apaan kamu? Lepaskan" teriak Mama Mala sambil menarik tangan Arga. "Mama apa-apaan sih? Nasya istri aku" ucap Arga yang kesal sambil berusaha melepas tangan Mamanya. Nasya yang melihat kejadian itu segera melerai dan membawa Arga masuk ke dalam kamar. 'Dia langsung mengajakku kedalam kamar. Tenang Sayang, selama diperjalanan aku sudah charge tenaga' batinnya sambil menggerakkan bahunya agar lebih rileks dan tentu saja senyum yang tak pernah surut. Setelah menutup pintu kamar, Nasya berbalik kemudian melipat kedua tangannya didepan dada dengan mata menyipit dan bibir yang dibuat sedikit maju, dia menatap Arga kemudian berjalan mengelilinginya perlahan. Arga yang masih belum pa
"Maaf aku tidak bisa menemani kamu sampai david sadar. Istriku sedang menungguku dirumah. Kalau butuh bantuan kamu bisa langsung menghubungiku melalui Saka. Aku pergi dulu" ucap Arga setelah kembali dari toilet dan menghampiri Sophia yang masih setia menunggu David. Arga bahkan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Sophia. "Sepertinya memanh sudah saatnya aku benar-benar melepasmu dari hatiku. Semoga kamu selalu bahagia walai kenyataannya bukan aku lagi yang ada disisi dan hatimu" gumam Sophia melihat kelorong yang tadi dilewati Arga. Tanpa terasa air matanya kembali tumpah bersamaan dengan perasaannya yang mulai runtuh. Arga yang kelimpungan sendiri dengan cepat menuju hotel untuk mengambil barang-barangnya dan oleh-oleh yang sudah dia beli untuk sang istri. Setelah selesai dia segera menuju bandara dengan masih mencoba menghubungi nomor istrinya. Sementara itu, di Indonesia. Nasya sedang berbincang bersama Mama mertuanya di gazebo dekat kolam renang. Mereka awalnya berencana