Sera pulang ke rumah dengan perasaan ringan. Hari ini semuanya berjalan lancar, kelompok biologi yang dia masuki memiliki siswa yang rajin semua. Sera segera menuju ke kamarnya untuk menemui sang peliharaannya, Ray.
"Rayyy~!" Sera memanggil Erta dengan nada ceria. Erta hanya melirik pada Sera sambil menjilat-jilat bulunya.
"Guess what?!" Sera memulai curahan hati kali ini dengan bahasa Inggris. "Astaga, aku masuk ke kelompok rajin. Tidak ada lagi yang namanya murid malas dan tidak mengerjakan tugas kelompok."
Erta hanya diam mendengarkan, sejak mereka mulai dekat, Sera selalu rutin mencurahkan kehidupannya kepada Erta. Selama ini Sera selalu menceritakan semuanya dengan nada semangat dan itu membuat Erta lega. Artinya hidup Sera selama ini lancar dan tidak ada kejadian buruknyang menimpanya.
"Oh iya, teman-temanku akan datang ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok. Aku akan memamerkanmu hehehe!" Sera mengelus-elus Erta.
"Tau nggak? Aku sekelompok dengan Hariz, dia termasuk murid teladan di kelas, ah tidak, di sekolah juga. Nita benar-benar hebat bisa mengajaknya sekelompok." Sera menerawang, membayangkan nilai yang pastinya akan bagus dengan kelompoknya. "By the way, jujur saja, Hariz cukup tampan. Wajahnya adem sekali untuk dilihat."
Mendadak hati Erta terasa panas mendengar hal tersebut.
"Suaranya juga lembut, bukankah dia cowok yang sempurna? Sangat idaman teman-teman cewek ku sekali!"
"Meoww!" Erta mengeong dengan nada galak. Ia mendekatkan diri pada kaki Sera yang sedang dalam posisi duduk bersila.
"Kamu lagi manja ya? Hahahaha." Sera mengangkat Erta dan menggendongnya seperti menggendong bayi. "Kamu baru saja beberapa hari di sini, tetapi aku sudah merasa tidak bisa hidup tanpa curhat kepadamu, Ray."
Erta memejamkan matanya, menikmati momennya digendong oleh Sera.
"Oh iya, aku belikan lagi kamu jajan kucing yang kemarin."
Sera meletakkan Erta ke lantai dan menuju tas sekolahnya. Ia mengeluarkan jajan kucing yang memiliki merek yang sama dengan kemarin. Erta memucat, sebenernya ia tidak apa-apa dengan jajan tersebut, tetapi jujur saja ia, sekali lagi, lebih suka diberi makanan masakan manusia. Erta hanya bisa menghela nafas dalam hati, mencoba terlihat tertarik dan memakannya demi senyuman sang majikan.
***
"Kita jadi ke rumahnya Sera ya?" Nita menenteng tasnya.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, Nita, Kezia, Sera, dan Hariz berkumpul. Mereka mengangguk. Sera tersenyum, sudah lama sekali sejak ada yang main ke rumahnya. Ekhem, meskipun saat ini tujuannya untuk kerja kelompok dan bukan bermain.
Sera pun berjalan di depan bersama Nita yang memang sudah mengetahui letak rumahnya, sementara Kezia dan Hariz mengikuti dari belakang. Tanpa Sera dan Nita sadari, Kezia dan Hariz saling berbisik.
"Kanu suka sama Sera ya?" bisik Kezia tiba-tiba. Hariz tersentak, wajahnya memerah.
"A-apa maksudmu?" Entah mengapa suara Hariz bergetar, malu.
Kezia memutar bola matanya, "Kau pikir aku tidak sadar kamu selalu menatap Sera dengan tatapan wah!" Kezia memperagakan gerakan tangannya mengisyaratkan kata 'wah' yang ia ucapkan.
Hariz semakin bersemu, tidak tau jika ia semudah itu untuk ditebak. Kezia terkikik kecil, merasa wajah Hariz sangat lucu saat ia salah tingkah seperti ini.
