Teeet toot teet tott
Sera mengusap matanya saat mendengar suara keras dari jam alarmnya. Saat itulah ia sadar, wajahnya dekat sekali dengan Erta. Sera terkejut dan segera mundur. Tiba-tiba memorinya tentang kemarin kembali, jujur saja Sera merasa kemarin ia sangat gila. Sera masih tidak suka dengan perawakan Erta, ia merinding sendiri.
Sera kemudian cepat-cepat bersiap untuk sekolah, meninggalkan Erta yang sedang tertidur. Hingga tanpa sadar, Sera lupa untuk memberi makan dan minum untuk Erta.
***
Erta menguap, ia mengedipkan matanya berkali-kali hingga pandangannya cerah. Erta menolehkan kepala kucingnya menyusuri kamar Sera. Kemudian, ia menyadari bahwa majikannya itu sudah pergi ke sekolah.
Kruuyukkk
Erta memegang perutnya. Ia merasa lapar. Ia pun bangkit dengan keempat kakinya kemudian melompat ke lantai. Ia menghampiri tempat yang biasa terletak piring makanan dan minuman. Namun, ternyata piring itu kosong. Erta mengedipkan matanya tidak percaya.
'Apakah dia lupa untuk memberiku makan?'
Erta memejamkan matanya. Tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi begitu cepat. Padahal perutnya sangat lapar karena kemarin hanya diberi makan satu kali. Erta juga tidak berani mencuri makanan karena itulah yang selalu diajarkan sang Ibu kepadanya.
Erta menghela nafas. Bingung apa yang harus ia lakukan. Ia benar-benar kelaparan, rasanya ia seperti diet saja. Padahal badannya tidak obesitas hingga memerlukan diet. Erta menolehkan kepalanya, berusaha setidaknya menemukan kantong makanan keringnya. Namun, ia gagal menemukannya.
Erta kemudian menyerah. Ia juga tidak ingin menjadi kucing pencuri makanan. Ia pun mengambil posisi tidur.
'Lebih baik aku tidur saja hingga Sera kembali dari sekolah nya.'
***
"Sera, kata Nita kamu punya kucing ya sekarang?" Triya bertanya dengan semangat.
Sera mengangguk kaku.
"Jantan? Betina? Kalau jantan bagaimana kalau kita besanan hahahaha!" Triya tertawa dengan renyah saat mengusulkan hal tersebut. "Terus, terus, kamu dibelikan ras apa?"
Inilah yang Sera takutkan, ia tidak merasa bahwa kucingnya memiliki garis keturunan ras yang terkenal. Karena itu Sera tidak ingin memamerkannya, tetapi saat itu ia keceplosan bilang kepada Nita bahwa dia punya kucing.
Sera menggeleng, "aku tidak tau rasnya apa. " Sera berkata dengan jujur.
Triya mengangguk-angguk. "Okay, jadi kapan aku boleh ke rumahmu? Aku ingin lihat kucingmu!"
Sera terdiam, kemudian saat ia membuka mulutnya untuk menjawab tiba-tiba bel masuk sekolah berbunyi. Sera menghela nafas lega karena tidak perlu menjawab pertanyaan Triya yang baru saja langsungnpamit menuju kelasnya. Triya memang berada di kelas yang berbeda dengan Sera.
Sera menompang pipi kanannya dengan tangan kanannya, menghela nafas. Jujur saja ia merasa ada sesuatu yang janggal, seperti ia melupakan sesuatu. Disaat Sera melamun, masuklah sang guru.
"Selamat pagi, anak-anak."
"Selamat pagi, Bu."
Sera menghentikan lamunannya dan segera fokus ke pembelajarannya di sekolah. Ia terus merasa janggal, namun ia tidak bisa melakukan apapun. Hari ini ia tidak boleh kehilangan fokusnya dan harus belajar dengan tekun.
***
"Daritadi kamu ngelamunin apa sih, Ser?" Nita bertanya sambil menyuapkan nasi ke mulutnya.
Sekarang adalah jam istirahat kedua, yang artinya bel pulang akan berbunyi 3 jam lagi setelah melewati 3 jam. pelajaran nanti. Sera tersentak, ia baru saja kembali dari lamunanya.
"Aku keliatan banget ya kalau melamun?' tanya Sera.
