Status W* Mantan Suami (6) ______________________________ "Brengsek!" Samar-samar aku mendengar Mas Ari mengumpat. Dengan dada berdebar, aku berjalan semakin menjauh. Rasanya seperti mimpi ketika aku benar-benar berani melawan mereka. Tanpa terasa air mataku mengalir. Bukan karena sedih, melainkan perasaan yang begitu lega karena bisa bangkit setelah berbulan-bulan aku hampir gila karena perlakuan mereka. 🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀
Status WA Mantan Suami (7)_____________________________"Setoran kamu kenapa banyak minusnya, Han? Apa ada masalah hari ini?" tanya Bu Wira lembut.Aku menunduk, memainkan sepuluh jemari dengan gelisah. Kebaikan hati Bu Wira selalu bisa membuatku merasa tidak enak hati jika terjadi masalah dalam pekerjaanku. Seperti sekarang ini ... uang penjualan sayur harus kurang karena aku tidak bisa menutup kerugian."Ma-maaf, Bu. Ijinkan saya ganti kekurangannya besok ya, Bu, kebetulan tadi saya nggak bawa uang. Sekali lagi maafkan saya," ucapku takut. Bagaimana jika Bu Wira merasa aku tidak becus dalam berjualan? Atau dia justru berpikir aku sudah menilap uangnya?
Status WA Mantan Suami (8)__________________________Aku terkekeh, "Aku takut? Rasa takut itu bahkan telah menguap bersama dengan luka-luka yang sudah dia ciptakan," ujarku.Bu Wira mengusap lenganku lembut. Setelah sadar, aku menutup mulut dan mengusap sudut mata yang sedikit berair."Duh, maaf, Bu, Mas Kevin. Tadi ... anu ... kelepasan. Malah curhat."Keduanya tertawa melihat kegugupan yang kutunjukkan. Baru kali ini aku melihat Kevin tertawa dan bersikap seperti pria baik-baik, padahal sejauh yang kudengar, dia adalah sosok yang suka bermain perempuan. Entah benar atau tidak, aku ti
Status WA Mantan Suami (9)_________________________Sejak pukul lima pagi aku sudah datang di tempat Bu Wira. Ada sekitar tiga karyawan lain yang sudah datang lebih dulu. Mang Husen, Kang Jono, Yu Srina, dan aku. Kita berjualan di komplek yang berbeda."Apa diantara kalian ada yang mau menggantikan Hana berjualan di komplek ini?" tanya Bu Wira pada ketiga karyawan yang lain.Mereka saling pandang, lalu bersamaan menggelengkan kepala. Aku mendesah lirih, sudah kutebak jika salah satu dari mereka tidak akan ada yang mau menggantikan berkeliling di komplek tempatku berjualan. Mereka memilih berkelil
Status WA Mantan Suami (10)_________________________"Tempe sama tahu terus, Han. Nggak bosen?" ujar Mbak Juli saat melihat tanganku memilih tempe di depannya."Enggak, Mbak. Memang bisanya beli ini," sahutku datar."Duh, Han. Hati-hati Ari berpaling loh. Kamu nggak bisa banget ngatur uang bulanan ya?" selidiknya.Aku menghela napas kasar, "Kenapa sibuk ngurusin saya, Mbak? Emang Mbak Juli tau berapa banyak suami saya ngasih uang belanja. Enggak kan?" ucapku dengan suara bergetar.Mbak Juli mencebik, terlihat dari kejauhan Ibu
Status WA Mantan Suami (11)___________________________"Lama banget! Ayo, udah telat nih!"Aku mengekor di belakang Kenan. Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Aku yang hendak membuka pintu belakang sontak berjingkat saat lelaki dingin itu berbicara, "Emang aku sopir? Duduk depan!" pintanya.Aku menurut, daripada gagal mendapat pekerjaan bagus. Kulihat Bu Wira tersenyum dan melambaikan tangannya pada Kenan sebelum akhirnya mobil yang kami tumpangi benar-benar menjauhi rumah megah mereka.Ckitt!Jdug!Keningku terkantuk dasbor mobil saat Kenan
Status WA Mantan Suami (1)______________________[Janda ngenes, baru kucerai udah kalang kabut aja jualan sayur]Aku meremas baju yang melekat di dada saat jemariku dengan sengaja membuka status WA Mas Ari, mantan suamiku enam bulan yang lalu.Ternyata tidak cukup sampai di situ, di bawah status Mas Ari, terpampang jelas nama Mbak Risa, kakak ipar yang kini sudah menguasai rumah Ibu mertua. Mas Ari dua bersaudara. Kakak pertamanya bekerja di luar pulau dan beristrikan Mbak Risa. Sedang anak kedua yakni Mas Ari, mantan suamiku.[Makanya jadi wanita itu yang nurut. Sok-sokan minta cerai, eh, nggak taunya malah jadi buruh penjual sayur, wkwkwk]
Status WA Mantan Suami (2)________________________Prang!"Tempe terus ... tempe terus ....!" Mas Ari melepar wajan berisi tempe yang baru saja aku tiriskan.Aku berjingkat, air mata mengalir begitu saja melihat wajan kecil yang sudah menghitam itu tergeletak di lantai dengan minyak goreng yang tentu saja sudah bertumpah ruah.Hatiku berdenyut nyeri, tapi aku bisa apa? Aku masih membutuhkan Mas Ari sekalipun uang yang dia berikan tidak seberapa. Aku tidak memiliki penghasilan lain."Sekali-kali beli ayam, Han. Aku ini kerja ... capek ... masa tiap hari kamu