"Tenang, aku hanya ingin menggodamu awalnya. Tetapi, wajahmu malah mengakuinya dengan sangat jujur hahaha!" Kezia tertawa kecil. Hariz meruntuki wajahnya yang memang tidak bisa berbohong.
"Eh kalian ngomongin apa?" Nita bertanya mengagetkan Kezia dan Hariz.
Hariz terlihat kaku, mencoba menjawab. "Uhm, anu cuma..." Sayangnya ia memang sepayah itu untuk berbohong.
Kezia mendengus, ia tersenyum kemudian menjawab. "Enggak, tadi suara perut Hariz berbunyi dengan keras dan aku menertawakannya. "
"Eh, Hariz lapar ya?" tanya Sera, bergabung dalam obrolan.
Nita terlihat bingung, tidak merasa mendengar bunyi perut kelaparan tadi. "Tapi, aku tidak dengar apa-apa."
"Itu pasti karena aku ada di samping Hariz. Jadi, aku pasti lebih mendengarnya dengan jelas," tambah Kezia. Nita mengangguk-angguk, merasa hal tersebut masuk akal.
"Apa kita harus beli makan dulu? Soalnya aku tidak yakin di rumah ada makanan hehe." Sera bertanya dengan khawatir.
Hariz berusaha menolak, tapi Nita segera menjawab pertanyaan Sera dengan semangat. "Ayo! Aku juga lapar!"
Sera tersenyum. "Okay, ayo kita ke toko makanan dekat rumahku dulu. Di sana makanan rumahan yang enak-enak kok!"
Nita, Kezia, dan Hariz menjawab dengan anggukan. Setelahnya mereka lanjut berjalan. Hariz menepuk bahu Kezia kemudian mengisyaratkan "terima kasih" pada Kezia. Kezia hanya menjawab dengan memberi jempol pada Hariz.
***
Setelah Sera, Nita, Kezia, dan Hariz selesai membeli makan. Mereka melanjutkan menuju rumah Sera. Sesampainya di rumah Sera, mereka segera makan makanan yang mereka beli terlebih dahulu. Mereka berempat duduk di meja makan yang kursinya tepat berjumlah empat.
"Kucingmu mana, Ser?" tanya Nita, menoleh-nolehkan kepalanya mencoba mencari jejak kucing di rumah Sera.
"Kita selesaikan makan kita dulu, lalu nanti kukeluarkan kucingku," balas Sera, lalu ia menyuapkan nasi goreng ke mulutnya. Nita mengangguk menuruti Sera.
Beberapa menit kemudian, mereka selesai makan. Sera pun menuju kamarnya di lantai dua dan menggendong Erta keluar. Nita terlihat berbinar-binar saat melihat Erta.
"Kucingmu lucu sekali! Garang gitu wajahnya, ini jantan ya," tebak Nita dengan tepat. Sera mengangguk.
Sera menyerahkan Erta kepada Nita. Erta hanya bisa diam, pasrah.
"Namanya siapa, Ser?" tanya Kezia.
"Ray!" jawab Sera dengan semangat. "Dari dulu aku ingin sekali memelihara hewan dan akan kuberi nama Ray."
Kezia mengangguk-angguk. Sementara itu Hariz tersenyum, merasa Sera yang membicarakan hal yang disukainya sangat imut. Kezia menyenggol sikut Hariz.
"Kau itu ingin menyembunyikan perasaanmu atau berkoar-koar tentang perasaanmu sih?" bisik Kezia. Hariz mengaduh kesakitan, senggolan Kezia memang sedikit sakit.
"Tapi, wajahnya imut sekali saat bersemangat bercerita seperti itu."
Kezia memutar bola matanya, merasa bahwa temannya ini seerti sudah terkena virus budak cinta.
Sementara itu Erta menatap Hariz dengan tajam. Erta tidak bisa menyanggah ketampanan Hariz, ia sebagai laki-laki pun mengakuinya. Aura dari Hariz pun terasa seperti lelaki baik-baik.
"Apakah dia membenci Hariz? Tatapannya terlihat garang saat menatap Hariz," ujar Nita menyadari tatapan Erta yang menuju ke Hariz.