Nita mengangguk-angguk, "seperti tidak biasanya kamu tidak tertarik dengan jam pelajaran matematika tadi. Padahal itu bab baru, kamu kan suka sekali jika mempelajari bab baru."
Sera menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "entah mengapa aku merasa seperti melupakan sesuatu. Tetapi, aku tidak tau apa itu."
"Mungkin hanya perasaanmu saja."
Sera mengangguk meski dirinya masih merasakan ketidakyakinan itu.
***
Selama pelajaran, Sera tidak bisa fokus. Bahkan ia sempat mengabaikan panggilana dari guru bahasa inggrisnya tadi. Beruntungnya, guru tersebut baik dan tau Sera adalah anak teladan, maka ia dimaafkan untuk kali ini. Sera memijit pelipisnya, masih bingung kenapa ia masih merasa tidak enak.
"Nit, aku pulang duluan ya," pamit Sera. Nita yang masih membersihkan alat tulis dan bukunya hanya mengacungkan jempolnya yang memiliki arti yang sama dengan oke.
Sera pun dengan sedikit bergegas menuju rumahnya. Ia tidak berlari karena jalanan sangat ramai saat baru pulang sekolah, melainkan hanya berjalan cepat. Di jalan ia bertemu seekor kucing yang membuat Sera mendadak terdiam. Ia sadar sekarang. Tadi pagi ia lupa memberi makan Ray.
Sera kini sedikit berlari, meski ia tidak menyukai Ray, tapi ia tidak boleh membunuh seekor kucing. Setelah sampai di rumahnya, Sera segera mengeluarkan kunci rumahnya dan membukanya. Sera buru-buru melepas sepatunya dan masuk ke dalam rumah.
"Ray!" Sera membuka pintu kamarnya, dan melihat Ray atau Erta yang sedang tertidur dengan pulas. Sera menghela nafas lega. Setidaknya Ray tidak sakit apa-apa.
Erta yang tadi mendengar teriakan Sera pun membuka matanya, melihat si gadis sedang terengah-engah di depan pintu. Sera berjalan mendekati Erta kemudian mengelusnya lembut, membuat Erta sedikit tersentak.
"Maafkan aku. Aku lupa memberimu makan, ya?" Sera mengambil makanan kering yang ia taruh di lemari bajunya.
'Ternyata disimpan di situ,' batin Erta.
Sera kemudian menuangkan makanan kering tersebut kemudian juga menyediakan minum. Erta dengan semangat melompat menuju makanannya, setidaknya dengan tidur tadi ia tidak terlalu lapar. Sera tersenyum saat melihat Erta yang lahap memakan makanannya.
'Ah, apa kuberi bonus sebagai permintaan maaf?' Sera kemudian segera keluar dari kamarnya. Erta tidak peduli dengan Sera dan hanya fokus pada makanannya, ia benar-benar kelaparan.
Sera membuka tudung makanan di meja dan melihat ada ayam goreng di sana. Ia pun mengambil satu paha dan membawanya ke kamarnya. Erta yang sedang sibuk memakan makanan keringnya, sedikit terkejut saat Sera meletakkan ayam goreng di hadapannya. Erta menatap Sera yang sedang memandangnya dengan senyum.
"Ini sebagai permintaan maafku," kara Sera dengan tulus.
Erta bisa merasakannya, Sera adalah gadis yang baik. Ia juga bisa merasakan Sera yang panik saat memanggilnya tadi.
"Padahal kamu tidak salah apa-apa, Ray. Tapi aku seperti terlalu memandang fisikmu." Sera membuka pembicaraan satu arah. "Aku juga tidak tahu mengapa aku sangat ingin kucing yang cantik dan berbulu panjang seperti punya temanku. Padahal orangtuaku pasti merasa aku akan bahagia dengan kamu, Ray." Sera tersenyum miris. "Bukankah aku sangat menjijikkan karena suka melihat melalui fisik?"
Erta hanya terus memakan makanannya, namun sebenarnya ia mendengarkan curahan Sera.
"Aku ingin mengubah diriku menjadi lebih baik. Mungkin aku bisa memulainya dengan mencoba menyukai mu, Ray. Lagipula orangtuaku pasti berharap aku menyayangimu hingga membuat diriku sendiri bahagia." Sera tersenyum.