Hariz hanya tertawa kaku. Pantas saja ia menyadari seperti ada yang menatapnya.
"Aku tidak terlalu bisa bermain dengan hewan, terutama dengan kucing. Aku selalu dicakar oleh kucing jika menemui mereka," cerita Hariz sambil mengusap belakang lehernya.
Sera tertawa kecil, "tidak kusangka Hariz ada kelemahannya juga ya."
Hariz hanya tersenyum.
"Baiklah! Ayo kita kembali ke tujuan awal kita di sini. Mengerjakan tugas kelompok." Kezia menepuk tangannya, menyadarkan mereka kembali atas kenyataan.
Nita menghela nafas keras. "Baiklah, ayo cepat agar kita bisa bersantai!"
Selama mereka kerja kelompok, semua melakukan tugasnya dengan profesional. Erta hanya duduk di dekat mereka, sambil menatap tingkah laku Hariz yang jelas sekali sering mencoba mendekati Sera. Erta hanya bisa mengamati hal tersebut dengan perasaan kesal di dalam hati.
Kerja kelompok sudah selesai, Nita dan Kezia sudah dijemput oleh orangtua masing-masing dan menyisakan Hariz. Hariz dengan kaku duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan jari-jarinya. Ia terlihat bingung dan canggung. Sementara itu, Sera ikut terpangaruh oleh suasana canggung tersebut dan hanya bisa diam sambil memainkan handphonenya.Hariz melirik ke arah Sera.'Ayo, Hariz, buka pembicaraan.' Batin Hariz berteriak, merasa dirinya payah sekali karena membiarkan suasana berlangsung kaku dan hening yang tidak mengenakkan bagi keduanya."Meoww!" Erta mendadak mengeong dan lompat ke paha Sera.Suasana hening pecah dengan Sera yang terkikik kecil sambil mengelus Erta. Hariz tersenyum."Senyummu itu manis, Ser." Hariz tersentak, terkejut sendiri dengan ucapannya. Sepertinya batinnya baru saja membuat bibirnya bergerak dan suaranya benar-benar keluar dengan keras. Hariz meruntuki dirinya yang tidak bisa mengendalikan tubuhnya
Sera mengetuk-etuk jarinya, ia merasa sangat mengantuk hari ini. Semalam ia begadang mengobrol dengan kucingnya hingga larut. Dan akibatnya sekarang di sekolah ia sangat mengantuk.'Aku pasti sudah sangat gila mengobrol dengan kucing. Tapi, Ray seru sih diajak mengobrol,' batin Sera."Hey!"Nita datang merangkul leher Sera, membuat Sera tersentak dan menghilangkan rasa kantuknya tadi. Sera menghembuskan nafas lega saat mengetahui bahwa itu hanya Nita."Kau mengagetkanku.""Kamu terlihat sedang melamun sih, hehehe." Nita hanya terkekeh. Sera memutar bola matanya dengan malas. "Omong-omong, kamu begadang ya?" tanya Nita."H-ha? Enggak kok." Sera menjawab dengan kaku, tidak menyangka ia ketahuan oleh sahabatnya sendiri.Nita tersenyum. "Kamu pasti tidak sadar bahwa jika setiap kamu begadang, kantung matamu mudah terlihat menghitam esoknya. Aku selalu menyadari ini sejak kita sering menginap bareng semasa SMP
Sera hanya terdism, namun wajahnya telah mengatakan segalanya. Nita tersenyum menggoda."I got you, babe. Nanti ku kasih kesempatan untuk kalian berdua." Nita mengedipkan matanya.Sera mendorong Nita pelan. "Apa sih? Jangan gituu, kan tujuan utamanya belajar.""Iya, iya, belajar." Nita tertawa. Sera mengerang, malu sekali mengakui bahwa tebakan Nita benar."Ya sudah yuk pulang."***Tanpa terasa hari Sabtu tiba. Sera mematut dirinya di depan cermin, tidak biasanya ia begini saat belajar bersama, alias memperdulikan penampilannya. Sera menepuk dahinya pelan, meruntuki dan mau tak mau percaya bahwa dirinya sudah jatuh dalam pesona Hariz.Sementara itu Erta sedang memperhatikan Sera. Masih dengan pikirannya sendiri tentang perkataan keluarganya. Erta mengerjapkan matanya, merasa bahwa Sera hari inj tidak seperti bissanya. Sera termasuk anak yang cukup cuek dengan penampilannya, namun hari ini ia berkali-kali memas