"Ah, aku panik sekali tadi saat teringat belum memberi makan padamu." Sera menghela nafasnya. "Aku tau bagaimana rasanya kelaparan. Dulu orangtuaku selalu lupa diriku ada, sehingga di rumah jarang ada makanan. Dan karena itu, aku sekarang mempunyai maag hahahaha." Sera tertawa kecil. "Sejak saat itu, orangtuaku sangat protektif dan merasa sangat bersalah sering melupakanku. Makanya aku tau apa yang mereka berikan padaku, pasti adalah yang terbaik untukku. Termasuk kamu, Ray."
Erta dalam hati merasa kasihan. Ia kira Sera adalah gadis sempurna yang disayangi orangtuanya hingga ia menjadi manja, makanya ia mengira Sera adalah anak yang pilih-pilih karena dimanja. Namun, ternyata ini hanyalah kesalahpahaman. Sera hanya anak yang terlahir menyukai barang-barang yang cantik, dan ia ingin memperbaiki dirinya untuk tidak selalu pilih-pilih. Sera sadar dan ingin memperbaiki dirinya sendiri. Kenyataan bahwa Erta juga baru sadar bahwa ia jarang sekali bertemu orangtua Sera, memiliki arti bahwa Sera hampir selalu sendiri di rumah ini. Dan sekarang yang akan menemani Sera hanyalah satu, Erta.
Erta menghentikan makannya. Keempat kakinya berjalan bergantian mendekatk Sera, kemudian ia menempelkan kepalanya ke kaki Sera.
"Meow."
Air mata Sera menetes. Ia tidak tau mengapa, tetapi ia merasa Ray mengerti dirinya. Dan meongan tadi, Sera merasa Ray sedang menenangkan dirinya. Hingga tanpa sadar air mata Sera menetes. Selama ini ia sendiri di rumah dan sekarang akhirnya ia akan mendapat teman yang akan selalu ada dengannya, Ray, kucingnya. Sera menangis lalu terduduk, ia mengangkat Ray dan memeluknya erat.
"Mari kita berteman baik mulai sekarang, Ray."
Erta menguap, ia baru saja bangun tidur. Ia menoleh dan menyadari Sera sedang tertidur di atas meja belajarnya. Kenudian ia mencari jam di kamar Sera, masih jam 1 malam. Kemarin Sera mencurahkan banyak hal kepada Erta, mengenai betapa sendiriannya dia selama ini di rumah. Erta hanya mendengarkan hingga tanpa sadar ia tertidur.Erta berjalan menuju kaki Sera, kemudian menggosokkan bulu-bulunya. Sera merasakan ada sesuatu yang lembut sedikit kasar di kakinya kemudian ia membuka matanya. Dengan keadaan mengantuk, ia mengangkat kepalanya dan refleks langsung menoleh ke jam beker yang berada di meja belajarnya."Ah masih jam 1," ujarnya dengan suara serak sehabis bangun tidur. Ia megalihkan pandangannya menuju kakinya dan mendapati Erta ada di sana. "Hai, Ray." Sera menyapa.Erta kemudian berhenti menggosokkan bulu-bulunya dan melompat ke atas kasur Sera. Sera yang mengamatinya mengangguk mengerti."Kamu ingin aku tidur di kasur ya. Hah
Sera melihat jam dinding di rumahnya. Waktu akan terus berjalan, sementara Sera hanya diam di sofa ruang tamu. Sera ingin beranjak dari sofanya untuk mencari Ray, tapi bagaimana jika orangtuanya. pulang dan mendapati Sera tidak ada di rumah? Itu akan lebih rumit dan semuanya akan menjadi khawatir. Sera menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan diri."Meow!"Tiba-tiba terdengar suara kucing dari pintu depan. Sera buru-buru bangkit dari kasurnya dan berjalan ke pintu depan untuk membukanya. Ia mendapati orangtuanya juga di sana, Ibunya sedang menggendong Ray dan Ayahnya yang hanya tersenyum. Sera menghela nafas lega."Ray! Aku khawatir sekali padamu!" Sera mengambil Ray dari gendongan Ibunya dengan perlahan kemudian memeluknya. Erta dalam hati bersemu, ia masih tidak terbiasa jika Sera memeluknya dengan mendadak."Tadi Ibu temukan dia di depan pintu, seperti nya bingung bagaimana caranya masuk," cerita Ibu Ser
Sera pulang ke rumah dengan perasaan ringan. Hari ini semuanya berjalan lancar, kelompok biologi yang dia masuki memiliki siswa yang rajin semua. Sera segera menuju ke kamarnya untuk menemui sang peliharaannya, Ray."Rayyy~!" Sera memanggil Erta dengan nada ceria. Erta hanya melirik pada Sera sambil menjilat-jilat bulunya."Guess what?!" Sera memulai curahan hati kali ini dengan bahasa Inggris. "Astaga, aku masuk ke kelompok rajin. Tidak ada lagi yang namanya murid malas dan tidak mengerjakan tugas kelompok."Erta hanya diam mendengarkan, sejak mereka mulai dekat, Sera selalu rutin mencurahkan kehidupannya kepada Erta. Selama ini Sera selalu menceritakan semuanya dengan nada semangat dan itu membuat Erta lega. Artinya hidup Sera selama ini lancar dan tidak ada kejadian buruknyang menimpanya."Oh iya, teman-temanku akan datang ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok. Aku akan memamerkanmu hehehe!" Sera mengelus-elus Erta."
Kerja kelompok sudah selesai, Nita dan Kezia sudah dijemput oleh orangtua masing-masing dan menyisakan Hariz. Hariz dengan kaku duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan jari-jarinya. Ia terlihat bingung dan canggung. Sementara itu, Sera ikut terpangaruh oleh suasana canggung tersebut dan hanya bisa diam sambil memainkan handphonenya.Hariz melirik ke arah Sera.'Ayo, Hariz, buka pembicaraan.' Batin Hariz berteriak, merasa dirinya payah sekali karena membiarkan suasana berlangsung kaku dan hening yang tidak mengenakkan bagi keduanya."Meoww!" Erta mendadak mengeong dan lompat ke paha Sera.Suasana hening pecah dengan Sera yang terkikik kecil sambil mengelus Erta. Hariz tersenyum."Senyummu itu manis, Ser." Hariz tersentak, terkejut sendiri dengan ucapannya. Sepertinya batinnya baru saja membuat bibirnya bergerak dan suaranya benar-benar keluar dengan keras. Hariz meruntuki dirinya yang tidak bisa mengendalikan tubuhnya
Sera mengetuk-etuk jarinya, ia merasa sangat mengantuk hari ini. Semalam ia begadang mengobrol dengan kucingnya hingga larut. Dan akibatnya sekarang di sekolah ia sangat mengantuk.'Aku pasti sudah sangat gila mengobrol dengan kucing. Tapi, Ray seru sih diajak mengobrol,' batin Sera."Hey!"Nita datang merangkul leher Sera, membuat Sera tersentak dan menghilangkan rasa kantuknya tadi. Sera menghembuskan nafas lega saat mengetahui bahwa itu hanya Nita."Kau mengagetkanku.""Kamu terlihat sedang melamun sih, hehehe." Nita hanya terkekeh. Sera memutar bola matanya dengan malas. "Omong-omong, kamu begadang ya?" tanya Nita."H-ha? Enggak kok." Sera menjawab dengan kaku, tidak menyangka ia ketahuan oleh sahabatnya sendiri.Nita tersenyum. "Kamu pasti tidak sadar bahwa jika setiap kamu begadang, kantung matamu mudah terlihat menghitam esoknya. Aku selalu menyadari ini sejak kita sering menginap bareng semasa SMP
Sera hanya terdism, namun wajahnya telah mengatakan segalanya. Nita tersenyum menggoda."I got you, babe. Nanti ku kasih kesempatan untuk kalian berdua." Nita mengedipkan matanya.Sera mendorong Nita pelan. "Apa sih? Jangan gituu, kan tujuan utamanya belajar.""Iya, iya, belajar." Nita tertawa. Sera mengerang, malu sekali mengakui bahwa tebakan Nita benar."Ya sudah yuk pulang."***Tanpa terasa hari Sabtu tiba. Sera mematut dirinya di depan cermin, tidak biasanya ia begini saat belajar bersama, alias memperdulikan penampilannya. Sera menepuk dahinya pelan, meruntuki dan mau tak mau percaya bahwa dirinya sudah jatuh dalam pesona Hariz.Sementara itu Erta sedang memperhatikan Sera. Masih dengan pikirannya sendiri tentang perkataan keluarganya. Erta mengerjapkan matanya, merasa bahwa Sera hari inj tidak seperti bissanya. Sera termasuk anak yang cukup cuek dengan penampilannya, namun hari ini ia berkali-kali memas