Sejak dulu, Erta selalu menganggap buyutnya ada orang yang aneh. Buyut? Yang ia maksud adalah lelaki yang membuat permohonan pada Tuhan untuk menjadi kucing demi cintanya. Mengapa pula ia harus memohon demi cintanya kepada seekor kucing? Padahal bisa saja risikonya sangat besar untuk menjadi kucing selamanya dan mencintai dengan setia kucing tersebut. Meski memang akhirnya mereka hidup bahagia, Erta maish tidak mengerti. Mengapa ada seseorang yang mau mengorbankan sesuatu begitu besar demi cinta? Apa itu cinta?Sejak Erta diceritakan oleh ibunya mengenai cerita kisah keluarganya yang ia akui aneh, Erta sudah bertekad tidak akan terlena dengan cinta. Sampai sekarang pun, Erta tidak mengerti bagaimana saudara-saudaranya berakhir rela menjadi manusia. Sebenarnya Erta juga tidak mengerti mengapa pasangan mereka bisa mau menerima saudara-saudaranya yang aslinya terlahir sebagai kucing.'Cinta itu aneh.'Itulah yang selalu dipikirkan Erta.'Ci
Dentingan gapur dan sendok terdengar ke sepenjuru rumah. Sera mengunyah makanannya dalam diam, begitu pula orangtuanya yang jarang pulang selama ini. Sera menatap kedua orangtunya dengan tatapan ragu.Tiba-tiba Sera meletakkan sendok dan garpunya, membuat kedua orangnya menatap Sera dan ikut menghentikan gerakan sendok dan garpu mereka. Wajah Sera terlihat gugup, ia menelan ludahnya. Selama ini ia jarang mengobrol dengan orangtuanya, namun kali ini ia sangat menginginkan sesuatu dan untuk pertama kalinya ia akan memintanya kepada orangtuanya."Ayah, Ibu." Sera akhirnya berhasil mengucapkan sesuatu. "Apa aku... Boleh meminta peliharaan kucing?"Ayah dan Ibu Sera saling berpandangan."A-aku habis melihat kucing cantik sekali di rumah temanku jadi aku... Aku akan merawatnya sendiri! Aku akan memandikannya dan lain-lain!" Suara Sera terdengar gugup.Ayah dan Ibu Sera terdiam, kemudian tawa mereka pecah."Iya, Sera. Tidak perlu
Dahulu kala, ada seorang manusia yang sangat tampan. Namun, ia mencintai seekor kucing peliharaannya sendiri. Ia kemudian memikirkannya berkali-kali bagaimana caranya agar cintanya bisa berhasil. Ia pun akhirnya memutuskan untuk meminta Tuhan agar diubah menjadi kucing."Tuhan, saya mohon jadikan saya kucing. Saya tidak akan menyesal dan akan melakukan apapun untuk menjadi kucing!" Pria itu memohon dengan penuh ampunan.Beberapa hari kemudian, pria tersebut memimpikan menjadi kucing dan saat bangun, ia benar-benar menjadi kucing. Saat itu sang pria masih berumur 20 tahun. Dalam mimpi tersebut, sang pria diberitahukan bahwa keturunannya akan mendapat hadiah, yaitu bisa memilih pujaan hati mereka kucing maupun manusia. Namun, mereka harus memilih harus menjadi apa untuk kehidupan sampai akhir pada umur 20. Caranya yaitu dengan berdoa dengan memohon ampunan, namun mereka tidak boleh ragu dan harus yakin dengan pilihan mereka, jika tidak,