Sejak dulu, Erta selalu menganggap buyutnya ada orang yang aneh. Buyut? Yang ia maksud adalah lelaki yang membuat permohonan pada Tuhan untuk menjadi kucing demi cintanya. Mengapa pula ia harus memohon demi cintanya kepada seekor kucing? Padahal bisa saja risikonya sangat besar untuk menjadi kucing selamanya dan mencintai dengan setia kucing tersebut. Meski memang akhirnya mereka hidup bahagia, Erta maish tidak mengerti. Mengapa ada seseorang yang mau mengorbankan sesuatu begitu besar demi cinta? Apa itu cinta?Sejak Erta diceritakan oleh ibunya mengenai cerita kisah keluarganya yang ia akui aneh, Erta sudah bertekad tidak akan terlena dengan cinta. Sampai sekarang pun, Erta tidak mengerti bagaimana saudara-saudaranya berakhir rela menjadi manusia. Sebenarnya Erta juga tidak mengerti mengapa pasangan mereka bisa mau menerima saudara-saudaranya yang aslinya terlahir sebagai kucing.'Cinta itu aneh.'Itulah yang selalu dipikirkan Erta.'Ci
Dentingan gapur dan sendok terdengar ke sepenjuru rumah. Sera mengunyah makanannya dalam diam, begitu pula orangtuanya yang jarang pulang selama ini. Sera menatap kedua orangtunya dengan tatapan ragu.Tiba-tiba Sera meletakkan sendok dan garpunya, membuat kedua orangnya menatap Sera dan ikut menghentikan gerakan sendok dan garpu mereka. Wajah Sera terlihat gugup, ia menelan ludahnya. Selama ini ia jarang mengobrol dengan orangtuanya, namun kali ini ia sangat menginginkan sesuatu dan untuk pertama kalinya ia akan memintanya kepada orangtuanya."Ayah, Ibu." Sera akhirnya berhasil mengucapkan sesuatu. "Apa aku... Boleh meminta peliharaan kucing?"Ayah dan Ibu Sera saling berpandangan."A-aku habis melihat kucing cantik sekali di rumah temanku jadi aku... Aku akan merawatnya sendiri! Aku akan memandikannya dan lain-lain!" Suara Sera terdengar gugup.Ayah dan Ibu Sera terdiam, kemudian tawa mereka pecah."Iya, Sera. Tidak perlu
Sejak dulu, Erta selalu menganggap buyutnya ada orang yang aneh. Buyut? Yang ia maksud adalah lelaki yang membuat permohonan pada Tuhan untuk menjadi kucing demi cintanya. Mengapa pula ia harus memohon demi cintanya kepada seekor kucing? Padahal bisa saja risikonya sangat besar untuk menjadi kucing selamanya dan mencintai dengan setia kucing tersebut. Meski memang akhirnya mereka hidup bahagia, Erta maish tidak mengerti. Mengapa ada seseorang yang mau mengorbankan sesuatu begitu besar demi cinta? Apa itu cinta?Sejak Erta diceritakan oleh ibunya mengenai cerita kisah keluarganya yang ia akui aneh, Erta sudah bertekad tidak akan terlena dengan cinta. Sampai sekarang pun, Erta tidak mengerti bagaimana saudara-saudaranya berakhir rela menjadi manusia. Sebenarnya Erta juga tidak mengerti mengapa pasangan mereka bisa mau menerima saudara-saudaranya yang aslinya terlahir sebagai kucing.'Cinta itu aneh.'Itulah yang selalu dipikirkan Erta.'Ci
Sera hanya terdism, namun wajahnya telah mengatakan segalanya. Nita tersenyum menggoda."I got you, babe. Nanti ku kasih kesempatan untuk kalian berdua." Nita mengedipkan matanya.Sera mendorong Nita pelan. "Apa sih? Jangan gituu, kan tujuan utamanya belajar.""Iya, iya, belajar." Nita tertawa. Sera mengerang, malu sekali mengakui bahwa tebakan Nita benar."Ya sudah yuk pulang."***Tanpa terasa hari Sabtu tiba. Sera mematut dirinya di depan cermin, tidak biasanya ia begini saat belajar bersama, alias memperdulikan penampilannya. Sera menepuk dahinya pelan, meruntuki dan mau tak mau percaya bahwa dirinya sudah jatuh dalam pesona Hariz.Sementara itu Erta sedang memperhatikan Sera. Masih dengan pikirannya sendiri tentang perkataan keluarganya. Erta mengerjapkan matanya, merasa bahwa Sera hari inj tidak seperti bissanya. Sera termasuk anak yang cukup cuek dengan penampilannya, namun hari ini ia berkali-kali memas
Sera mengetuk-etuk jarinya, ia merasa sangat mengantuk hari ini. Semalam ia begadang mengobrol dengan kucingnya hingga larut. Dan akibatnya sekarang di sekolah ia sangat mengantuk.'Aku pasti sudah sangat gila mengobrol dengan kucing. Tapi, Ray seru sih diajak mengobrol,' batin Sera."Hey!"Nita datang merangkul leher Sera, membuat Sera tersentak dan menghilangkan rasa kantuknya tadi. Sera menghembuskan nafas lega saat mengetahui bahwa itu hanya Nita."Kau mengagetkanku.""Kamu terlihat sedang melamun sih, hehehe." Nita hanya terkekeh. Sera memutar bola matanya dengan malas. "Omong-omong, kamu begadang ya?" tanya Nita."H-ha? Enggak kok." Sera menjawab dengan kaku, tidak menyangka ia ketahuan oleh sahabatnya sendiri.Nita tersenyum. "Kamu pasti tidak sadar bahwa jika setiap kamu begadang, kantung matamu mudah terlihat menghitam esoknya. Aku selalu menyadari ini sejak kita sering menginap bareng semasa SMP
Kerja kelompok sudah selesai, Nita dan Kezia sudah dijemput oleh orangtua masing-masing dan menyisakan Hariz. Hariz dengan kaku duduk di sofa ruang tamu sambil memainkan jari-jarinya. Ia terlihat bingung dan canggung. Sementara itu, Sera ikut terpangaruh oleh suasana canggung tersebut dan hanya bisa diam sambil memainkan handphonenya.Hariz melirik ke arah Sera.'Ayo, Hariz, buka pembicaraan.' Batin Hariz berteriak, merasa dirinya payah sekali karena membiarkan suasana berlangsung kaku dan hening yang tidak mengenakkan bagi keduanya."Meoww!" Erta mendadak mengeong dan lompat ke paha Sera.Suasana hening pecah dengan Sera yang terkikik kecil sambil mengelus Erta. Hariz tersenyum."Senyummu itu manis, Ser." Hariz tersentak, terkejut sendiri dengan ucapannya. Sepertinya batinnya baru saja membuat bibirnya bergerak dan suaranya benar-benar keluar dengan keras. Hariz meruntuki dirinya yang tidak bisa mengendalikan tubuhnya
Sera pulang ke rumah dengan perasaan ringan. Hari ini semuanya berjalan lancar, kelompok biologi yang dia masuki memiliki siswa yang rajin semua. Sera segera menuju ke kamarnya untuk menemui sang peliharaannya, Ray."Rayyy~!" Sera memanggil Erta dengan nada ceria. Erta hanya melirik pada Sera sambil menjilat-jilat bulunya."Guess what?!" Sera memulai curahan hati kali ini dengan bahasa Inggris. "Astaga, aku masuk ke kelompok rajin. Tidak ada lagi yang namanya murid malas dan tidak mengerjakan tugas kelompok."Erta hanya diam mendengarkan, sejak mereka mulai dekat, Sera selalu rutin mencurahkan kehidupannya kepada Erta. Selama ini Sera selalu menceritakan semuanya dengan nada semangat dan itu membuat Erta lega. Artinya hidup Sera selama ini lancar dan tidak ada kejadian buruknyang menimpanya."Oh iya, teman-temanku akan datang ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok. Aku akan memamerkanmu hehehe!" Sera mengelus-elus Erta."