Erta hanya duduk mengamati Sera yang sedang mondar-mandir mempersiapkan sekolahnya. Erta membuka mulutnya, menguap. Ia sangat mengantuk, dan ia juga berpikir inilah salah satu alasan ia tidak ingin menjadi manusia. Mereka harus bersekolah dan menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja. Bukankah menjadi kucing yang disayang atau dirawat lebih baik?Sera menjinjing tasnya gang berwarna, ia nyaris saja keluar dari kamarnya jika ia tidak mendadak mengingat sesuatu. Ia menghampiri Erta, Erta mematung, terdiam. Erta memperhatikan apa yang akan gadis ini lakukan."Dimakan ya. Aku harus merawatmu dengan baik agar tidak mengecewakan orangtuaku." Sera menatap Erta dengan pandangan tidak suka, masih membenci fisik dari kucing barunya ini.Sera kemudian keluar dari kamarnya dan segera sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Erta hanya mendengus dalam wujud kucingnya kemudian memakan makanan kering yang diberikan Sera tadi.***Sera telah sampa
Teeet toot teet tottSera mengusap matanya saat mendengar suara keras dari jam alarmnya. Saat itulah ia sadar, wajahnya dekat sekali dengan Erta. Sera terkejut dan segera mundur. Tiba-tiba memorinya tentang kemarin kembali, jujur saja Sera merasa kemarin ia sangat gila. Sera masih tidak suka dengan perawakan Erta, ia merinding sendiri.Sera kemudian cepat-cepat bersiap untuk sekolah, meninggalkan Erta yang sedang tertidur. Hingga tanpa sadar, Sera lupa untuk memberi makan dan minum untuk Erta.***Erta menguap, ia mengedipkan matanya berkali-kali hingga pandangannya cerah. Erta menolehkan kepala kucingnya menyusuri kamar Sera. Kemudian, ia menyadari bahwa majikannya itu sudah pergi ke sekolah.KruuyukkkErta memegang perutnya. Ia merasa lapar. Ia pun bangkit dengan keempat kakinya kemudian melompat ke lantai. Ia menghampiri tempat yang biasa terletak piring makanan dan minuman. Namun, ternyata piring itu kosong. Erta menged
Sejak dulu, Erta selalu menganggap buyutnya ada orang yang aneh. Buyut? Yang ia maksud adalah lelaki yang membuat permohonan pada Tuhan untuk menjadi kucing demi cintanya. Mengapa pula ia harus memohon demi cintanya kepada seekor kucing? Padahal bisa saja risikonya sangat besar untuk menjadi kucing selamanya dan mencintai dengan setia kucing tersebut. Meski memang akhirnya mereka hidup bahagia, Erta maish tidak mengerti. Mengapa ada seseorang yang mau mengorbankan sesuatu begitu besar demi cinta? Apa itu cinta?Sejak Erta diceritakan oleh ibunya mengenai cerita kisah keluarganya yang ia akui aneh, Erta sudah bertekad tidak akan terlena dengan cinta. Sampai sekarang pun, Erta tidak mengerti bagaimana saudara-saudaranya berakhir rela menjadi manusia. Sebenarnya Erta juga tidak mengerti mengapa pasangan mereka bisa mau menerima saudara-saudaranya yang aslinya terlahir sebagai kucing.'Cinta itu aneh.'Itulah yang selalu dipikirkan Erta.'Ci
Sera hanya terdism, namun wajahnya telah mengatakan segalanya. Nita tersenyum menggoda."I got you, babe. Nanti ku kasih kesempatan untuk kalian berdua." Nita mengedipkan matanya.Sera mendorong Nita pelan. "Apa sih? Jangan gituu, kan tujuan utamanya belajar.""Iya, iya, belajar." Nita tertawa. Sera mengerang, malu sekali mengakui bahwa tebakan Nita benar."Ya sudah yuk pulang."***Tanpa terasa hari Sabtu tiba. Sera mematut dirinya di depan cermin, tidak biasanya ia begini saat belajar bersama, alias memperdulikan penampilannya. Sera menepuk dahinya pelan, meruntuki dan mau tak mau percaya bahwa dirinya sudah jatuh dalam pesona Hariz.Sementara itu Erta sedang memperhatikan Sera. Masih dengan pikirannya sendiri tentang perkataan keluarganya. Erta mengerjapkan matanya, merasa bahwa Sera hari inj tidak seperti bissanya. Sera termasuk anak yang cukup cuek dengan penampilannya, namun hari ini ia berkali-kali memas
Sera mengetuk-etuk jarinya, ia merasa sangat mengantuk hari ini. Semalam ia begadang mengobrol dengan kucingnya hingga larut. Dan akibatnya sekarang di sekolah ia sangat mengantuk.'Aku pasti sudah sangat gila mengobrol dengan kucing. Tapi, Ray seru sih diajak mengobrol,' batin Sera."Hey!"Nita datang merangkul leher Sera, membuat Sera tersentak dan menghilangkan rasa kantuknya tadi. Sera menghembuskan nafas lega saat mengetahui bahwa itu hanya Nita."Kau mengagetkanku.""Kamu terlihat sedang melamun sih, hehehe." Nita hanya terkekeh. Sera memutar bola matanya dengan malas. "Omong-omong, kamu begadang ya?" tanya Nita."H-ha? Enggak kok." Sera menjawab dengan kaku, tidak menyangka ia ketahuan oleh sahabatnya sendiri.Nita tersenyum. "Kamu pasti tidak sadar bahwa jika setiap kamu begadang, kantung matamu mudah terlihat menghitam esoknya. Aku selalu menyadari ini sejak kita sering menginap bareng semasa SMP
Kerja kelompok sudah selesai, Nita dan Kezia sudah dijemput oleh orangtua masing-masing dan menyisakan Hariz. Hariz dengan kaku duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan jari-jarinya. Ia terlihat bingung dan canggung. Sementara itu, Sera ikut terpangaruh oleh suasana canggung tersebut dan hanya bisa diam sambil memainkan handphonenya.Hariz melirik ke arah Sera.'Ayo, Hariz, buka pembicaraan.' Batin Hariz berteriak, merasa dirinya payah sekali karena membiarkan suasana berlangsung kaku dan hening yang tidak mengenakkan bagi keduanya."Meoww!" Erta mendadak mengeong dan lompat ke paha Sera.Suasana hening pecah dengan Sera yang terkikik kecil sambil mengelus Erta. Hariz tersenyum."Senyummu itu manis, Ser." Hariz tersentak, terkejut sendiri dengan ucapannya. Sepertinya batinnya baru saja membuat bibirnya bergerak dan suaranya benar-benar keluar dengan keras. Hariz meruntuki dirinya yang tidak bisa mengendalikan tubuhnya
Sera pulang ke rumah dengan perasaan ringan. Hari ini semuanya berjalan lancar, kelompok biologi yang dia masuki memiliki siswa yang rajin semua. Sera segera menuju ke kamarnya untuk menemui sang peliharaannya, Ray."Rayyy~!" Sera memanggil Erta dengan nada ceria. Erta hanya melirik pada Sera sambil menjilat-jilat bulunya."Guess what?!" Sera memulai curahan hati kali ini dengan bahasa Inggris. "Astaga, aku masuk ke kelompok rajin. Tidak ada lagi yang namanya murid malas dan tidak mengerjakan tugas kelompok."Erta hanya diam mendengarkan, sejak mereka mulai dekat, Sera selalu rutin mencurahkan kehidupannya kepada Erta. Selama ini Sera selalu menceritakan semuanya dengan nada semangat dan itu membuat Erta lega. Artinya hidup Sera selama ini lancar dan tidak ada kejadian buruknyang menimpanya."Oh iya, teman-temanku akan datang ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok. Aku akan memamerkanmu hehehe!" Sera mengelus-elus Erta."