Sera melihat jam dinding di rumahnya. Waktu akan terus berjalan, sementara Sera hanya diam di sofa ruang tamu. Sera ingin beranjak dari sofanya untuk mencari Ray, tapi bagaimana jika orangtuanya. pulang dan mendapati Sera tidak ada di rumah? Itu akan lebih rumit dan semuanya akan menjadi khawatir. Sera menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, berusaha untuk menenangkan diri."Meow!"Tiba-tiba terdengar suara kucing dari pintu depan. Sera buru-buru bangkit dari kasurnya dan berjalan ke pintu depan untuk membukanya. Ia mendapati orangtuanya juga di sana, Ibunya sedang menggendong Ray dan Ayahnya yang hanya tersenyum. Sera menghela nafas lega."Ray! Aku khawatir sekali padamu!" Sera mengambil Ray dari gendongan Ibunya dengan perlahan kemudian memeluknya. Erta dalam hati bersemu, ia masih tidak terbiasa jika Sera memeluknya dengan mendadak."Tadi Ibu temukan dia di depan pintu, seperti nya bingung bagaimana caranya masuk," cerita Ibu Ser
Erta menguap, ia baru saja bangun tidur. Ia menoleh dan menyadari Sera sedang tertidur di atas meja belajarnya. Kenudian ia mencari jam di kamar Sera, masih jam 1 malam. Kemarin Sera mencurahkan banyak hal kepada Erta, mengenai betapa sendiriannya dia selama ini di rumah. Erta hanya mendengarkan hingga tanpa sadar ia tertidur.Erta berjalan menuju kaki Sera, kemudian menggosokkan bulu-bulunya. Sera merasakan ada sesuatu yang lembut sedikit kasar di kakinya kemudian ia membuka matanya. Dengan keadaan mengantuk, ia mengangkat kepalanya dan refleks langsung menoleh ke jam beker yang berada di meja belajarnya."Ah masih jam 1," ujarnya dengan suara serak sehabis bangun tidur. Ia megalihkan pandangannya menuju kakinya dan mendapati Erta ada di sana. "Hai, Ray." Sera menyapa.Erta kemudian berhenti menggosokkan bulu-bulunya dan melompat ke atas kasur Sera. Sera yang mengamatinya mengangguk mengerti."Kamu ingin aku tidur di kasur ya. Hah
Teeet toot teet tottSera mengusap matanya saat mendengar suara keras dari jam alarmnya. Saat itulah ia sadar, wajahnya dekat sekali dengan Erta. Sera terkejut dan segera mundur. Tiba-tiba memorinya tentang kemarin kembali, jujur saja Sera merasa kemarin ia sangat gila. Sera masih tidak suka dengan perawakan Erta, ia merinding sendiri.Sera kemudian cepat-cepat bersiap untuk sekolah, meninggalkan Erta yang sedang tertidur. Hingga tanpa sadar, Sera lupa untuk memberi makan dan minum untuk Erta.***Erta menguap, ia mengedipkan matanya berkali-kali hingga pandangannya cerah. Erta menolehkan kepala kucingnya menyusuri kamar Sera. Kemudian, ia menyadari bahwa majikannya itu sudah pergi ke sekolah.KruuyukkkErta memegang perutnya. Ia merasa lapar. Ia pun bangkit dengan keempat kakinya kemudian melompat ke lantai. Ia menghampiri tempat yang biasa terletak piring makanan dan minuman. Namun, ternyata piring itu kosong. Erta menged
Erta hanya duduk mengamati Sera yang sedang mondar-mandir mempersiapkan sekolahnya. Erta membuka mulutnya, menguap. Ia sangat mengantuk, dan ia juga berpikir inilah salah satu alasan ia tidak ingin menjadi manusia. Mereka harus bersekolah dan menghidupi diri mereka sendiri dengan bekerja. Bukankah menjadi kucing yang disayang atau dirawat lebih baik?Sera menjinjing tasnya gang berwarna, ia nyaris saja keluar dari kamarnya jika ia tidak mendadak mengingat sesuatu. Ia menghampiri Erta, Erta mematung, terdiam. Erta memperhatikan apa yang akan gadis ini lakukan."Dimakan ya. Aku harus merawatmu dengan baik agar tidak mengecewakan orangtuaku." Sera menatap Erta dengan pandangan tidak suka, masih membenci fisik dari kucing barunya ini.Sera kemudian keluar dari kamarnya dan segera sarapan, lalu berangkat ke sekolah. Erta hanya mendengus dalam wujud kucingnya kemudian memakan makanan kering yang diberikan Sera tadi.***Sera telah sampa