Sera melihat jam dinding di rumahnya. Waktu akan terus berjalan, sementara Sera hanya diam di sofa ruang tamu. Sera ingin beranjak dari sofanya untuk mencari Ray, tapi bagaimana jika orangtuanya. pulang dan mendapati Sera tidak ada di rumah? Itu akan lebih rumit dan semuanya akan menjadi khawatir. Sera menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan diri."Meow!"Tiba-tiba terdengar suara kucing dari pintu depan. Sera buru-buru bangkit dari kasurnya dan berjalan ke pintu depan untuk membukanya. Ia mendapati orangtuanya juga di sana, Ibunya sedang menggendong Ray dan Ayahnya yang hanya tersenyum. Sera menghela nafas lega."Ray! Aku khawatir sekali padamu!" Sera mengambil Ray dari gendongan Ibunya dengan perlahan kemudian memeluknya. Erta dalam hati bersemu, ia masih tidak terbiasa jika Sera memeluknya dengan mendadak."Tadi Ibu temukan dia di depan pintu, seperti nya bingung bagaimana caranya masuk," cerita Ibu Ser
Erta menguap, ia baru saja bangun tidur. Ia menoleh dan menyadari Sera sedang tertidur di atas meja belajarnya. Kenudian ia mencari jam di kamar Sera, masih jam 1 malam. Kemarin Sera mencurahkan banyak hal kepada Erta, mengenai betapa sendiriannya dia selama ini di rumah. Erta hanya mendengarkan hingga tanpa sadar ia tertidur.Erta berjalan menuju kaki Sera, kemudian menggosokkan bulu-bulunya. Sera merasakan ada sesuatu yang lembut sedikit kasar di kakinya kemudian ia membuka matanya. Dengan keadaan mengantuk, ia mengangkat kepalanya dan refleks langsung menoleh ke jam beker yang berada di meja belajarnya."Ah masih jam 1," ujarnya dengan suara serak sehabis bangun tidur. Ia megalihkan pandangannya menuju kakinya dan mendapati Erta ada di sana. "Hai, Ray." Sera menyapa.Erta kemudian berhenti menggosokkan bulu-bulunya dan melompat ke atas kasur Sera. Sera yang mengamatinya mengangguk mengerti."Kamu ingin aku tidur di kasur ya. Hah
Teeet toot teet tottSera mengusap matanya saat mendengar suara keras dari jam alarmnya. Saat itulah ia sadar, wajahnya dekat sekali dengan Erta. Sera terkejut dan segera mundur. Tiba-tiba memorinya tentang kemarin kembali, jujur saja Sera merasa kemarin ia sangat gila. Sera masih tidak suka dengan perawakan Erta, ia merinding sendiri.Sera kemudian cepat-cepat bersiap untuk sekolah, meninggalkan Erta yang sedang tertidur. Hingga tanpa sadar, Sera lupa untuk memberi makan dan minum untuk Erta.***Erta menguap, ia mengedipkan matanya berkali-kali hingga pandangannya cerah. Erta menolehkan kepala kucingnya menyusuri kamar Sera. Kemudian, ia menyadari bahwa majikannya itu sudah pergi ke sekolah.KruuyukkkErta memegang perutnya. Ia merasa lapar. Ia pun bangkit dengan keempat kakinya kemudian melompat ke lantai. Ia menghampiri tempat yang biasa terletak piring makanan dan minuman. Namun, ternyata piring itu kosong. Erta menged
Erta hanya duduk mengamati Sera yang sedang mondar-mandir mempersiapkan sekolahnya. Erta membuka mulutnya, menguap. Ia sangat mengantuk, dan ia juga berpikir inilah salah satu alasan ia tidak ingin menjadi manusia. Mereka harus bersekolah dan menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja. Bukankah menjadi kucing yang disayang atau dirawat lebih baik?Sera menjinjing tasnya gang berwarna, ia nyaris saja keluar dari kamarnya jika ia tidak mendadak mengingat sesuatu. Ia menghampiri Erta, Erta mematung, terdiam. Erta memperhatikan apa yang akan gadis ini lakukan."Dimakan ya. Aku harus merawatmu dengan baik agar tidak mengecewakan orangtuaku." Sera menatap Erta dengan pandangan tidak suka, masih membenci fisik dari kucing barunya ini.Sera kemudian keluar dari kamarnya dan segera sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Erta hanya mendengus dalam wujud kucingnya kemudian memakan makanan kering yang diberikan Sera tadi.***Sera telah sampa